Powered By Blogger

jam

_

assalammualaikum

semoga bermanfaat

Senin, 10 November 2014

PEMIMPIN ( IMAM DAN AMIR ) DALAM ISLAM



BAB I
Pendahuluan
            Saat ini islam masih terbelenggu dan terpokus didalam masjid saja. Oleh karna itu, kita dituntut untuk melepaskan islam dari belenggu tersebut dan berupaya untuk bisa mengembangkannya dan berlaku secara universal.
            Upaya untuk melepaskan islam yang terbelenggu didalam masjid harus dilakukan secara kolektif. Gerakan kolektifitas ini harus beranjak dari sebuah ikatan yang bersifat universal, diatas ikatan sukuisme, nasionalisme, dan patriotism.
            Pembelenguan islam ini merupakan permainan politik Negara yang melibatkan kekuatan besar sejak beberapa abad yang lalu. Ironinya, upaya ini justeru memanfaatkan sarana-sarana informasi, para sekuler, dan para ulama.dan berpengaruh sangnaat luar biasa. Oleh sebab itu upaya ini harus dilakukakn oleh seluruh kelompok dan elemen umat islam, yang terdiri dari berbagai bangsa, suku, dan mempunyai haluan politik.
            Karena sesungguhnya pada dasarnya islam adalah politik,dan para pemuka agama pada dasarnya adalah politikus. Kondisi umat islam pada saat ini membutuhkan perubahan yang cepat, perubahan ini dimualai dengan kembali kepada politik islam, gerakan islam harus meliputi seluruh umat islam, tidak hanya terpokus kepada tempat atau suku bangsa tertentu gerakan ini harus membasmi dan memerangi gerakan sukuisme demi persatuan umat islam [1]


BAB II
Pembahasan
1.      Imam
A.     Pengertian.
            Menurut etimologi kata imama diambil dari bahasa arab dari kata amama yang masdarnya imama yang berarti yang didepankan, maju kemuka (taqaddum), menuju kejurusan tertentu  (al-Qashdu ila jihatin mu’aiyyanatin), hudayah, irsyad, qiyada (kapemimpinan), ah-liyah (kemampuan), dan kecakapan untuk dijadikan ikutan teladan. Orang Arab memakai nama imam untuk petunjuk jalan, atau orang yang menjadi guide bagi kafilah, atau nama bagi unta yang berjalan dimuka.[2]
            Menurut terminologi imam adalah “seorang yang memengang jabatan umum dalam urusan agama dan dunia sekaligu.”penyetaraan kata imam dan kata khalifah karena disejajarkan dengan kedudukan seorang imam shalat jamaah dalam hal kepemimpinan yang harus diikuti .sebagaimana halnya sebutan khalifah, muncul dari punngsinya menggantikan kepemimpinan rasul bagi umat.[3]
            Imam berasal dari kata amma , yang berarti menjadi ikutan . Kata imam berarti pemimpin atau contoh yang harus diikuti. Secara istilah , imam adalah seseorang yang memegang jabatan umum dalam urusan agama dan dunia sekaligus. Istilah imam lebih populer di kalangan umat Islam Syi’ah . Di kalangan syi’ah, imam ialah shahibul haq al-syar’i , yang dalam UU modern disebut de jure baik yg langsung memerintah atau tidak. Al-Mawardi mendefinisikan imamah
 الدين وسياسة الدنيا الإمامة موضوعة لخلافة النبوة في حراسة
            Imamah adalah suatu kedudukan/ jabatan yang diadakan untuk mengganti tugas kenabian didalam memelihara agama dan mengen-dalikan dunia. Al-Mawardi menyebut 2 hak imam, yaitu hak untuk ditaati dan hak untuk dibantu. Kedudukan imam sama dengan khalifah, yaitu pengganti Rasul sebagai pemelihara agama dan penanggung jawab urusan umat. Imamah dalam Alquran diulang 7 kali, dengan beragam arti, yaitu :
·         Kepemimpinan
o    (Al-Baqarah:124) 
dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji[4] Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku".[5] Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim". 
o    Al-Furqan: 74
dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.

o    Al-Isra’ : 71).
(ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan Barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya Maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.

            Namun hanya ada 2 ayat yang mengkaji masalah politik , yaitu Al-Baqarah:124 dan Al-Furqan: 74. Menurut Ali Syariati : Imamah merupakan doktrin keagamaan yang mesti diterima dan diimani oleh semua orang. Imamah bukan saja pengelola dan pemelihara masyarakat dalam bentuk yang mandeg, tanggung jawab imamah paling utama dalam bentuk politik.
            Dapat kita perhatikan dari ayat-ayat al-Quran[6] hal-hal yang dibawa ini :
            Pertama: Kalimat imam di kebanyakan ayat dipakai untuk menunjukan kepada bimbingan kearah kebijakan. Dalam pada itu dipakai pula untuk kejahatan, sebagai pada surat al-Qashash/28:4, dan at-Taubah/9:12. Oleh karena itu inilah pengarang kitab Lisanul Arab menyatakan:
Imiam, ialah segala orang yang diikuti oleh sesuatu kaum,baik kaum itu berada di jalan yang benar ataupun di jalan yang sesat.
Dalam pada itu Fakhuruddin ar- Razi di dalam tafsirnya membedakan antara dua urusan itu. Beliau berkata: ‘’kalimat ini jika di-ithlaq-kan sendirinya, dia hanya memefaedah makna: jahatan, niscahaya diberi keterangan untiuk itu’’. Demi, cendrung kepada pendapat ini.

            Kedua: kalimat imam telah dipakai oleh al-Quran menjadi sifat bagi nabi-nabi:ibrahim,  ishaq,Ya’kup, dan sebagai sifat bagi orang-orang yang takwa. Maka dapatlah kita petik dari yang demikian, bahwasanya imama mengandung isyarat kepada tata-aturan yang tertentu, yaitu tata aturan kenabian, atau yang sepertinya, yaitu: tiap-tiap aturan yang bersendiakan kepada keharusan beramal sesuai dengan undang-undang agama. Maka apabila kita katakana ‘’tata-aturan islam’’, sedang dia tidak lain dari jenis tata-aturan ini dan sesuai dengan jiwanya, dapatlah kita pergunakan imam kepada orang yang mengendalikan.

            Didalam hadits pun imam itu ada yang baik dan ada yang buruk, dan imam yang baik adalah imam yang mencintai dan mendo’akan rakyatnya, serata dicintai dan dido’akan oleh rakyatnya, sedangkan imam yang buruk adalah imam yang membenci rakyatnya dan dibenci serta dilaknat rakyatnya.
عن عو ف بن ما ل :خيا ر ا ئمتكم الذ ين تحبو نهم و يحبو نكم ويصلو ن عليكم وتصلو ن عليهم , وشر ا ئر أئمتكم الذ ين تبغضو نهم ويبغضو نكم تلعنو نهم ويلعنو نكم (ر و ا ه مسلم)
            Oleh karena itu, imam itu orang yang diikuti oleh suatu kaum. Kata imam lebih banyak digunakan, untuk oaring yan membawa kepada kebaikan. Disamping itu kata-kata imam sering dikaitkan dengan shalat, biasanya kata imam hanya digunakan untuk menyebut seseorang yang memimpin didalam bidang agama.[7]       
            Adapun kata-kata imama dita’rifkan oleh al-Mawardi dengan:
ا لإ ما مة مو عة لخلا فة النبوة فى حر اسة الد ين وسيا سة الد نيا
‘’imama adalah suatu keadaaan/jabatan yang diadakan untuk menganti tugas kanabian di dalam tmemelihara agama dan mengendalikan dunia.[8]
B.     Syarat-Syarat menjadi Imam.
1.      Islam
            Imam islam politik disyaratkan untuk memahami sekaligus malaksanakan makna dari ayat :
  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.”(Q.S. al maidah 51)
            Dalam ayat lain
لا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ
            Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan   meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari       pertolongan Allah(Q.S. ali imran;28)
            Jadi imam tidak ada sangkut pautnya dengan timur, barat, yahudi didalam pandangan islam. Kemerdekaan politiik senantiasa masih kurang selama kaum muslimin bergantung pada orang-orang non muslim didalam persenjataan, perekonomian, kebudayaan. Kebebasan tidak akan pernah ada meskipun kebebasan berdemokrasi telah terwujud sepenuhnya, baik dimedia masa maupun di parlemen selama pemikiran islam dan pelaksanaan hokum-hukum islam tidak terealisasi.
            Kemajuanpun hanya berupa slogan saja tanpa subtansi, atau bahkan mungkin bisa dikatakan sebagai sebuah kemunduran jika cita-cita dan syarat islam bagi seorang imam belum ditarapkan
2.      Seorang imam harus berasal dari laki-laki,
 الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)(Q.S.annisa’;34)
3.      Berilmu
            Seoarang imam diwajibkan berilmu, bukan hanya sebatas ilmu tentang islam saja, akan tetapi juga ilmu tentang ilmu-ilmu kontenporer. Hal yang terpenting diantara ilmu-ilmu tersebut adalah dia harus mempunyai perhatian dan kepedulian yang besar tehadap sejarah dan; perjalanannya, serta memiliki potensi dalam internasional. Dan dia harus mempunyai pengamatan yang cerdik terhadap dimensi keadaan dunia secara universal dan mampu memprediksi masa  depan berdasarkan sejarah masa lampau.serta seorang imam harus memiliki intuisi politik, visi dan misi yang jelas dan obsesi yang dapat direalisasikan.
            Ilmu yang hanya bertaklid kepada orang –orang yang berilmu juga tidak cukup bagi seorang imam. Akan tetapi dia juga harus menjadi seorang mujtahid yang akan member nuansa baru terhadap ilmu politik dan memecahkan masalah-masalah kontenporer. Karena seorang imam selalu berada di depan, sebagai pedoman dan yang bertanggung jawab terhadap masyarakatnya (yang dipimpinnya)
4.       Adil
            Yaitu sesuatu yang tidak dapat ditawar lagi, karena dari sinilah langkah awal dari terciptanya kepemimpinan yang sebenarnya, dari keadilan terciptalah hak-hak asasi manusia, demokrasi penguasa untuk rakyat, lahir pula keadilan social, undang-undang, serta ilmu pengetahuan yang tinggi. Dan dari keadilan itupulalah munculnya hukum halal, haram, pahala, dan hukuman. Keadilan adalah sumber kehidupan bagi politik, ia menghidupkan segala sesuatu.[9]
C.     Hak dan Kewajiban Bagi Imam
a.       Hak-hak imam
            Dalam menjalankan kepemimpinannya seorang imam juga memiliki hak-hak perogatif yaitu hak untuk ditaati dan hak untuk di bantu, serta hak untuk mendapatkan imbalan berupa harta dari baitul mal untuk keperluan hidupnya, dan keluarganya secara patut sesuai dengan kedudukannya sebagai imam.
            Hak yang ketiga ini pada masa abubakar,diceritakan bahwa 6 bulan setelah diangkat menjadi khalifah, abu bakar masih pergi kepasar untuk berdagang dan dari hasil dagangannya itu lah untuk memenuhi kebutuhan dia dan keluarganya. Kemudian sahabat bermusyawarah, karena tidak mungkin seorang imam yang memikul tanggung jawab yang besar dan tugas yang banyak harus berdagan untuk memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan keluarganya. Maka akhirnya diberi gaji 6000 dirham setahun[10]
Hak-hak imam erat sekali hubungannya dengan kewajiban rakyat. Hak untuk ditaati dan dibantu merupakan kewajiban rakyat terhadap pemimpinnya.dalam alquran dijelaskan terdapat pada surat annisa’ ayat 59 dan dalam hadist yang berbunyi
على المرء المسلم السع والطاعة فيما احب اوكرء ما لم يؤمر بمعصية فان امر بمعصية فلا سمع ولا طاعة (متفق عليه)
Wajib bagi setiap muslim untuk mendengar dan taat kepada pemimpinnya baik dia senang maupun tidak selama pemimpin itu tidak menyuru melakukan maaksiat. Apabila dia memerintahkan untuk melakukan berbuat maksiat maka tidak perlu unatuk mendengarkan dan memtaatinya
b.      Kewajinan-kewajiban imam
Hak akan datang apabila kewajiban itu sudah terpanuhi dan terlaksana dengan baik. Banyak ulama-ulama besar merumuskan tentang apasaja yang menjadi kewajiban dari seorang imam akan tetrapi Apabila ditinjau dari maqasidu syari’ah maka kewajiban dari imam tidak akan terlepas dari
1.      Yang dharuri yang meliputi hifdh al-din, hifdh an-nafs, hifdh al-mal, hifdh ummah, dalam arti yang universal
2.      Yang mengarah kepada kemudahan-kemudahan dalam menjalankan tugas.
3.      Yang mengarah kepada terpeliharanya rasa keindahan dan seni dalam batas-batas ajaran islam.
Secara garisbesar seorang imam harus menjaga dan melindungi hak-hak rakyat dan mewujudkan hak asasi manusia, seperti hak milik, hak hidup, hak mengemukakan pendapat dengan baik dan benar, dan lain-lain.
2.      Amir
A.    Pengertian
Kata amir berasal dari bahasa arab dari kata amara yang artinya urusan. Dalam kamus inggris diartikan dengan “orang yang memerintah, komandan, kepala dan raja,” Atas dasar makna-makna ini, amir difenisikan dengan “seorang penguasa yag melaksanakan urusan.” Bentuk jamaknya (pural) adalam umara’ (para penguasa, para pemimpin, para komandan). Kata amir tidak digunakan oleh al-Quran, yang ada ulil amri. Dalam kamus diberi arti “para pemimpin dan ahli pengetahuan.” Tapi dalam teks-teks hadist Nabi banyak mengunakan kata amir. Bentuk amir kurang lebih 40 kali, dan bentuk umara kurang lebih 24 kali.[11]  Hadist-hadist dimaksud menggambarkan pentingnya peranan pemimpin dalam kehidupan masyarakat, dan pemimpin harus benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyatnya.
            Imarah, Ahlul Halli Wal ‘Aqdi, Bai’at Imarah merupakan mashdar dari amira , yang berarti keamiraan atau pemerintahan. Kata Amir bermakna pemimpin. Istilah amir di masa Rasul dan Khulafaurrasyidin digunakan sebagai gelar bagi penguasa daerah atau gubernur, juga sebagai komandan militer (amir al-jaisy), serta bagi jabatan2 penting, seperti Amirul Mukminin, Amirul Muslimin, Amir al-Umara’. Kata amir tidak ditemukan dalam Quran. Ada kata ulil amri yang ditafsirkan dengan kepala negara, pemerintah, ulama, bahkan bagi orang syi’ah adalah imam2 mereka yg ma’shum. Makna ulil amri dari sisi siyasah dusturiyah sebenarnya adalah ahlul halli wal’aqdi . Gelar Amirul Mukminin disematkan pertama kali kepada khalifah Umar bin Al-Khattab.
B.     Penggunaan Istilah Amir
            Secara resmi penggunaan kata amir yang bearti”pemimpin kominitas muslim” muncul dalam di pertemuan Balai Saqifah Bani Sa’idah.pertemuan antara kaum Ansar dan Mujahirin untuk memusyawarakan pemimpin umat islam menganti Nabi setelah beliau wafat. Ketika dua golongan itu berdebat, kaum Ansar berkata:”dari kami seorang amir (pemimpin) dan dari kamu seorang amir.”pihak Muhajirin menjawab:”kami adalah umara’ dan kamu sebagai wuzara’(para mentri, pembantu).” Akhirnya mereka sepakat memilih Abu Bakar. Namun demikian ia tidak digelari amir, melainkan Khalifah Rasul. Gelar amir al-mu’minin  yang setingkat dengan khalifah digunakan oleh Umar bin Khattab Khalifah kedua Khulafah’ al- Rasyidin. Dalam bukunya, Al-Muqaddimah, Ibnu Khaldun menjelaskan sebab pemberian nama ini. Ia menulis, “Itu adalah bagian dari ciri khas kekhalifahan dan itu diciptakan sejak masa para khalifah. Mereka telah menamakan para pemimpin delegasi dengan nama amir; yaitu wazan (bentuk kata) fa’il dari imarah. Para sahabat pun memanggil Sa’ad ibn Abi Waqqash dengan Amîr Al-Mu’minîn karena ia memimpin tentara Islam dalam Perang Qadisiyyah. Pada waktu itu, sebagian sahabat memanggil Umar ibn Khathtab dengan sebutan yang sama juga:Amîr Al-Mu’minîn.
            Ubadillh al-Mahdi, pendiri Dinasti fathimiyah di Mesir, yang juga menyebut dirinya sebagai amir al-mu’minin disampaing khalifah al-Muslimin dan imam al-Millat. Penggunan gelar ini di duga sebagai upaya untuk merebut simpati masyarakat Mesir yang minoritas sunni.
            Pada masa pemerintahan islam, masa Rasul Khulafah al- Rasyidin, penguasa daerah disebut amil(pekerja, pemerintah, gubernur) sinonim dengan amir. Selama pemerintaha islam di Madinah, para komandan militer,komanda devisi militer disebut amir, yaitu amir al-jaisy atau amir al-jund. Para gubernur pada mulanya adalah para jendral yang menaklukkan daerah juga disebut amir.
            Tugas utama amir pada mulanya sebagi penguasa daerah adalah pengelolah administtrasi pollitk. pengumpulan pajak. sebagai pemimpin agama. dan kemudian pada pasca Rasul tugasnya bertambah meliputi memimpin ekspedisi-ekspedisi militer, menandatangani perjanjian damai, memelihara keamanan daerah taklukan islam, membangun mesjid, imam shalat dan khatib dalam shalat jum’at, serta mengurus administrasi pengadilan dan ia bertanggung jawab kepada khalifah Madinah.
            Pada masa Dinasti Umayyah gelar amir hanya digunakan untuk penguasa dareah propinsi yang juga disebut wali(hakim,penguasa, pemerintah).tugasnya mulai dibedakan dan didampingi beberapa pajabat yang ia angkat. Dalam melaksanakan tugas ia didampingi oleh seorang katib(sektaris) atau lebih, seorang hajib(pengawal), shahib al- kharaj (pejabat pendapatan), pejabat kepolisian, kepala keagaman dan hakim.
            Pada masa dinasti abbasiyah, penguasa daerah atau gubernur juga disebut amir. Umumnya pada masa ini tugas amir mengelolah pajak, mengelolah admistrasi sipil dan keuangan. Dia didampingi oleh seorang pejabat keungan yang disebut dengan amil.
            Pada masa ini banyak dari amir yang membatasi hubungan dengan pemerintah pusat ;khalifah. Bahkan beberapa amir/gubernur mendirikan dinasti dinasti kecil yang berdaulat seperti dinasti aghlabid, tahiri, ikhsyid, tulun, samaniyah, dan hamdaniyah. Amir al-umara’ adalah gelar bagi panglima tertinggi angkatan perang dinasti abbasiyah.
            Pada masa pemerintahan saljuk, ayubiyah dan mamluk, para pejabat militer disebut amir. Dan dinasti umaiyah di spanyol para khalifahnya hingga masa abd rahman al-nashir juga disebut amir, yang title setara dengan khalifah (presiden). Para gubernurnya tidak disebut dengan amir tapi ‘amil.[12]
C.     Pengangkatan Konsep kepemimpinan
                Berasal dari kata pimpin yang berarti “tuntun” dan “bimbing”,jadi pemimpin adalah penuntun dan pembimbing, dalam islam nabi menggunakan kan kata ra’in yang berarti pemimpin. Beliau brekata,’’ kullukum ra’in, wa kullu ra’in mas-ulun ‘an ra’iyyatih. ‘’setiap kamu adalh pepeimpin, dan sitap pemimpin  akan dimintai pertanggung jawaban kepemimpinanya di kemudian hari.
            Sangat menarik untuk dicermati kenapa nabi menggunakan kata ra’in yang berarti gembala untuk pemimpin, dan bukan kata said dan na’is yang arti harfiayahnya lebih dekat dengan arti pemeimpin itu sendiri. Ada perbedaan mendasar antara arti ra’in, said dan atau ra’is. Ra’in berarti pengembala. Disini, seorang pemimpein berfungsi sebagai pelayan, pembimbing, penuntun, dan sekaligus pelindung. Sebagi pelayan, pemimpein dalah khadim atau abadi yang senantiasa mendahuluakan hak-hak kepentingan rakyatnya dibandingkan kepentingan pribadi maupun golongan. Sebagi pemimpin atau penuntun, pemimpin adalah penunjukan jalan yang senantiasa  ada bersama masyarakatnya untuk mencerdaskan mereka, dan menjauhkan mereka dari kebodohan dan keterbelakangan.[13] 
            Salah satu lembaga yang bertugas melakukan pengangkatan pemimpin adalah Ahlul Halli wal ‘Aqdi diartikan dengan orang2 yg mempunyai wewenang untuk melonggarkan dan mengikat. Tugasnya memilih khalifah, imam, kepala negara secara langsung. Lembaga ini merupakan suatu lembaga pemilih, atau dari segi fungsinya sama dengan MPR dulu. Menurut Al-Mawardi, Ahlul halli wal ’aqdi disebut juga Ahlul Ikhtiyar , yaitu golongan yang berhak memilih. Dasar istilah ini adalah pada sistem pemilihan 4 khalifah pertama yg dilaksanakan oleh para tokoh sahabat yg mewakili 2 golongan Anshar dan Muhajirin. Bai’at (mubaya’ah): pengakuan mematuhi dan menaati imam yang dilakukan oleh ahlul halli wal ‘aqdi dan dilaksanakan sesudah permusyawaratan.
Lebih Lanjut Mengenai Bai’at Informasi dari al-Quran yg berkaitan dengan bai’at ada dalam
·         surat al-Fath: 10,
bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah.[14] tangan Allah di atas tangan mereka,[15] Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar.
·           al-Taubah: 111,
                 Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.
·         surat al-Mumtahanah: 12
             Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk Mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat Dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka[16] dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, Maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
            Dalam sejarah ada Bai’at ‘Aqabah 1 tahun 621 M di bukit ‘aqabah. Bai’at (janji setia) ini antara Nabi dengan 12 orang suku Khazraj dan Aus dari Yatsrib (Madinah) yang membai’at kepada Nabi untuk tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri, berzina, membunuh anak2, menuduh dengan tuduhan palsu, tidak mendurhakai Nabi didalam kebaikan. Bai’at ‘Aqabah II pada tahun 622 M. antara Nabi dengan 75 orang Yatsrib (2 diantaranya wanita), disebut juga bai’at kubra . Mereka berbai’at untuk taat dan selalu mengikuti Nabi baik pada waktu kesulitan maupun dalam kemudahan, tetap berbicara benar, tidak takut celaan orang didalam membela kalimah Allah. Bai’at pertama terhadap khalifah terjadi di Tsaqifah balai pertemuan Bani Sa’idah, Madinah. Dalam pertemuan antara sekelompok Ansar dan Muhajirin itu, Abu Bakar berkata: “Saya nasihatkan kalian untuk membai’at salah seorang, yaitu Abu Ubaidah bin Jarrah atau Umar bin Khattab”. Kemudian Umar berkata “Demi Allah, akan terjadikah itu? Padahal Abu Bakar lah yang paling berhak memegang jabatan ini, beliau lebih dulu jadi sahabat Rasul, beliau Muhajirin yang paling utama, pengganti Rasul dalam imam shalat…ulurkan tangan! saya bai’at Abu Bakar”. Ketika Utsman bin Affan diangkat jadi khalifah, yang mula2 membai’at adalah Abdurrahman bin Auf yang diikuti oleh jama’ah.      
Istilah amir digunakan untuk gelar bagi jabatan-jabatan penting yang bervariasi dalam sejarah pemerintahan islam pemerintahan islam dengan sebutan yang beragam. Seperti amir al-mu’minin, amir al-muslimin, amir al-umara’ dan amir saja. Karena itu bisa digunakan untuk gelar untuk pemerintahan di daerah dan gelar penguasa militer.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Imam dan amir merupakan dua kata yang digunakan untuk menyatakan pemimpin atau pemengang tampuk kekuasaan uang memegang jabatan umum dalam urusan agama dan urusan dunia sekaligus, imam diambil dari kata amama yang artinya “depan” dengan masdar imaraoh yang berarti “yang didepankan”sedangkan amir berasal dari kata amaro yang artinya “urusan” dengan masdarnya imaroh yang berarti “yang mengurusi”, Secara harfiah, imam adalah seorang pemimpin.Imâm berarti orang yang diikuti, baik sebagai kepala, jalan, atau sesuatu yang membuat lurus dan memperbaiki perkara. Selain itu, ia juga bisa berarti Al-Qur’an, Nabi Muhammad, khalifah, panglima tentara, dan sebagainya. Dengan demikian, jelaslah bahwa kata imâm memiliki banyak makna. Yaitu, bisa bermakna: maju ke depan, petunjuk dan bimbingan, kepantasan seseorang menjadi uswah hasanah, dan kepemimpinan.
            Kata imâm banyak disebutkan dalam Al-Qur’an. Misalnya; “(Ingatlah) pada suatu hari (yang pada hari itu) kami memanggil setiap umat dengan pemimpinnya” (Al-Isrâ’: 71); “dan sebelum Al-Qur’an itu telah ada Kitab Musa sebagai imam (pedoman) dan rahmat?” (Hûd: 17); “dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqân: 74); “Dan (ingatlah) tatkala Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku ingin menjadikan kami imam (pemimpin) bagi seluruh manusia ” (Al-Baqarah: 124); “Dan kami telah memberikan kepadanya (Ibrahim) Ishaq dan Ya’qub sebagai suatu anugerah (dari Kami) dan masing-masing Kami jadikan orang-orang saleh. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan Kami telah wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan salat, menunaikan zakat ” (Al-Anbiyâ’: 72-73); “Dan Kami ingin memberikan karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang yang mewarisi (bumi)” (Al-Qashash: 5); “dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka, dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong.” (Al-Qashash: 41); dan “maka perangilah pemimpin-pemimpin orang kafir, karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar mereka berhenti.” (Al-Tawbah: 12)
            Dari ayat-ayat Al-Qur’an di atas, kita bisa memetik dua pengertian dari makna imâm, yaitu:             Kata imâm tersebut yang sebagian besar digunakan dalam Al-Qur’an membuktikan adanya indikasi yang bermakna “kebaikan”. Pada sisi lain; pada dua ayat terakhir di atas, bahwa kata imâm menunjukkan makna jahat. Karena itu, imâm berarti seorang pemimpin yang diangkat oleh beberapa orang dalam suatu kaum. Pengangkatan imâm tersebut mengabaikan dan tidak memperdulikan, apakah ia akhirnya akan berjalan ke arah yang lurus atau arah yang sesat.
                        Sedangkan Amîr. Gelar ini diberikan kepada khalifah kedua: Umar ibn Khathtab setelah menggantikan Khalifah Abu Bakar yang wafat. Dalam bukunya, Al-Muqaddimah, Ibnu Khaldun menjelaskan sebab pemberian nama ini. Ia menulis, “Itu adalah bagian dari ciri khas kekhalifahan dan itu diciptakan sejak masa para khalifah. Mereka telah menamakan para pemimpin delegasi dengan nama amir; yaitu wazan (bentuk kata) fa’il dari imarah. Para sahabat pun memanggil Sa’ad ibn Abi Waqqash dengan Amîr Al-Mu’minîn karena ia memimpin tentara Islam dalam Perang Qadisiyyah. Pada waktu itu, sebagian sahabat memanggil Umar ibn Khathtab dengan sebutan yang sama juga:Amîr Al-Mu’minîn.
            Pada masa bani umaiyah dan abbasiyah amir merupakan gelar yang diberikan kepada pemerintah daerah (gubernur), sedangkan pada masa pemerintahan saljuk, ayubiyah, mamluka, gelar amir tujukan kepada pemerintah militer saja.
            Saran
            Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini banyak memiliki kekurangan dan jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu kami berharap sekali kepada pembaca untuk memberikan kritik dan sarannya dalam penyempurnaan makalah ini serta makalah in bisa bermanfaat terutama bagi penulis pribadi dan bagi masyarakat umum dalam memahami dan merumuskan apa sebenarnya imam dan amir yang kami ajukan ini.


DAFTAR PUSTAKA
Dr. Fahmi Asyannawi Fiqih Politik (terjemahan ) Pustaka Setia,Bandung, 2006
Prof. Dr. T.m. Hasbi Ash Shiddieqy. Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1991
Ahmad Gunaryo, Pergumulan Politik dan Hokum Islam, Pustaka Pelajar, Semarang, 2006
Dr. Suyuthi Pulungan,MA Fiqih Siyasah Rajagrapindo,Jakarta, 2002
Prof.H.A.Djazuli, MA Fiqih Siyasah, Prenada Media, Bandung, 2003
Alquran Terjemahan PT Toha Putra
Dr.Sudirman M. Johan MA, Politik Keagamaan dalam Islam Susqa Press, Pekanbaru, 1995
Prof, Dr, H, alaiddin Koto, MA, islam indonesia dan kepemimpinan nasional, ciputat : ciputat press, 2009



[1] Dr. fahmi asyannawi FIQIH POLITIK (terjemahan ) pustaka setia,Bandung, 2006 hlm 9
[2]  Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy. Ilmu kenegaraan dalam Fiqih Islam, hlm 26
[3] Dr. suyuthi pulungan,MA fiqih siyasah rajagrapindo,Jakarta, 2002 hlm 59
[4] Lihat tafsir alquran terjemahan -- Ujian terhadap Nabi Ibrahim a.s. diantaranya: membangun Ka'bah, membersihkan ka'bah dari kemusyrikan, mengorbankan anaknya Ismail, menghadapi raja Namrudz dan lain-lain.
[5] Lihat tafsir alquran terjemahan -- Allah telah mengabulkan doa Nabi Ibrahim a.s., karena banyak di antara Rasul-rasul itu adalah keturunan Nabi Ibrahim a.s.
[6] Baca: surat al-Isra/17:17; Hud/11:17; al-Hijr/15:79; al- Furqan/25:74; al-Baqarah/2:124; al- Anbiyaa’/21:72-73; al-Qashash/28:5,41; dan at-Taubah/9:12.
[7] Prof.h.a.djazuli, MA fiqih siyasah, prenada media, bandung, 2003 hlm. 87
[8]Ibid.3 ( Abu Hasan al- Mawardi, Al-Ahkam  Asulthaniayah wal  Wilayatuh al-Dinnniyah, Mustafa Al-Asabil Habibi, Mesir, Cetakan III, hlm.5.)
[9] Dr.fahmi asy-syannawi fiqih politik, pustaka setia, bandung, 2006 hlm.411
[10] Ibid 3 hlm 94
ibid 2 hlm 63.
[12] Op cit  3 hlm 65
[13] Prof, Dr, H, alaiddin Koto, MA, islam indonesia dan kepemimpinan nasional, (ciputat : ciputat press, 2009). H, 4
[14] Lihat Tafsir alquran terjemahan ---  Pada bulan Zulkaidah tahun keenam Hijriyyah Nabi Muhammad s.a.w. beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan 'umrah dan melihat keluarga-keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan. Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin. mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman telah dibunuh. karena itu Nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan bai'ah (janji setia) kepada beliau. merekapun Mengadakan janji setia kepada Nabi dan mereka akan memerangi kamu Quraisy bersama Nabi sampai kemenangan tercapai. Perjanjian setia ini telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat ini, karena itu disebut Bai'atur Ridwan. Bai'atur Ridwan ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk Mengadakan Perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian ini terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah.
[15] Lihat Tafsir alquran terjemahan ---  Orang yang berjanji setia biasanya berjabatan tangan. Caranya berjanji setia dengan Rasul ialah meletakkan tangan Rasul di atas tangan orang yang berjanji itu. Jadi maksud tangan Allah di atas mereka ialah untuk menyatakan bahwa berjanji dengan Rasulullah sama dengan berjanji dengan Allah. Jadi seakan-akan Allah di atas tangan orang-orang yang berjanji itu. hendaklah diperhatikan bahwa Allah Maha suci dari segala sifat-sifat yang menyerupai makhluknya
[16] Lihat Tafsir alquran terjemahan ---  Perbuatan yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka itu Maksudnya ialah Mengadakan pengakuan-pengakuan palsu mengenai hubungan antara pria dan wanita seperti tuduhan berzina, tuduhan bahwa anak si Fulan bukan anak suaminya dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar