BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Agama islam[1]
adalah agama yang sempurna dan terakhir diturunkan oleh Allah SWT untuk menjadi
rahmat bagi seluruh alam. Berbeda dengan agama sebelumnya yang diturunkan hanya
diperuntukkan khusus untuk segolongan manusia atau bani-bani tertentu.
Dinul Islam mengandung pengertian peraturan yang diwahyukan
oleh Allah SWT kepada para rasul untuk ditaati dalam rangka menciptakan
keselamatan, kesejahteraan dan perdamaian bagi umat manusia.[2]
Dalam beberapa hadis, Rasul menjelaskan defenisi islam
Muawiyah bin haiddah, daari
bapaknya dari pamannya, berkata, “saya bertanya kepadamu dengan sebenarnya, apa
misi yang dikirim oleh Allah melalui dirimu kepada kami? Beliau menjawab
“islam” aku bertanya: apa tanda-tanda keislaman itu beliau menjawab: yaitu
engkau berkata bahwa aku telah menyerahkan dirikku kepada Allah dan
mencampakkan selainnya, mendirikan shalat, membayar zakat, seorang muslim
dengan musloim yang lain haram (darah dan hartanya) mereka bersaudara dan
saling menolong, seorang musyrik setelah beriman tak diterima amal
perbuatannya, hingga ia meningggalkan kemusyrikan dan orang-orang musyrik, dan
kemudian bergabung dengan kaumuslimin.[3]
Dalam
hadis lain Nabi juga menerangkan islam adalah bersyahadat bahwa tiada tuhan
selain Allah dan Muhammad adalah hambaNya serta rasulNya, mendirikan shalat,
membayar zakat, puasa pada bulan ramadhan dan menunaikan ibadah haji jika
mampu. [4]
Agama Islam yang diemban oleh Nabi
Muhammad SAW diperuntukkan bagi seluruh umat manusia pada umumnya. Oleh sebab
itu, Islam dikenal sebagai agama yang bersifat universal. Sebagaimana
dijelaskan dalam surat al-Anbiya’ ayat 107:
وَما أَرْسَلْناكَ إِلاَّ رَحْمَةً
لِلْعالَمِينَ
“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan
sebagai rahmat bagi seluruh alam”
Kata
‘rahmatan” kata bahas Arab yaitu “rohima” yang dimasdarkan menjadi
“ rahmatan’ yang artinya kasih sayang. atau kelembutan yang berpadu dengan rasa iba. Jadi,
diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam adalah
bentuk kasih sayang Allah kepada seluruh manusia.
Kata “Al-alamin” adalah
kata bahasa Arab yaitu “alam”[5] yang
dijama’kan menjadi “alamin” yang artinya alam semesta yang mencakup
bumi beserta isinya.
Maka yang dimaksud dengan islam
rahmatan lil’alamin adalah islam yang kehadirannya ditengah kehidupan
masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun
alam.
Islam adalah agama yang benar berasal dari Allah. Agama yang
bersifat universal, tidak terbatas oleh waktu dan tempat tertentu. Lingkup
keberlakuan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah untuk
seluruh umat manusia, di mana pun mereka berada. Berdasarkan pernyataan ini
Islam dapat diterima oleh segenap manusia di muka bumi ini.
Islam rahmatan lil alamin
menerangkan bahwa islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Mencakup
hubungan antara manusi dan tuhannya, yang kita kenal dengan sebutan ibadah,
serta juga mencakup hubungan antara manusi dan kehidupannya secara khusu,
tentang masalah halal dam haram, juga mencakup hubungan antara individu dan
keluarganya, termasuk pula masalah pernikahan, talak, wasiat, warisan, dan
masalah keluarga lainnya yang oleh ulama perundang-undangan islam disebut
dengan istilah Al-Ahwal Asy-Syakhshiyah. islam juga mencakup hubungan
individu dengan individu lainnya termasuk perdagangan.[6]
Para ulama’ memberikan pengertian
terhadap keuniversalitasan (rahmatan lil alamin) Islam melalui perspektif
definisi Islam yang meliputi;
pertama, Islam berarti
tunduk dan menyerah kepada Allah SWT serta mentaati-Nya yang lahir dari
kesadaran dengan tidak dipaksa karena ketundukan yang seperti itu tanpa
perhitungan pahala dan dosa. Ketundukan dengan penuh kesadaran adalah hakikat
Islam dan dalam keadaan tunduk yang seperti itu timbul pahala dan dosa.
Sesungguhnya tanda bukti penuh ketundukan kepada Allah ialah rela menerima
agama-Nya yang diiringi pula dengan penuh kesadaran. Ini adalah merupakan agama
yang diridhoi Allah, agama yang diwahyukan kepada Rasul-rasul-Nya untuk
disampaikan kepada seluruh manusia.
Kedua, Islam adalah kumpulan peraturan yang
diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad di dalamnya terkandung
peraturan-peraturan tentang aqidah, ahklak, mu’amalat, dan segala berita yang
disebut di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah adalah perintah agar disampaikan
kepada manusia.
Peraturan –praturan tersebut
bertujuan untuk kemaslahatan manusia seutuhnya, pada dasarnya manusia berharap
pada hal-hal berikut :
1.
Kemaslahatan hidup bagi diri dan oranglain.
2.
Tegaknya keadilan
3.
Persamaan hak dan kewajiban dalam hukum
4.
Saling control dalam kehidupan masyarakat sehingga tegaknya
hukum dapat diujudkan
5.
Kebebasan berekpresi, berpendapat, dan bertindak dengantidak
melebihi batas-batas hukum dan norma social
6.
Regenerasi social yamg positif dan bertanggung jawab
terhadap masa depan kehidupan social dan kehidupan berbangsa serta bernegara[7]
Untuk itulah adanya aturan yang
diturunkan langsung oleh Allah. Salah satu dari kumpulan peraturan tersebut
adalah acuan moral dalam penerapan fiqih mu’amalah ini, yang
pada dasarnya kaidah-kaidah tersebut merupakan ciri dari sebuah
ke-universalitas-an agama Islam. Hal ini sesuai dengan kaidah dan prinsip dasar
Islam untuk mewujudkan cita-cita Islam yang universal, serta sesuai dengan maqasidusyariahnya[8]
yang di bagi kepada tiga macam yaitu: dharuri (kebutuhan pokok) Hifdzu Din (memelihara
kebebasan beragama), Hifdzu Aql (memelihara kebebasan nalar
berpikir), Hifdzu Mal (memelihara/menjaga harta benda), Hifdzu
Nafs (memelihara hak hidup),Hifdzu Nasl (memelihara hak
untuk mengembangkan keturunan), hajjiyah (bersifat kebutuhan ) seperti jual
beli, sewamenyewa, dan transaksi lainnya, selanjutnya tahsini (bersifat
perbaikan) yakni kemaslahatanyang merujuk kepada moral dan etika[9].
Kelima prinsip dasar inilah yang
juga menjadikan Islam sebagai garda agama rahmatan lil alamin, yang
ajaran serta konsep keagamaan tidaklah ekslusif (tertutup), melainkan bersifat
inklusif (terbuka). Lima jaminan dasar (dharuri) inilah yang memberikan
penmapilan terhadap Islam sebagai agama yang universal, karena jaminan ini
tidak hanya diberikan secara parsial terhadap umat manusia yang memeluk agama
Islam, melainkan seluruh umat manusia baik secara personal maupun komunal.
Islam sebagai agama yang rahmatan
lil alamin juga dapat ditelusuri dari ajaran-ajaran yang berkaitan
dengan kemanusian dan keadilan. Dari sisi konsep pengajaran tentang keadilan,
Islam adalah satu jalan hidup yang sempurna, meliputi semua dimensi kehidupan.
Islam memberikan bimbingan untuk setiap langkah kehidupan perorangan maupun
masyarakat, material dan moral, ekonomi dan politik, hukum dan kebudayaan,
nasional dan internasional.
Agama islam juga mencakup perkara
kenegaraan dan organisai-organisasi kenegaraan yang dia atur dalam fiqih
politik syar’i (fiqih siyasah) yang di dalamnya mencakup hubungan antar individu
dan negara atau hubungan antara pemerintah dan yang diperintah, atau hubungan
pemimpin dan yang dipimpin, atau hubungan antara penguasa dengan rakyat, yang
pada zaman sekarang diatur dalam fiqih perundang-undangan, atau didalam fiqih
keuangan, fiqih admistrasi, dan fiqih internasional. Inilah yang dimaksud
dengan fiqih politik atau fiqih siyasah.[10]
Tata nilai dan
norma dengan sendirinya hadir seiring dengan keberadaan manusia itu sendiri,
ada yang dirumuskan dengan kesepakatan, kekuasaan, dan juga agama. Hukum islam
merupakan hasil dari sebuah evolusi pemikiran manusiawi dari kemajemukan
norma-norma agama yang berlandaskan nash.
Al-Khulafah
al-Rasyidun adalah pentafsir hukum yang pertama dengan kafasitas kemanusiaan,
yaitu setelah wahyu sudah terhenti. Mereka dan para sahabaat yang lain
merupakan generasi yang terbetuk dari pola kepemimpinan nubuwwah. Dalam rentang
waktu 13 tahun dimekkah jiwa mereka telah diisi dengan doktrin akidah yang
kuat, dan 10 tahun di madinah mereka menemukan ternyata rasul bukan informan
yang minus akan intelektual. Justru Beliaulah pemikir dan hakim pertama dalam
hukum islam. Pola pemikiran beliau bisa kita petakan dengan Menerapkan norma
wahyu dalam bidang agama dan musyawarah dalam bidang dunia, dalam urusan dunia
inilah rasul berijtihad namun wahyu menjadi metodologi serta landasan beliau
dalam berijtihad.[11]
Begitu pun Khalifah Ar-Rasyidin wahyu dan semua ijtihad rasul dijadikan
metodologi serta landasan dalam berijtihad (masalah duniawi) dengan bermusyawarah
sebab perkembangan dan perubahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat akan
melahirkan kebutuhan dan kemaslahatan yang berkembang dan berubah pula dan hal
ini akan di selesaikan dalam musyawarah.
Hal ini dapat
kita menelaah penyebab dari perubahan masyarakat tersebut dari Unsur-unsur
masyarakat itu sendiri yaitu :
1. Mayarakat
merupakan kumpulan individu dari jenis hewan yang hidup secara berkelompok.
2. Makhluk
social dan Saling menopang
3. Selalu mengalami perkembangan dan perubahan
dari segi budaya dan peradaban.
Kehidupan
manusia disebut berubah karena adanya perubahan disaat berubahnya waktu,
sehingga akan melahirkan keberagaman kebutuhan, karakter, kultur dan pola pikir
yang amat sangat berbeda dan akan selalu berubah seiring berjalannya waktu, hal
inilah yang akan menimbulkan perbuatan
mukallaf yang tidak berdasarkan ketetapan hukum yang pasti.[12]
Secara
garis besar yang mempengaruhi perubahan itu adalah lingkungan,poulasi yang
makin bertambah, ideology pemikiran, peristiwa, inovasi kultur (iptek), dan
perbuatan mukallaf.
Imam (pemimpin) memiliki tanggunng jawab yang
besar terhadap apa yang dipimpinnya (dalam lingkup negara), mulai dari
pembuatan Undang-Undang, memberikan kebijakan-kebijakan, pengelolahan keuanngan
negara, yang berujung kepada kesejahteraan rakyat. Dalam pemahaman islam, imam
adalah khalifah yang memimpin umat sebagai pengganti Rasul dalam menegakkan
agama dan mengatur urusan dunia.
Seorang
khalifah memimpin suatu umat dengan dirinya sendiri, dan dengan orang yang
menjadi wakilnya (wazir dan para gubernurnya).dalam menangani menagemen negara
dan mengatur urusan manusia, yang dipilih secara langsung oleh umat sebagai
wakil dari mereka, begitu juga dengan orang-orang yang ditunjuk oleh imam untuk
membantunya seperti wazir (Menteri) Gubernur dan Bupati. Orang-orang tersebut
mempunyaai hak untuk di taati oleh umat selama menjalankan kebaikan,
sebagaimana ketaatan terhadap khalifah atau pemimpin seperti yang dijelaskan
dalam hadis “ Barang siapa yang menaati pemimpinku, dia telah menaatiku, dan
barang siapa yang mendurhakai pemimpinku maka dia telah mendurhakaiku”[13](HR.
Bukhari Muslim dan disampaikan oleh Hurairah)
Tiap-tiap
pemimpin negara-negara bagaian islam pada zaman sekarang dianggap sebagai
seoarang peminpin yang memeiliki wewenang penuh dalam menjalankan pemerintahan
terhadap negara yang dipimpinnya.
Para
ahli fiqih terdahulu telah berbeda pendapat tentang lapangan pemimpin dalam
pengimplementasian pendapat-pendapatnya, dan hubungannya denga nas. Dalam
perbedaan tersebut ada yang berpendangan sempit dan ada pula yang berpandangan
luas. Diantara golongan sesat berpandangan bahwa seoang imam berhak untuk
menghapuskan hukum-hukum syariat yang tetap, dan ini dikeluarkan oleh golongan
ismailiyah.[14]
Diantara
umat islam yang hidup zaman sekarang ada yang berpendangan berlebih-lebihan,
sampai membolehkan pengabaian nas syariat, meskipun nas tersebut termasuk nas
qat’i tsubut dan qath’i dilalah apabila nas tersebut menurut pandangan mereka
bertentangan dengan kepentingan duniawi. Dalam kontek ini mereka membuka pintu seluas-luasnya
untuk menghilangkan syariat dari kehidupan masyarakat muslim dengan
mengnatasnamakan kemaslahatan yang imajinatif ataupun kemaslahatan subjektif.
Disamping
itu ada pula yang bertolak belakang dengan pendapat yang diatas. Kelompok ini
cenderung untuk tidak membolehkan seorang pemimpin atau pennguasa yang lain
untuk mengeluarkan sebuah aturan atau perundang-undangan terhadap sesuatu yang
tidak dijelaskan oleh nash, kelompok ini hanya mewajibkan untuk mengikuti
sesuatu yang dijelaskan oleh syariat karena membuat peraturan dalam hal
tersebut merupakan bid’ah dalam agama, yang pada dasarnya tidak terdapat dalam
agama, dan bagi siapa yang melakukan hal tersebut maka sungguhlah mereka telah
menjadi murtad atau dimurtadkan. Kelompok ini tidak memisahkan antara hal-hal
yang termasuk dalam kategori ibadah dan tradisi.[15]
Namun yang harus kita perhatikan adalah perubahan dan perkembangan zaman yang
akan membentuk tatanan masyarakat baru dan memerlukan tatanan hukum baru juga
yang mengaturnya untuk itu mestilah seoarang pemimpin bersikap moderat yang
mampu memberikan jalan keluar dalam hal ini
Berdasarkan
latarbelakang tersebut penulis berharap menemukan titik temu antara
implementasi kebijakan pemimpin berdasarkan maslahah (yang terdapat kontradiksi
dengan nash) melalui tulisan ilmiah yang berjudul “KONTRADIKSI ANTARA NASH
DENGAN KEBIJAKAN PEMIMPIN BERDASARKAN MASHLAHAH MENURUT PERSFEKTIF FIQIH
SIYASAH ”
B. Batasan
Masalah
Dalam tulisan ilmiah ini penulis akan membahas
tentang :
1. Tugas
dan kewenangan pemimpin dalam mewujudkan kemaslahatan dalam menghadapi
tantangan perubahan sosial yang cukup signifikan.
2. Nash
yang menjadi tuntunan kehidupan dalam menjawab problematika perubahan sosial.
C. Rumusan
Masalah
Adapun
yang menjadi rumusan masalah dalam tulisan ilmiah ini sebagai berikut :
1. Apa
tugas dan wewenang seorang pemimpin dalam fiqih siyasah
2. Seperti
apa implementasi nas dalam kontradiksinya dengan kebijakan pemimpin yang
berdasarkan kemaslahatan.
D. Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan
Penelitian
a. Penulis
berharap bisa mencari titik temu antara kebijakan pemimpin yang berdasarkan
kemaslahatan (tidak terdapat dalam nash) dengan nash yang menjadi tuntunan
syariat dalam kehidupan manusia.
b. Untuk
mencari solusi dan menjelaskan bagai mana sebenarnya standarisasi pemberlakuan
kebijakan pemimpin yang berdasarkan maslahah tanpa ada tuntunan nash yang
mengaturnya.
2. Kegunaan
Penelitian
a. Dengan
selesainya penelitian ini, diharapkan akan dapat memberikan solusi kepada
masyarakat umum dan khususnya yang terikat lansung dengan nuansa politik baik
itu pemerintah, wakil rakyat, dan juga yudikatif untuk menjadi salah satu
trobosan dalam membangun Negara dengan membuat kebijakan-kebijakan yang
bersifat maslahah dan tidak bertentangan dengan syari’at islam
b. Untuk
menngembangkan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan penulis, khususnya yang
berkaitan dengan masalah fiqih siyasah;
c. Hasil
penelitian in akan disumbangkan kepada masyarakat dan para elit politik yang
membutuh kannya;
d. Untuk
sebagai syarat bagi penulis dalam menyelesakan Studi di Fakultas Syariah Dan
Ilmu Hukum.
E. Metode
Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penulisan skripsi
ini adalah sebagai berikut :
1.
Jenis Penelitian
Penulisan skripsi
ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, di mana penyajian data tidak dilakukan dengan mengungkapkannya
secara numeric sebagaimana penyajian data secara
kuantitatif. Di samping itu, dari sisi metodologis,
tata cara mengungkapkan pemikiran seseorang atau pandangan kelompok
arang adalah dengan menggunakan penelitian secara kualitatif.[16]
2.
Metode Penelitian
Penelitian
ini termasuk dalam penelitian non-empirik[17]
yang menggunakan metode library research (penelitian kepustakaan). Oleh
karena itu sumber-sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini berasal dari bahan-bahan
tertulis baik berupa literatur bahasa Arab maupun Indonesia yang
mempunyai relevansi dengan permasalahan penelitian ini.
3.
Sumber Data
Kajian ini bersifat kepustakaan karena itu data-data yang
akan dihimpun merupakan data-data kepustakaan yang
representatif dan relevan dengan obyek study ini.
Adapun
sumber data perlu dibedakan antara sumber primer dan sekunder.
Sumber data primer, yaitu kitab-kitab politik fiqih
siyasah seperti ahkamu sulthaniyah al-mawardi, islam
landasan alternative adrimistrasi pembangunan Muhammad
A. Al-Buraey,legalitas politik Dr. yusuf alqardhawi, filsafat hukum islam Drs. Beni Ahmad
Saebani, maqasid syariah Ahmad almursi Husain jauhari, Islam Dinamis Dr.
Junaidi Lubis, dan
lain-lain.
Sumber
data sekunder, yaitu buku-buku penunjang seperti Addurul Manstur Fi Tafsiri
Makstur Jalaluddin Abdurrahman Bin Abi Bakri As-Suyuthi, Tafsir Bahrul
Muhith, Latihan Ujian Hukum Tata Negara di Indonesia Cansil, Kekuasaan
Presiden RI dalam Peeriode Berlakunya UUD 1945, dan lain-lain.
Data
yang sudah terkumpul, dari sumber primer maupun sekunder kemudian diseleksi untuk menentukan apakah data
tersebut relevan atau tidak dengan fokus penelitian yang ditulis.
Sehungga hanya data yang dianggap relevan saja yang kemudian dijadikan sebagai
sumber data dalam penulisan skripsi ini.
4.
Metode
Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data disini,
digunakan dokumentasi dimana dalam
pelaksanaannya, metode ini diterapkan terbatas pada benda-benda tertulis
seperti buku, jurnal atau dokumentasi tertulis lainnya.
Selanjutnya,
data yang diperoleh diedit ulang dilihat kelengkapannya dengan diselingi dengan
klasifikasi data untuk memperoleh sistematika pembahasan dan terdeskripsikan
dengan rapi.
5.
Analisis Data
Berpijak pada hasil
data dari buku-buku yang mendukung, maka analisis data yang
digunakan dalam proposal ini adalah analisis isi (content analysis). Analisis isi adalah setiap prosedur sistematis yang dirancang untuk mengkaji
isi informasi terekam. Atau menurut Soedjono dan Abdurrahman, analisis isi
adalah suatu teknik yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha
menemukan karakteristik pesan yang dilakukan secara objektif dan sistematis.[18]
Analisis isi ini dimaksudkan melakukan analisis terhadap makna yang
terkandung dalam masalah yang hendak dibahas.
- Sistematika Penulisan
Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab
kedua memuat teori-teori pemimpin dalam islam beserta tugas, pokok, funsinya
dan wewenang serta hal yang berkaitan dengannya.
Bab ketiga berisi kontradiksi antara nash dengan
kebijakan pemimpin yang berdasarkan maslahah.
Bab selanjutnya berisi analisa data, yaitu analisis
mengenai posisi pemimpin sebagai kepala negara atau daerah dalam mengambil
keputusan dan mengimplementasikan kebijakan.
Bab
terakhir berisi penutup yaitu, kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka
Muhammad A. Al-Buraey, 1986, islam
landasan alternative adrimistrasi pembangunan, Jakarta : Rajawali, h. 48
Said hawwa, 2004, al-islam, Terjemahan
oleh Abdul Hayyie Al Kattani Jakarta
: Gema Insani, cet I, h. 19
kamus
besar bahasa Indonesia (KBBI)
Dr. yusuf alqardhawi, 2008, legalitas politik Ter,
Amirullah Kandu Badung : Pustaka Setia;
Drs. Beni Ahmad
Saebani, 2007, filsafat
hukum islam, Bandung : Pustaka Setia;
Abdul Wahab Khalllaf, 1994, ilmu ushul fiqih,
terjemahan oleh Ahmad Qarib, semarang : Dina Utama;
Ahmad
almursi Husain jauhari, 2009, maqasid syariah, Terjemahan oleh
khikmawati Jakarta : Amzah;
Dr.
Junaidi Lubis, 2010, MA, Islam Dinamis, Jakarta : Dian Rakyat;
Noeng
Muhadjir, 1996, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta:
Rakesarasin;
Soedjono, dan
Abdurrahman, 1999, Bentuk
Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, Jakarta: Rineka Cipta;
Alquran depag
Frida Hamidi,
Kamus Ilmiah Populer Lengkap, Surabaya : apolo
[1] Kata islam banyak
terdapat dalam alquran diantaranya, ali
Imran 19, 85, al Maidah 3 yang ketiga ayat tersebut menerangkan bahwa agama
yang diridhai Allah hanya agama islam
[5] Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) alam
n 1 segala yg ada di
langit dan di bumi (spt bumi, bintang, kekuatan): -- sekeliling; 2
lingkungan kehidupan: -- akhirat; 3 segala sesuatu yg termasuk dl
satu lingkungan (golongan dsb) dan dianggap sbg satu keutuhan: -- pikiran;
-- tumbuh-tumbuhan; 4 segala daya (gaya, kekuatan, dsb) yg
menyebabkan terjadinya dan seakan-akan mengatur segala sesuatu yg ada di dunia
ini: hukum --; ilmu --; 5 yg bukan buatan manusia
[8]
Adbul wahab Khallaf mengatakan “tujuan umum syari’ dalam mensyariatkan
hukum-hukumnya ialah mewujudkan kemaslahatan manjusia dengan menjamin hal-hal
yang dharuri, hajiyat, tahsiniyat. Dan setiap hukum tidaklah dikehendaki
padanya kecuali salah satu yang tiga hal tersebut yang menjadi penyebab
terwujudnya kemaslahatan manusia”.Abdul Wahab Khalllaf, ilmu ushul fiqih,
terjemahan oleh Ahmad Qarib, (semarang : Dina Utama 1994), h. 310
[14] Ismailiyah adalah kelompok Syiah yang terbesar kedua
setelah Itsna ‘Asyariyah, Terbentuknya kelompok Syiah Ismailiyah lebih
dikarenakan perbedaan penetapan pelanjut Imam Ja’far Shadiq as. Pada tahun 148
H/765 M, di kota Kufah sebagian orang-orang Syiah memisahkan dirinya. Pemisahan
ini terkait erat dengan perjuangan melawan dinasti Abbasiyah. Ide mereka
dibalik perjuangan tersebut adalah keyakinan bahwa pemerintahan yang
berdasarkan keadilan hanya dapat dibenarkan bila dilakukan di belakang kepemimpinan
Ismail bin Ja’far (anak laki tertua Imam Ja’far Shadiq AS.), Pada tahun 297 H pemerintahan
pertama yang berhasilkan didirikan bernama Fathimiyyun. Keberhasilan ini di
bawah kepemimpinan Imam Ismailiyah. Pemerintahan Ismailiyah di bangun di Afrika
Utara. Tahun-tahun itu dapat disebut sebagai masa keemasan Syiah Ismailiyah.
Pada tahun 487 H/1094 M terjadi krisis terbesar dialami oleh Syiah Ismailiyah.
Krisis ini terkait erat dengan kepemimpinan setelah Imam Ismailiyah. Krisis ini
menyebabkan terbaginya Syiah Ismailiyah menjadi dua bagian. Musta’lawiyah dan
Nizariyah. Perselisihan yang terjadi menyebabkan melemahnya Syiah Ismailiyah di
hadapan Ahli Sunah.
[16] Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian
Kualitatif, (Yogyakarta: Rakesarasin, 1996), 94
[17] Tidak
bersisat penghayatan atau dari pengalaman, Frida Hamidi, Kamus Ilmiah Populer
Lengkap (Surabaya : Apolo, - ), h. 128
[18] Soedjono,
dan Abdurrahman, Bentuk Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1999), 13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar