Powered By Blogger

jam

_

assalammualaikum

semoga bermanfaat

Rabu, 29 Oktober 2014

SOSIOLOGI HUKUM



RESUME
SOSIOLOGI HUKUM

A.    Pengertian Sosiologi Hukum
Ada beberapa tokoh yang memberi defenisi sosiologi hukum diantarany
1.      Soerjono soekanto
Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analisis dan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainya .
2.      Satjipto raharjo
Sosiologi hukum adalah penngetahuan hukium terhadap pola perilaku masyarakat dalam kontek sosialnya
3.      R. Otje salman
Sosiologi hukum adalah ilmu yang memoelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara ampiris analisis
4.      H.L.A.Hart
H.L.A.Hart tidak mengemukakan defenisi tentang sosiologi hukum. Namun defenisi yang dikemukankannya mempunyai aspek sosiologi hukum. Hart mengungkiapkn bahwa suatu konsep tentang hukum mengandung unsur-unsur kekuasaan yang berpusatkan kepada kewajiban tertentu didalam gejala hukum yang tampak dari kehidupan bermasyarakat. Menurut hart inti dari suatu sistem hukumterletak pada keswatuan antara aturan utama dan aturan tambahan.

B.     Latar Belakang Lahirnya Sosiologi Hukum
Orang yang pertama menggunakan istilah sosiologi hukum adalah Anzilotti pada tahun lotti pada tahun 1882. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sejak saat itu mulai diperkenalkan rung lingkup dan objek kajian sosiologi hukum. Namun demikian, sosiologi hukum dipengaruhi oleh disiplin ilmu : filsafat hukum, ilmu hukum dan sosiologi yang kajiannya berorientasi pada hukum.
1.      Filsafat hukum
Didalam kajian filsafat hukum salah satu pokok kajianya adalah aliran aliran filsafat hukum.aliran filsafat hukum yang menjadi penyebab lahirnya sosiologi hukum adalah positivisme, yang dikemukakan oleh Hans Kesle melalui teori stufenbau des rechtnya yaitu hukum itu bersifat hirarki artinya “hukum itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih atasw derajatnya”
            Aliran-aliran filsafat hukum yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sosiologi hukum adalah
  1. Mazhab sejarah, yang pelopori oleh carl von savigny. Savigny mengungkapkan bahwa hkum itu tidak dibuat, akan tetapi tumbuh dan berkembang bersama-sam dengan masyarakat (volksgeist)
  2. Aliran untility yang digynakan oleh jeeremy bentham. Bentham menggungkapkan bahwa “hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakat, guna mencapai hidup bahagia”
  3. Aliran sosiological jurisprudence dari Eugen Ehrlich yang konsepnya “ hukum yang dibuat harus sesuai dengan  hukum yang hidup didfalam masyarakat (living law)
  4. Aliran Pragmatis Legal Realism dari Roscoe Pound yang konsepnya law is a tool of social angeneering

  1. Ilmu Hukum
Kajian ilmu hukum yang yang menganggap bahwa “ hukum sebagai gejala sosial “ banyak mendorong pertumbuhan sosiologi hukum. Berbeda denga yang diungkapkan oleh hant keslen yang menganggap hukum sebagai gejala normatif, dan selanjutnya harus dibersihkan dari anasir anasir sosiologis (nonyuridis).
  1. Sosiologi yang berorientasi pada Hukum
Para sosiolog yan berorienasi pada hukum antara lain : Emile Durkheim, Max Weber, Roscoe Pound. Emile Durkheim menyatakan : bahwa dalam setiap masyarakat selalu ad solidaritas, baik itu solidaritas organis yaitu terdapat dalam masyarakat moderen hukumnya bersifat restitutif yang diasosiasikan dalam hukum perdata, maupun solidaritas mekanis yaitu terdapat dalam masyarakat sederhana, hukumnya bersifat reprensif yang diasosiasikan seperti dalam buku pidana.
            Max Weber, terkenal dengan teory ideal type-nya mengatakan bahwa dalam hukum ada empat tipe ideal, yaitu irasional formal , irasional material, rasional formal (dalam masyarakat modern dengan mendasarkan konsep-konsep ilmu hukum), dan rasional ideal.
  1. Ruang Lingkup Sosiologi Hukum
Ruang lingkup sosiologi hukum ada 2 (dua) hal yaitu :
  1. Dasar-dasar sosial dari hukum atau basisi sosial dari hukum, sebagai contoh dapat disebutkan misalnya : hukum nasional diindonesia, dasar sosialnya adalah pancasila, fdefngan ciri-cirinya : gotong royong, musyawarah, dan kekeluargaan;
  2. Efek-efek hukum terhadap gejala sosial lainnya. Sebagai contoh dapat disebutkan misalnya :
-          Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap gejala kehidupan rumah tangga;
-          Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta terhadap gejala budaya;
-          Undang-undang mengenai Pemilihan Poresiden secara Langsung terhadap gejala politik.
Selain itu, sejak abad ke-19 telah diusahakan oleh pera sarjana sosiologi dan hukum untuk memberi batasan-batasan tertentu pada ruang lingkup sosiologi hukum. Pembahasan tersebut didasari oleh ilmu ynag erta hubungannya dengan ilmu-ilmu perilaku lainnya, dan ini memunculkan berbagai pendapat, yang secara umum dfapt dikelompokkan pada empat pendekatan yaitu pendekatan instrumental, pendekatan hukum alam, pendekatan positivistik, dan pendekatan parakdigmatik.
1.      Pendekatan instrumental
Adam Podgorecki pernah menyatakan seperti yang dikutip oleh soerjono soekanto, bahwa sosiologi hukum adalah suatu disiplin ilmu teoretis yang umumnya mempelajari keteraturn dari berfungsinya hukum. Tujuan utama dari sosiologi hukum adalah untuk menyajikan sebanyak mungkin kondisi-kondisi yan diperlukan agar hukum dapat berlaku secara efissien.
Hukum merupakan suatu sarana bagi pembuat  keputusan. Studi terhadap hukum harus harus berfokus terhadap efektifitas hukum serta akibat akibat yang tidak diperhitungkan dalam proses legislasi. Oleh kr\arna itu studi instrumental terhadap hukum dan perilaku harus dapat membantu pembentuk hukum agar dapat mengadakan prediksi terhadap akibat-akibat diberlakukannya hukum-hukum tertentu.lain halnya dengan  pendapat podgorecki  yang menyatakan bahea studi instrumental terhadap hukum sangat penting terutama dalam masyarakat yang mempunyai sisitem hukum sosialis yaitu perubahan-perubahan diatur melalui perundang-undangan. Ada bebrapa ilmuan yang sependapat dengan podgorecki seperti G.F.A. Sawyerr yang menyatakan bahwa studi-studi instrumental trehadap hukum harus bertujuan untuk menciptakan kondisi-kondisi yang baiki pelaksana hukum.
2.      Pendekatan hukum alam dan kritikan terhadap pendekatan positivistik
Philip senznick menganggap bahwa pendekatan instrimental merupakan tahap menengah dari perkembangan atau pertumbuhan sosiologi hukum. Tahap selannjutnya akan tercapai, apabila ada otonomi dan kemandirian intelektual.tahap tersebut akan tercapai apabila para sosiolog tidak lagi berperan sebagi teknisi, akan tetapi lebih banyak menaruh perhatian pada ruang lingkup yang lebih luas.pada tahap itu para sosiolog harus siap menelaah pengertian legalitas agar dapat menentukan wibawah moralnya dan untuk menjelaskan peran ilmu sosial dalam menciptakan masyarakat yang didasarkan pada keseimbangan hak dan kewajiban yang berorientasi pada keadilan. Philip seznick, legallitas merupakan sinonim dari rule of law, yaitu pembatasan dari kekuasaan resmi oleh prinsip-prinsip rasional dari ketertiban civil. Apabiala hal demikian ada, maka tidak ada sesuatu kekuasaan yang kebal terhdap kritik dan pembatasan kewenangan. Legalitas menimbulkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu legalitas hanya berkaitan dengan “bagai mana keputusan-keputusan dan peraturan-peraturan dibuat dan dilaksanakan dan bukan menyangkut isinya.
Legalitas adalah lebih daripada semata-mata mengikuti prosedur secara ketat; titik sentral dari legalitas adalah pegurangan kewenagan- kewenangan penguasa. Sumbangan utama legalitas adalah menghilangkan peraturan sewenang-wenang. Namun ketaatan yang terlampau kaku pelaksanaan peraturan secara mekanis, menghalangi keluwesan sisitem hukum untuk menyesuaikan diri dengan kepentingan dan keadaan baru atau untuk menyesuaikan diri dengan ketidak samaan sosial yang terjadi. Keadilan formal cendrung untuk mengabdikan diri pada status quo. Oleh karenaitu dapat dianggap sewenag-wenang oleh orang-oran yang merasa kepentinganya tidak diperhatikan, atau oleh orang-orang yang berada diluar sistem masyarakat yang bersangkutan.
Adanya llegalitas dapat menimbulkan dugaan,bahwa kekuasaan yan dilaksanakan oleh pejabat-pejabat umum adalah kekuasaan yang sah.
Oleh karena itu legalitas memerlukan penamaan yan kokoh dari prinsip-prinsip keadaan yan sah pada pola berpikir warga masyarakat. Namun suatu konsensus murni dan rasional mengenai hal itu tidak akan ada, sehingga keadaan semacamitu akan dapat didekati apabila terjadi kondisi-kondisi sebagai berikut:
a.       Kondisi sejarah membuktikan bahwa perasaan mendukung perilaku rasional;
b.      Kalau ada kesempatan luas akan mucul pendapat umum yang  berdasarkan pada kebebasan untuk menggungkapkan kepentingan dan cita-cita.
Kalau cita-cita legalitas ingin dicapai, kritik yang berdasarkan pada penalaran terhadap suatu peraturan harus dimasukkan kedalam mekanisme pembentukan hukum. Oleh karena itu penelitian sosiologis menemukan cita-cita antara penataan terhadap prosedur dengan kenyataaan kehidupan. Misalnya kebebasan dan objektivitsaspara petugas hukum dilemahkan oleh paktor-paktor pribadi dan lingkungan tertentu.
  1. Karakteristik Kajjian Sosioligi Hukum  
Krakteristik kajian sosiologi hukum adalah fenomena hukum dalam masyarakat                                                                                         dalalm mewujudkan :1. Deskripsi, 2. Penjelasan, 3. Pengungkapan, 4. Prediksi.
1.      Sosiologi hukum berusaha memberikan deskripsi terhadap praktik-praktik hukum. Apabila praktik-praktik itu dibeda-bedakan kedalam pembatan undang-undang, penerapan dalam pengadilan maka ia juga mempelajari bagaimana praktik yang terjadi pada masing-masing bidang kegiatan hukum tersebut.
2.      Sosiologi hukum bertujuan untuk menjelaskan: mengapa suatu praktik-praktik hukum didalam kehidupan sosial masyarakat itu terjadi, sebab-sebabnya, faktor apa yang berpengaruh, latar belakanngnya, dan sebagainya.
3.      Sosiologi hukum senantiasa menguji keshahehan empiris dari suatu peraturanatau pernyataan hukum, sehingga mampau memprediksi sesuatu hukum yang sesuai dan/atau tidak sesuai dengan masyarakat tertentu.
4.      Sosiologi hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum. Tingkah laku yang menaati hukum sama-sama merupakan objek pengamatan yang setaraf.
Keempat karekteristik objek studi sosiologi hukum tersebut merupakan kunci kepada orang yang berminat untuk melakukan penyelidikan dalam studi yang dimaksud. Apapun objek yang dipelajari oleh orang yang melakukan penelitian apabnila ia menggunakan pendekatan seperti yang disebut pada butir diatas maka ia sedang melakukan kegiatan dibidang sosiologi hukum.
Objek yang menjadi sasaran sosiologi hukum sebagai berikut. Sosiologi hukum mempelajari “pengorganisasian sosial hukum objek yang menjadi sasaran disini adalah badan-badang yang trerlibat dalam kegiatan-kegiatan penyelenggaraan hukum. Sebagai contoh dapat disebut misalnya: pembutan undang-undang pengadilan, polisi advokat, dan sebagainya. Pada waktu mengkaji pembuatan undang-undang, perhatinnya dapat tertarik pada komposisi dari badan perundang-undangan,seperti usia para anggotanya, pendidikannya, latarbelakang sosialnya, dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut memperoleh perhatian, oleh karna pembuat undang-undang itu dilihat sebagai manifestasi dari kelakuan manusia. Dalam kajian sosiologi hukum ada anggapan bahwa undang-undang itu tidak dapat sepenuhnya bersifat netral,apalagi yang dibuat dalam masyarakat modern yang kompleks,dan menjadi tugas sosiologi hhukum untuk menelusuri dan dan menjelaskan duduk persoalannya serta faktor apa yang menyebabkan keadaan menjadi seperti itu.
Bila sosiologi hukum perundang-undangan atau pengkajian yuridis empiris akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berbeda dengan pengkajian yuridis normatif. Karakteristik pertanyaan sosiologi hukum sperti : “apakah sebab orang taat akan hukum?seberapa besarkah efektivitas peraturan-peraturan tertantu? Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi efektivitas peraturan-peraturan hukum tertentu di pengadilan?”sosiologi hukum misalnya tidak menerima begitu saja,bahwa hukum itu bertujuan untuk menyelesaikan konflik,pertanyaannya adalah “apakah hukum itu sendiri tidak mungkin menyimpan dan menimbulkan konflik?”studi sosiologi hukum suatu ketika dapat menyingkapi bahwa suatu peraturan yang bersifat semu dibalakang hari malah dapoat meledakkan konflikbaru.
Perspektif organisasi dari sosilogi hukum juga mengungkapkan bahwa sekalipu hukum itu menyediakan janji-janji kepada orang tertentu janji-janji itu lebih dapat dinikmati oleh kelompok-kelompok masyarakat yang mampu mengorganisasikan dirinya secara baik. Dengan demikian antara hukum dan pengorganisasian sosial terdapat hubungan tertentu.misalnya penyebab hal tersebut ternyata tergantung pula dari beberapa paktor lain sepeti prestasi sosial dan stratifikasi sosial dari suatu kelompok.
Sosiologi hukum yang berusaha untuk mengupas hukum sehingga hukum tersebut tidaaaak dipisah kan dari praktik penyelenggaraannyatidak hanya bersifat kritis melainkan juga kreatif. Kreatifits ini terletak peda kemampuannya utnuk menunjukkan adakanya tujuan-tujuan serta nilai-nilai tertentu yang ingin dicapai oleh hukum ilmu in juga akan memberikan informasi hambatan-hambatan apa saja yang menghalangi pelaksanaan suatu ide hukum dan dengan demikian akan sangat berjasa guna menghindari dan mengatasi hambatan-hambatan diatas.

METODE PENDEKATAN DAN FUNGSI
SOSIOLOGI HUKUM
A.    Metode Pendekatan Sosiologi Hukum
Selain pendekatan yuridis normatif dalam pengkajian hukum tersebut, hukum juga masih mempunyai sisi yang lain, yaitu hukum dalam kenyataannya dalam kehidupan kemasyarakatan, Yang merupakan sebagai mana hukum itu diopersikan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, maka dalam hal mempelajari hal tersebut haarus keluar dari batasan-batasan peraturan hukum dan mengamati praktik-praktik dan/atau hukum sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang dalam masyarakat, dan ini lah yang disebut dfengan pendekatan yuridis.
Yuridis empiris atau yang biasa dikenal dengan sebutan sosiologi hukum merupakan suatu ilmu yang muncul dari perkembangan ilmu pengetahuan hukum dan dapat diketahui dengan mempelajari fenomena sosial fdalam masyarakat yang tampak aspek hukumnya. Oleh karenaitu adanya pengetahuan tersebut diharaapkan turut mengangkat derajat ilmiah dari pendidikan hukum. Pernyataan ini dikemukakan atas asumsi bahwa sosiologi hukum dapat memenuhi tuntutan ilmu pengetahuan modern untuk melakukan atau membuat: 1. Deskritif, 2. Penjelasan, 3. Pengungkapan, 4. Prediksi.
Kalau keempat hal diatas merupakan tuntutan ilmu pengetahuan hukum saat inii sebagai dampak “modernisasi” maka harus diakui dengan jujur bahwa pendidikan huukkm dalam kajian jurisprudance model: rule(normatif), logic,practical, dan decision yang bersifat terapan, tidak mampu memberikan pemahaman hukum yang utuh.
Sosiologi hukum bersama ilmu empirius lainnya akan menempatkan kembali kontruksi hukum yang abstrak kedalam strukrur sosial yang ada, sehinnga hukum menjadi lembga yang utuh dan relistis. Selain itu, sosiologi hukum bersama ilmu empiris lainnya niscahaya dapat memberikan sahamnya untuk memahami dan menjelaskan proses-proses hukum di Indonesia bila hukum itu dilihat dari struktur sosial masyarakatnya. Karena itu, pemahaman secara legistis-positivis dapat mengakibatkan kekakuan pemahaman terhadap hukum. Antropologi hukum misalnya, membantu mengembalikan hukum ke dalam konteksnya yang lebih utuh, yaitu sebagai bagian dari kehidupan subtansial. Pluraritas kehidupan di Indonesia akan memperoleh makna yang sebenarnya bila digunakan pendekatan dan pemahaman antrapologi. Uarain di atas menunjukkan  bahwa mesti diakui politik hukum nasional yang menekankan pada penyeragaman keadaan di Indonesia lebih bersifat “merusak” dari pada membangun suatu kehidupan yang sehat.
Pendidikan hukum yang bersifat sosiological modelyang bterdiri atas (1) sosial strukture, (2) behavior, (3) variable, (4)observer, (5) scientific, dan (6) explanationakakn menjadikan ili hukum itu responsif terhadap perkembangna dan perubahan dalam masyarakat. Karena itu suatu pemahaman dan pengkajian hukum dalam konteks sosial yang lebih besar merupakan suatu keharusan, sehingga hkum akan tampak menjadi controlsosial dalam masyarakat atau hukm ada karena adanya masyarakat dan bukan berarti masyarakat meninggalkan hukum yang dibuat olah wakil-wakilnya di dewan perwakilan rakyaat (DPR).
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar