BAB I
Pendahuluan
Saat ini islam
masih terbelenggu dan terpokus didalam masjid saja. Oleh karna itu, kita
dituntut untuk melepaskan islam dari belenggu tersebut dan berupaya untuk bisa
mengembangkannya dan berlaku secara universal.
Upaya untuk melepaskan
islam yang terbelenggu didalam masjid harus dilakukan secara kolektif. Gerakan
kolektifitas ini harus beranjak dari sebuah ikatan yang bersifat universal,
diatas ikatan sukuisme, nasionalisme, dan patriotism.
Pembelenguan islam
ini merupakan permainan politik Negara yang melibatkan kekuatan besar sejak
beberapa abad yang lalu. Ironinya, upaya ini justeru memanfaatkan sarana-sarana
informasi, para sekuler, dan para ulama.dan berpengaruh sangnaat luar biasa.
Oleh sebab itu upaya ini harus dilakukakn oleh seluruh kelompok dan elemen umat
islam, yang terdiri dari berbagai bangsa, suku, dan mempunyai haluan politik.
Karena
sesungguhnya pada dasarnya islam adalah politik,dan para pemuka agama pada
dasarnya adalah politikus. Kondisi umat islam pada saat ini membutuhkan
perubahan yang cepat, perubahan ini dimualai dengan kembali kepada politik
islam, gerakan islam harus meliputi seluruh umat islam, tidak hanya terpokus
kepada tempat atau suku bangsa tertentu gerakan ini harus membasmi dan
memerangi gerakan sukuisme demi persatuan umat islam [1]
BAB II
Pembahasan
1.
Imam
A.
Pengertian.
Menurut etimologi
kata imama diambil dari bahasa arab dari kata amama yang masdarnya imama
yang berarti yang didepankan, maju kemuka (taqaddum), menuju kejurusan
tertentu (al-Qashdu ila jihatin
mu’aiyyanatin), hudayah, irsyad, qiyada (kapemimpinan), ah-liyah (kemampuan),
dan kecakapan untuk dijadikan ikutan teladan. Orang Arab memakai nama imam
untuk petunjuk jalan, atau orang yang menjadi guide bagi kafilah, atau
nama bagi unta yang berjalan dimuka.[2]
Menurut terminologi
imam adalah “seorang yang memengang jabatan umum dalam urusan agama dan dunia
sekaligu.”penyetaraan kata imam dan kata khalifah karena disejajarkan dengan
kedudukan seorang imam shalat jamaah dalam hal kepemimpinan yang harus diikuti
.sebagaimana halnya sebutan khalifah, muncul dari punngsinya menggantikan
kepemimpinan rasul bagi umat.[3]
Imam berasal dari
kata amma , yang berarti menjadi ikutan . Kata imam berarti pemimpin atau
contoh yang harus diikuti. Secara istilah , imam adalah seseorang yang memegang
jabatan umum dalam urusan agama dan dunia sekaligus. Istilah imam lebih populer
di kalangan umat Islam Syi’ah . Di kalangan syi’ah, imam ialah shahibul haq
al-syar’i , yang dalam UU modern disebut de jure baik yg langsung memerintah
atau tidak. Al-Mawardi mendefinisikan imamah
الدين وسياسة الدنيا الإمامة موضوعة لخلافة النبوة في
حراسة
Imamah adalah
suatu kedudukan/ jabatan yang diadakan untuk mengganti tugas kenabian didalam
memelihara agama dan mengen-dalikan dunia. Al-Mawardi menyebut 2 hak imam,
yaitu hak untuk ditaati dan hak untuk dibantu. Kedudukan imam sama dengan
khalifah, yaitu pengganti Rasul sebagai pemelihara agama dan penanggung jawab
urusan umat. Imamah dalam Alquran diulang 7 kali, dengan beragam arti, yaitu :
·
Kepemimpinan
o
(Al-Baqarah:124)
dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji[4]
Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim
menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam
bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari
keturunanku".[5]
Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang
zalim".
o
Al-Furqan: 74
dan orang orang
yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami
dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa.
o
Al-Isra’ : 71).
(ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat
dengan pemimpinnya; dan Barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan
kanannya Maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya
sedikitpun.
Namun hanya ada 2
ayat yang mengkaji masalah politik , yaitu Al-Baqarah:124 dan Al-Furqan: 74.
Menurut Ali Syariati : Imamah merupakan doktrin keagamaan yang mesti diterima
dan diimani oleh semua orang. Imamah bukan saja pengelola dan pemelihara
masyarakat dalam bentuk yang mandeg, tanggung jawab imamah paling utama dalam
bentuk politik.
Dapat kita
perhatikan dari ayat-ayat al-Quran[6]
hal-hal yang dibawa ini :
Pertama: Kalimat imam
di kebanyakan ayat dipakai untuk menunjukan kepada bimbingan kearah kebijakan.
Dalam pada itu dipakai pula untuk kejahatan, sebagai pada surat
al-Qashash/28:4, dan at-Taubah/9:12. Oleh karena itu inilah pengarang kitab
Lisanul Arab menyatakan:
Imiam, ialah segala orang yang diikuti oleh sesuatu kaum,baik kaum
itu berada di jalan yang benar ataupun di jalan yang sesat.
Dalam pada itu Fakhuruddin ar- Razi di dalam tafsirnya membedakan
antara dua urusan itu. Beliau berkata: ‘’kalimat ini jika di-ithlaq-kan
sendirinya, dia hanya memefaedah makna: jahatan, niscahaya diberi keterangan
untiuk itu’’. Demi, cendrung kepada pendapat ini.
Kedua: kalimat
imam telah dipakai oleh al-Quran menjadi sifat bagi nabi-nabi:ibrahim, ishaq,Ya’kup, dan sebagai sifat bagi
orang-orang yang takwa. Maka dapatlah kita petik dari yang demikian, bahwasanya
imama mengandung isyarat kepada tata-aturan yang tertentu, yaitu tata aturan
kenabian, atau yang sepertinya, yaitu: tiap-tiap aturan yang bersendiakan
kepada keharusan beramal sesuai dengan undang-undang agama. Maka apabila kita
katakana ‘’tata-aturan islam’’, sedang dia tidak lain dari jenis tata-aturan
ini dan sesuai dengan jiwanya, dapatlah kita pergunakan imam kepada orang yang
mengendalikan.
Didalam hadits pun
imam itu ada yang baik dan ada yang buruk, dan imam yang baik adalah imam yang
mencintai dan mendo’akan rakyatnya, serata dicintai dan dido’akan oleh
rakyatnya, sedangkan imam yang buruk adalah imam yang membenci rakyatnya dan
dibenci serta dilaknat rakyatnya.
عن عو ف بن ما ل :خيا ر ا ئمتكم الذ ين تحبو نهم و يحبو نكم ويصلو ن
عليكم وتصلو ن عليهم , وشر ا ئر أئمتكم الذ ين تبغضو نهم ويبغضو نكم تلعنو نهم
ويلعنو نكم (ر و ا ه مسلم)
Oleh karena itu, imam itu orang
yang diikuti oleh suatu kaum. Kata imam lebih banyak digunakan, untuk oaring
yan membawa kepada kebaikan. Disamping itu kata-kata imam sering dikaitkan dengan
shalat, biasanya kata imam hanya digunakan untuk menyebut seseorang yang
memimpin didalam bidang agama.[7]
Adapun kata-kata imama dita’rifkan
oleh al-Mawardi dengan:
ا لإ
ما مة مو عة لخلا فة النبوة فى حر اسة الد ين وسيا سة الد نيا
‘’imama adalah suatu keadaaan/jabatan yang diadakan untuk
menganti tugas kanabian di dalam tmemelihara agama dan mengendalikan dunia.[8]
B.
Syarat-Syarat menjadi Imam.
1. Islam
Imam islam politik disyaratkan untuk memahami sekaligus malaksanakan makna dari ayat :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ
مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.
Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.”(Q.S. al maidah 51)
Dalam ayat lain
لا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ
الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ
Janganlah
orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa
berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan
Allah(Q.S. ali imran;28)
Jadi imam tidak ada sangkut pautnya dengan timur, barat, yahudi
didalam pandangan islam. Kemerdekaan politiik senantiasa masih kurang selama
kaum muslimin bergantung pada orang-orang non muslim didalam persenjataan,
perekonomian, kebudayaan. Kebebasan tidak akan pernah ada meskipun kebebasan
berdemokrasi telah terwujud sepenuhnya, baik dimedia masa maupun di parlemen
selama pemikiran islam dan pelaksanaan hokum-hukum islam tidak terealisasi.
Kemajuanpun hanya berupa slogan saja
tanpa subtansi, atau bahkan mungkin bisa dikatakan sebagai sebuah kemunduran
jika cita-cita dan syarat islam bagi seorang imam belum ditarapkan
2. Seorang imam
harus berasal dari laki-laki,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ
بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum
wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita)(Q.S.annisa’;34)
3. Berilmu
Seoarang imam diwajibkan berilmu,
bukan hanya sebatas ilmu tentang islam saja, akan tetapi juga ilmu tentang
ilmu-ilmu kontenporer. Hal yang terpenting diantara ilmu-ilmu tersebut adalah
dia harus mempunyai perhatian dan kepedulian yang besar tehadap sejarah dan;
perjalanannya, serta memiliki potensi dalam internasional. Dan dia harus
mempunyai pengamatan yang cerdik terhadap dimensi keadaan dunia secara
universal dan mampu memprediksi masa
depan berdasarkan sejarah masa lampau.serta seorang imam harus memiliki
intuisi politik, visi dan misi yang jelas dan obsesi yang dapat direalisasikan.
Ilmu yang hanya bertaklid kepada
orang –orang yang berilmu juga tidak cukup bagi seorang imam. Akan tetapi dia
juga harus menjadi seorang mujtahid yang akan member nuansa baru terhadap ilmu
politik dan memecahkan masalah-masalah kontenporer. Karena seorang imam selalu
berada di depan, sebagai pedoman dan yang bertanggung jawab terhadap
masyarakatnya (yang dipimpinnya)
4. Adil
Yaitu sesuatu yang tidak
dapat ditawar lagi, karena dari sinilah langkah awal dari terciptanya
kepemimpinan yang sebenarnya, dari keadilan terciptalah hak-hak asasi manusia,
demokrasi penguasa untuk rakyat, lahir pula keadilan social, undang-undang,
serta ilmu pengetahuan yang tinggi. Dan
dari keadilan itupulalah munculnya hukum halal, haram, pahala, dan hukuman.
Keadilan adalah sumber kehidupan bagi politik, ia menghidupkan segala sesuatu.[9]
C.
Hak dan Kewajiban Bagi Imam
a.
Hak-hak imam
Dalam menjalankan kepemimpinannya
seorang imam juga memiliki hak-hak perogatif yaitu hak untuk ditaati dan hak
untuk di bantu, serta hak untuk mendapatkan imbalan berupa harta dari baitul
mal untuk keperluan hidupnya, dan keluarganya secara patut sesuai dengan
kedudukannya sebagai imam.
Hak yang ketiga ini pada masa
abubakar,diceritakan bahwa 6 bulan setelah diangkat menjadi khalifah, abu bakar
masih pergi kepasar untuk berdagang dan dari hasil dagangannya itu lah untuk
memenuhi kebutuhan dia dan keluarganya. Kemudian sahabat bermusyawarah, karena
tidak mungkin seorang imam yang memikul tanggung jawab yang besar dan tugas
yang banyak harus berdagan untuk memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan
keluarganya. Maka akhirnya diberi gaji 6000 dirham setahun[10]
Hak-hak
imam erat sekali hubungannya dengan kewajiban rakyat. Hak untuk ditaati dan
dibantu merupakan kewajiban rakyat terhadap pemimpinnya.dalam alquran
dijelaskan terdapat pada surat annisa’ ayat 59 dan dalam hadist yang berbunyi
على المرء المسلم السع والطاعة فيما احب اوكرء ما لم يؤمر بمعصية فان
امر بمعصية فلا سمع ولا طاعة (متفق عليه)
Wajib bagi setiap muslim untuk mendengar dan taat kepada
pemimpinnya baik dia senang maupun tidak selama pemimpin itu tidak menyuru
melakukan maaksiat. Apabila dia memerintahkan untuk melakukan berbuat maksiat
maka tidak perlu unatuk mendengarkan dan memtaatinya
b. Kewajinan-kewajiban imam
Hak akan datang apabila kewajiban itu sudah terpanuhi dan
terlaksana dengan baik. Banyak ulama-ulama besar merumuskan tentang apasaja
yang menjadi kewajiban dari seorang imam akan tetrapi Apabila ditinjau dari
maqasidu syari’ah maka kewajiban dari imam tidak akan terlepas dari
1. Yang dharuri yang meliputi hifdh al-din,
hifdh an-nafs, hifdh al-mal, hifdh ummah, dalam arti yang universal
2. Yang mengarah kepada kemudahan-kemudahan dalam
menjalankan tugas.
3. Yang mengarah kepada terpeliharanya rasa
keindahan dan seni dalam batas-batas ajaran islam.
Secara garisbesar seorang imam harus menjaga dan
melindungi hak-hak rakyat dan mewujudkan hak asasi manusia, seperti hak milik,
hak hidup, hak mengemukakan pendapat dengan baik dan benar, dan lain-lain.
2.
Amir
A.
Pengertian
Kata amir berasal dari bahasa arab dari kata amara yang artinya
urusan. Dalam kamus inggris diartikan dengan “orang yang memerintah, komandan,
kepala dan raja,” Atas dasar makna-makna ini, amir difenisikan dengan “seorang
penguasa yag melaksanakan urusan.” Bentuk jamaknya (pural) adalam umara’ (para
penguasa, para pemimpin, para komandan). Kata amir tidak digunakan oleh
al-Quran, yang ada ulil amri. Dalam kamus diberi arti “para pemimpin dan ahli
pengetahuan.” Tapi dalam teks-teks hadist Nabi banyak mengunakan kata amir.
Bentuk amir kurang lebih 40 kali, dan bentuk umara kurang lebih 24 kali.[11] Hadist-hadist dimaksud menggambarkan
pentingnya peranan pemimpin dalam kehidupan masyarakat, dan pemimpin harus
benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyatnya.
Imarah, Ahlul Halli Wal ‘Aqdi,
Bai’at Imarah merupakan mashdar dari amira , yang berarti keamiraan atau
pemerintahan. Kata Amir bermakna pemimpin. Istilah amir di masa Rasul dan
Khulafaurrasyidin digunakan sebagai gelar bagi penguasa daerah atau gubernur,
juga sebagai komandan militer (amir al-jaisy), serta bagi jabatan2 penting, seperti
Amirul Mukminin, Amirul Muslimin, Amir al-Umara’. Kata amir tidak ditemukan
dalam Quran. Ada kata ulil amri yang ditafsirkan dengan kepala negara,
pemerintah, ulama, bahkan bagi orang syi’ah adalah imam2 mereka yg ma’shum.
Makna ulil amri dari sisi siyasah dusturiyah sebenarnya adalah ahlul halli
wal’aqdi . Gelar Amirul Mukminin disematkan pertama kali kepada khalifah Umar
bin Al-Khattab.
B.
Penggunaan Istilah Amir
Secara resmi penggunaan kata amir
yang bearti”pemimpin kominitas muslim” muncul dalam di pertemuan Balai Saqifah
Bani Sa’idah.pertemuan antara kaum Ansar dan Mujahirin untuk memusyawarakan
pemimpin umat islam menganti Nabi setelah beliau wafat. Ketika dua golongan itu
berdebat, kaum Ansar berkata:”dari kami seorang amir (pemimpin) dan dari kamu
seorang amir.”pihak Muhajirin menjawab:”kami adalah umara’ dan kamu sebagai
wuzara’(para mentri, pembantu).” Akhirnya mereka sepakat memilih Abu Bakar.
Namun demikian ia tidak digelari amir, melainkan Khalifah Rasul. Gelar amir
al-mu’minin yang setingkat dengan
khalifah digunakan oleh Umar bin Khattab Khalifah kedua Khulafah’ al- Rasyidin. Dalam bukunya, Al-Muqaddimah, Ibnu Khaldun
menjelaskan sebab pemberian nama ini. Ia menulis, “Itu adalah bagian dari ciri
khas kekhalifahan dan itu diciptakan sejak masa para khalifah. Mereka telah
menamakan para pemimpin delegasi dengan nama amir; yaitu wazan (bentuk kata)
fa’il dari imarah. Para sahabat pun memanggil Sa’ad ibn Abi Waqqash dengan Amîr
Al-Mu’minîn karena ia memimpin tentara Islam dalam Perang Qadisiyyah. Pada
waktu itu, sebagian sahabat memanggil Umar ibn Khathtab dengan sebutan yang
sama juga:Amîr Al-Mu’minîn.
Ubadillh al-Mahdi, pendiri Dinasti fathimiyah di Mesir, yang juga menyebut dirinya sebagai amir al-mu’minin disampaing khalifah al-Muslimin dan imam al-Millat. Penggunan gelar ini di duga sebagai upaya untuk merebut simpati masyarakat Mesir yang minoritas sunni.
Ubadillh al-Mahdi, pendiri Dinasti fathimiyah di Mesir, yang juga menyebut dirinya sebagai amir al-mu’minin disampaing khalifah al-Muslimin dan imam al-Millat. Penggunan gelar ini di duga sebagai upaya untuk merebut simpati masyarakat Mesir yang minoritas sunni.
Pada masa pemerintahan islam, masa
Rasul Khulafah al- Rasyidin, penguasa daerah disebut amil(pekerja, pemerintah,
gubernur) sinonim dengan amir. Selama pemerintaha islam di Madinah, para
komandan militer,komanda devisi militer disebut amir, yaitu amir al-jaisy atau
amir al-jund. Para gubernur pada mulanya adalah para jendral yang menaklukkan
daerah juga disebut amir.
Tugas utama amir
pada mulanya sebagi penguasa daerah adalah pengelolah administtrasi pollitk.
pengumpulan pajak. sebagai pemimpin agama. dan kemudian pada pasca Rasul
tugasnya bertambah meliputi memimpin ekspedisi-ekspedisi militer,
menandatangani perjanjian damai, memelihara keamanan daerah taklukan islam, membangun
mesjid, imam shalat dan khatib dalam shalat jum’at, serta mengurus administrasi
pengadilan dan ia bertanggung jawab kepada khalifah Madinah.
Pada masa Dinasti Umayyah gelar amir
hanya digunakan untuk penguasa dareah propinsi yang juga disebut
wali(hakim,penguasa, pemerintah).tugasnya mulai dibedakan dan didampingi
beberapa pajabat yang ia angkat. Dalam melaksanakan tugas ia didampingi oleh
seorang katib(sektaris) atau lebih, seorang hajib(pengawal), shahib al- kharaj
(pejabat pendapatan), pejabat kepolisian, kepala keagaman dan hakim.
Pada masa dinasti abbasiyah,
penguasa daerah atau gubernur juga disebut amir. Umumnya pada masa ini tugas
amir mengelolah pajak, mengelolah admistrasi sipil dan keuangan. Dia didampingi
oleh seorang pejabat keungan yang disebut dengan amil.
Pada masa ini banyak dari amir yang
membatasi hubungan dengan pemerintah pusat ;khalifah. Bahkan beberapa
amir/gubernur mendirikan dinasti dinasti kecil yang berdaulat seperti dinasti
aghlabid, tahiri, ikhsyid, tulun, samaniyah, dan hamdaniyah. Amir al-umara’
adalah gelar bagi panglima tertinggi angkatan perang dinasti abbasiyah.
Pada masa pemerintahan saljuk,
ayubiyah dan mamluk, para pejabat militer disebut amir. Dan dinasti umaiyah di
spanyol para khalifahnya hingga masa abd rahman al-nashir juga disebut amir,
yang title setara dengan khalifah (presiden). Para gubernurnya tidak disebut
dengan amir tapi ‘amil.[12]
C.
Pengangkatan Konsep kepemimpinan
Berasal dari kata pimpin yang berarti “tuntun” dan “bimbing”,jadi
pemimpin adalah penuntun dan pembimbing, dalam islam nabi menggunakan kan kata
ra’in yang berarti pemimpin. Beliau brekata,’’ kullukum ra’in, wa kullu ra’in
mas-ulun ‘an ra’iyyatih. ‘’setiap kamu adalh pepeimpin, dan sitap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban
kepemimpinanya di kemudian hari.
Sangat menarik
untuk dicermati kenapa nabi menggunakan kata ra’in yang berarti gembala untuk
pemimpin, dan bukan kata said dan na’is yang arti harfiayahnya lebih dekat
dengan arti pemeimpin itu sendiri. Ada perbedaan mendasar antara arti ra’in,
said dan atau ra’is. Ra’in berarti pengembala. Disini, seorang pemimpein
berfungsi sebagai pelayan, pembimbing, penuntun, dan sekaligus pelindung.
Sebagi pelayan, pemimpein dalah khadim atau abadi yang senantiasa mendahuluakan
hak-hak kepentingan rakyatnya dibandingkan kepentingan pribadi maupun golongan.
Sebagi pemimpin atau penuntun, pemimpin adalah penunjukan jalan yang
senantiasa ada bersama masyarakatnya
untuk mencerdaskan mereka, dan menjauhkan mereka dari kebodohan dan
keterbelakangan.[13]
Salah satu lembaga yang bertugas
melakukan pengangkatan pemimpin adalah Ahlul Halli wal ‘Aqdi diartikan dengan
orang2 yg mempunyai wewenang untuk melonggarkan dan mengikat. Tugasnya memilih
khalifah, imam, kepala negara secara langsung. Lembaga ini merupakan suatu
lembaga pemilih, atau dari segi fungsinya sama dengan MPR dulu. Menurut
Al-Mawardi, Ahlul halli wal ’aqdi disebut juga Ahlul Ikhtiyar , yaitu golongan
yang berhak memilih. Dasar istilah ini adalah pada sistem pemilihan 4 khalifah
pertama yg dilaksanakan oleh para tokoh sahabat yg mewakili 2 golongan Anshar
dan Muhajirin. Bai’at (mubaya’ah): pengakuan mematuhi dan menaati imam yang
dilakukan oleh ahlul halli wal ‘aqdi dan dilaksanakan sesudah permusyawaratan.
Lebih
Lanjut Mengenai Bai’at Informasi dari al-Quran yg berkaitan dengan bai’at ada
dalam
·
surat al-Fath: 10,
bahwasanya
orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia
kepada Allah.[14] tangan Allah di atas tangan mereka,[15] Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia
melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati
janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar.
·
al-Taubah: 111,
Sesungguhnya Allah telah
membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga
untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau
terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil
dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada
Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan
Itulah kemenangan yang besar.
·
surat
al-Mumtahanah: 12
Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman
untuk Mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak
akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan
berbuat Dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka[16] dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, Maka
terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dalam sejarah ada
Bai’at ‘Aqabah 1 tahun 621 M di bukit ‘aqabah. Bai’at (janji setia) ini antara
Nabi dengan 12 orang suku Khazraj dan Aus dari Yatsrib (Madinah) yang membai’at
kepada Nabi untuk tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri, berzina, membunuh
anak2, menuduh dengan tuduhan palsu, tidak mendurhakai Nabi didalam kebaikan.
Bai’at ‘Aqabah II pada tahun 622 M. antara Nabi dengan 75 orang Yatsrib (2
diantaranya wanita), disebut juga bai’at kubra . Mereka berbai’at untuk taat
dan selalu mengikuti Nabi baik pada waktu kesulitan maupun dalam kemudahan,
tetap berbicara benar, tidak takut celaan orang didalam membela kalimah Allah.
Bai’at pertama terhadap khalifah terjadi di Tsaqifah balai pertemuan Bani
Sa’idah, Madinah. Dalam pertemuan antara sekelompok Ansar dan Muhajirin itu,
Abu Bakar berkata: “Saya nasihatkan kalian untuk membai’at salah seorang, yaitu
Abu Ubaidah bin Jarrah atau Umar bin Khattab”. Kemudian Umar berkata “Demi
Allah, akan terjadikah itu? Padahal Abu Bakar lah yang paling berhak memegang
jabatan ini, beliau lebih dulu jadi sahabat Rasul, beliau Muhajirin yang paling
utama, pengganti Rasul dalam imam shalat…ulurkan tangan! saya bai’at Abu
Bakar”. Ketika Utsman bin Affan diangkat jadi khalifah, yang mula2 membai’at
adalah Abdurrahman bin Auf yang diikuti oleh jama’ah.
Istilah
amir digunakan untuk gelar bagi jabatan-jabatan penting yang bervariasi dalam
sejarah pemerintahan islam pemerintahan islam dengan sebutan yang beragam.
Seperti amir al-mu’minin, amir al-muslimin, amir al-umara’ dan amir saja.
Karena itu bisa digunakan untuk gelar untuk pemerintahan di daerah dan gelar
penguasa militer.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Imam dan amir
merupakan dua kata yang digunakan untuk menyatakan pemimpin atau pemengang
tampuk kekuasaan uang memegang jabatan umum dalam urusan agama dan urusan dunia
sekaligus, imam diambil dari kata amama yang artinya “depan” dengan masdar
imaraoh yang berarti “yang didepankan”sedangkan amir berasal dari kata amaro
yang artinya “urusan” dengan masdarnya imaroh yang berarti “yang mengurusi”, Secara harfiah, imam adalah seorang pemimpin.Imâm berarti orang yang diikuti, baik sebagai kepala, jalan, atau
sesuatu yang membuat lurus dan memperbaiki perkara. Selain itu, ia juga bisa
berarti Al-Qur’an, Nabi Muhammad, khalifah, panglima tentara, dan sebagainya.
Dengan demikian, jelaslah bahwa kata imâm memiliki banyak makna. Yaitu, bisa bermakna: maju ke depan,
petunjuk dan bimbingan, kepantasan seseorang menjadi uswah hasanah,
dan kepemimpinan.
Kata imâm banyak
disebutkan dalam Al-Qur’an. Misalnya; “(Ingatlah) pada suatu hari (yang pada
hari itu) kami memanggil setiap umat dengan pemimpinnya” (Al-Isrâ’: 71); “dan
sebelum Al-Qur’an itu telah ada Kitab Musa sebagai imam (pedoman) dan rahmat?”
(Hûd: 17); “dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”
(Al-Furqân: 74); “Dan (ingatlah) tatkala Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan
beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah
berfirman, “Sesungguhnya Aku ingin menjadikan kami imam (pemimpin) bagi seluruh
manusia ” (Al-Baqarah: 124); “Dan kami telah memberikan kepadanya (Ibrahim)
Ishaq dan Ya’qub sebagai suatu anugerah (dari Kami) dan masing-masing Kami
jadikan orang-orang saleh. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang
memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan Kami telah wahyukan kepada mereka
mengerjakan kebajikan, mendirikan salat, menunaikan zakat ” (Al-Anbiyâ’:
72-73); “Dan Kami ingin memberikan karunia kepada orang-orang yang tertindas di
bumi (Mesir) itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka
orang yang mewarisi (bumi)” (Al-Qashash: 5); “dan Kami jadikan mereka
pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka, dan pada hari kiamat mereka
tidak akan ditolong.” (Al-Qashash: 41); dan “maka perangilah pemimpin-pemimpin
orang kafir, karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang (yang tidak dapat
dipegang) janjinya, agar mereka berhenti.” (Al-Tawbah: 12)
Dari ayat-ayat Al-Qur’an di atas,
kita bisa memetik dua pengertian dari makna imâm, yaitu: Kata imâm tersebut yang
sebagian besar digunakan dalam Al-Qur’an membuktikan adanya indikasi yang bermakna
“kebaikan”. Pada sisi lain; pada dua ayat terakhir di atas, bahwa kata imâm menunjukkan
makna jahat. Karena itu, imâm berarti seorang pemimpin yang diangkat oleh beberapa orang dalam
suatu kaum. Pengangkatan imâm tersebut mengabaikan dan tidak memperdulikan, apakah ia akhirnya
akan berjalan ke arah yang lurus atau arah yang sesat.
Sedangkan Amîr. Gelar ini
diberikan kepada khalifah kedua: Umar ibn Khathtab setelah menggantikan
Khalifah Abu Bakar yang wafat. Dalam bukunya, Al-Muqaddimah, Ibnu Khaldun
menjelaskan sebab pemberian nama ini. Ia menulis, “Itu adalah bagian dari ciri
khas kekhalifahan dan itu diciptakan sejak masa para khalifah. Mereka telah
menamakan para pemimpin delegasi dengan nama amir; yaitu wazan (bentuk kata)
fa’il dari imarah. Para sahabat pun memanggil Sa’ad ibn Abi Waqqash dengan Amîr
Al-Mu’minîn karena ia memimpin tentara Islam dalam Perang Qadisiyyah. Pada
waktu itu, sebagian sahabat memanggil Umar ibn Khathtab dengan sebutan yang
sama juga:Amîr Al-Mu’minîn.
Pada masa bani umaiyah dan abbasiyah
amir merupakan gelar yang diberikan kepada pemerintah daerah (gubernur),
sedangkan pada masa pemerintahan saljuk, ayubiyah, mamluka, gelar amir tujukan
kepada pemerintah militer saja.
Saran
Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah
ini banyak memiliki kekurangan dan jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu kami
berharap sekali kepada pembaca untuk memberikan kritik dan sarannya dalam
penyempurnaan makalah ini serta makalah in bisa bermanfaat terutama bagi
penulis pribadi dan bagi masyarakat umum dalam memahami dan merumuskan apa sebenarnya imam dan amir yang kami ajukan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Fahmi Asyannawi Fiqih Politik (terjemahan ) Pustaka
Setia,Bandung, 2006
Prof. Dr. T.m. Hasbi Ash Shiddieqy. Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih
Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1991
Ahmad Gunaryo, Pergumulan Politik dan Hokum Islam, Pustaka
Pelajar, Semarang, 2006
Dr. Suyuthi Pulungan,MA Fiqih Siyasah Rajagrapindo,Jakarta,
2002
Prof.H.A.Djazuli, MA Fiqih Siyasah, Prenada Media, Bandung,
2003
Alquran Terjemahan PT Toha Putra
Dr.Sudirman M. Johan MA, Politik Keagamaan dalam Islam Susqa
Press, Pekanbaru, 1995
Prof, Dr, H, alaiddin Koto, MA, islam indonesia dan kepemimpinan
nasional, ciputat : ciputat press, 2009
[1] Dr. fahmi asyannawi FIQIH POLITIK (terjemahan ) pustaka
setia,Bandung, 2006 hlm 9
[2] Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash
Shiddieqy. Ilmu kenegaraan dalam Fiqih Islam, hlm 26
[3] Dr. suyuthi pulungan,MA fiqih siyasah rajagrapindo,Jakarta,
2002 hlm 59
[4] Lihat tafsir alquran terjemahan -- Ujian terhadap Nabi Ibrahim a.s.
diantaranya: membangun Ka'bah, membersihkan ka'bah dari kemusyrikan,
mengorbankan anaknya Ismail, menghadapi raja Namrudz dan lain-lain.
[5] Lihat tafsir alquran terjemahan -- Allah telah mengabulkan doa Nabi
Ibrahim a.s., karena banyak di antara Rasul-rasul itu adalah keturunan Nabi
Ibrahim a.s.
[6] Baca: surat al-Isra/17:17; Hud/11:17; al-Hijr/15:79; al-
Furqan/25:74; al-Baqarah/2:124; al- Anbiyaa’/21:72-73; al-Qashash/28:5,41; dan
at-Taubah/9:12.
[7] Prof.h.a.djazuli, MA fiqih siyasah, prenada media, bandung,
2003 hlm. 87
[8]Ibid.3 ( Abu Hasan al-
Mawardi, Al-Ahkam Asulthaniayah wal Wilayatuh al-Dinnniyah, Mustafa Al-Asabil
Habibi, Mesir, Cetakan III, hlm.5.)
[9] Dr.fahmi asy-syannawi fiqih politik, pustaka setia, bandung,
2006 hlm.411
[10] Ibid 3 hlm 94
[12] Op cit 3 hlm 65
[13] Prof, Dr, H, alaiddin Koto, MA, islam indonesia dan kepemimpinan
nasional, (ciputat : ciputat press, 2009). H, 4
[14] Lihat Tafsir alquran terjemahan ---
Pada bulan Zulkaidah tahun keenam Hijriyyah Nabi Muhammad s.a.w.
beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan 'umrah
dan melihat keluarga-keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan. Sesampai di
Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke Mekah
untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin. mereka
menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang karena Utsman ditahan
oleh kaum musyrikin kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman telah dibunuh.
karena itu Nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan bai'ah (janji setia)
kepada beliau. merekapun Mengadakan janji setia kepada Nabi dan mereka akan
memerangi kamu Quraisy bersama Nabi sampai kemenangan tercapai. Perjanjian
setia ini telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat ini,
karena itu disebut Bai'atur Ridwan. Bai'atur Ridwan ini menggetarkan kaum
musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk
Mengadakan Perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian ini terkenal
dengan Shulhul Hudaibiyah.
[15] Lihat Tafsir alquran terjemahan --- Orang yang berjanji setia biasanya
berjabatan tangan. Caranya berjanji setia dengan Rasul ialah meletakkan tangan
Rasul di atas tangan orang yang berjanji itu. Jadi maksud tangan Allah di atas
mereka ialah untuk menyatakan bahwa berjanji dengan Rasulullah sama dengan
berjanji dengan Allah. Jadi seakan-akan Allah di atas tangan orang-orang yang
berjanji itu. hendaklah diperhatikan bahwa Allah Maha suci dari segala
sifat-sifat yang menyerupai makhluknya
[16] Lihat Tafsir alquran terjemahan --- Perbuatan yang mereka ada-adakan antara tangan dan
kaki mereka itu Maksudnya ialah Mengadakan pengakuan-pengakuan palsu mengenai
hubungan antara pria dan wanita seperti tuduhan berzina, tuduhan bahwa anak si
Fulan bukan anak suaminya dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar