Powered By Blogger

jam

_

assalammualaikum

semoga bermanfaat

Senin, 10 November 2014

KONTRADIKSI ANTARA NASH DENGAN KEBIJAKAN PEMIMPIN BERDASARKAN MASHLAHAH MENURUT PERSFEKTIF FIQIH SIYASAH



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Agama islam[1] adalah agama yang sempurna dan terakhir diturunkan oleh Allah SWT untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Berbeda dengan agama sebelumnya yang diturunkan hanya diperuntukkan khusus untuk segolongan manusia atau bani-bani tertentu.
Dinul Islam mengandung pengertian peraturan yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada para rasul untuk ditaati dalam rangka menciptakan keselamatan, kesejahteraan dan perdamaian bagi umat manusia.[2] Dalam beberapa hadis, Rasul menjelaskan defenisi islam
            Muawiyah bin haiddah, daari bapaknya dari pamannya, berkata, “saya bertanya kepadamu dengan sebenarnya, apa misi yang dikirim oleh Allah melalui dirimu kepada kami? Beliau menjawab “islam” aku bertanya: apa tanda-tanda keislaman itu beliau menjawab: yaitu engkau berkata bahwa aku telah menyerahkan dirikku kepada Allah dan mencampakkan selainnya, mendirikan shalat, membayar zakat, seorang muslim dengan musloim yang lain haram (darah dan hartanya) mereka bersaudara dan saling menolong, seorang musyrik setelah beriman tak diterima amal perbuatannya, hingga ia meningggalkan kemusyrikan dan orang-orang musyrik, dan kemudian bergabung dengan kaumuslimin.[3] 
            Dalam hadis lain Nabi juga menerangkan islam adalah bersyahadat bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hambaNya serta rasulNya, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa pada bulan ramadhan dan menunaikan ibadah haji jika mampu. [4]
Agama Islam yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW diperuntukkan bagi seluruh umat manusia pada umumnya. Oleh sebab itu, Islam dikenal sebagai agama yang bersifat universal. Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Anbiya’ ayat 107:
وَما أَرْسَلْناكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعالَمِينَ
Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam
Kata ‘rahmatan” kata bahas Arab yaitu “rohima” yang dimasdarkan menjadi “ rahmatan’ yang artinya kasih sayang. atau kelembutan yang berpadu dengan rasa iba. Jadi, diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam adalah bentuk kasih sayang Allah kepada seluruh manusia.
Kata “Al-alamin” adalah kata bahasa Arab yaitu “alam”[5] yang dijama’kan menjadi “alamin” yang artinya alam semesta yang mencakup bumi beserta isinya.
Maka yang dimaksud dengan islam rahmatan lil’alamin adalah islam yang kehadirannya ditengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam.
Islam adalah agama yang benar berasal dari Allah. Agama yang bersifat universal, tidak terbatas oleh waktu dan tempat tertentu. Lingkup keberlakuan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah untuk seluruh umat manusia, di mana pun mereka berada. Berdasarkan pernyataan ini Islam dapat diterima oleh segenap manusia di muka bumi ini.
            Islam rahmatan lil alamin menerangkan bahwa islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Mencakup hubungan antara manusi dan tuhannya, yang kita kenal dengan sebutan ibadah, serta juga mencakup hubungan antara manusi dan kehidupannya secara khusu, tentang masalah halal dam haram, juga mencakup hubungan antara individu dan keluarganya, termasuk pula masalah pernikahan, talak, wasiat, warisan, dan masalah keluarga lainnya yang oleh ulama perundang-undangan islam disebut dengan istilah Al-Ahwal Asy-Syakhshiyah. islam juga mencakup hubungan individu dengan individu lainnya termasuk perdagangan.[6]
            Para ulama’ memberikan pengertian terhadap keuniversalitasan (rahmatan lil alamin) Islam melalui perspektif definisi Islam yang meliputi; 
            pertama, Islam berarti tunduk dan menyerah kepada Allah SWT serta mentaati-Nya yang lahir dari kesadaran dengan tidak dipaksa karena ketundukan yang seperti itu tanpa perhitungan pahala dan dosa. Ketundukan dengan penuh kesadaran adalah hakikat Islam dan dalam keadaan tunduk yang seperti itu timbul pahala dan dosa. Sesungguhnya tanda bukti penuh ketundukan kepada Allah ialah rela menerima agama-Nya yang diiringi pula dengan penuh kesadaran. Ini adalah merupakan agama yang diridhoi Allah, agama yang diwahyukan kepada Rasul-rasul-Nya untuk disampaikan kepada seluruh manusia.
            Kedua, Islam adalah kumpulan peraturan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad di dalamnya terkandung peraturan-peraturan tentang aqidah, ahklak, mu’amalat, dan segala berita yang disebut di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah adalah perintah agar disampaikan kepada manusia.
            Peraturan –praturan tersebut bertujuan untuk kemaslahatan manusia seutuhnya, pada dasarnya manusia berharap pada hal-hal berikut :
1.      Kemaslahatan hidup bagi diri dan oranglain.
2.      Tegaknya keadilan
3.      Persamaan hak dan kewajiban dalam hukum
4.      Saling control dalam kehidupan masyarakat sehingga tegaknya hukum dapat diujudkan
5.      Kebebasan berekpresi, berpendapat, dan bertindak dengantidak melebihi batas-batas hukum dan norma social
6.      Regenerasi social yamg positif dan bertanggung jawab terhadap masa depan kehidupan social dan kehidupan berbangsa serta bernegara[7] 
            Untuk itulah adanya aturan yang diturunkan langsung oleh Allah. Salah satu dari kumpulan peraturan tersebut adalah acuan moral dalam penerapan fiqih mu’amalah ini, yang pada dasarnya kaidah-kaidah tersebut merupakan ciri dari sebuah ke-universalitas-an agama Islam. Hal ini sesuai dengan kaidah dan prinsip dasar Islam untuk mewujudkan cita-cita Islam yang universal,  serta sesuai dengan maqasidusyariahnya[8] yang di bagi kepada tiga macam yaitu: dharuri (kebutuhan pokok) Hifdzu Din (memelihara kebebasan beragama), Hifdzu Aql (memelihara kebebasan nalar berpikir), Hifdzu Mal (memelihara/menjaga harta benda), Hifdzu Nafs (memelihara hak hidup),Hifdzu Nasl (memelihara hak untuk mengembangkan keturunan), hajjiyah (bersifat kebutuhan ) seperti jual beli, sewamenyewa, dan transaksi lainnya, selanjutnya tahsini (bersifat perbaikan) yakni kemaslahatanyang merujuk kepada moral dan etika[9].
            Kelima prinsip dasar inilah yang juga menjadikan Islam sebagai garda agama rahmatan lil alamin, yang ajaran serta konsep keagamaan tidaklah ekslusif (tertutup), melainkan bersifat inklusif (terbuka). Lima jaminan dasar (dharuri) inilah yang memberikan penmapilan terhadap Islam sebagai agama yang universal, karena jaminan ini tidak hanya diberikan secara parsial terhadap umat manusia yang memeluk agama Islam, melainkan seluruh umat manusia baik secara personal maupun komunal.
           
            Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin juga dapat ditelusuri dari ajaran-ajaran yang berkaitan dengan kemanusian dan keadilan. Dari sisi konsep pengajaran tentang keadilan, Islam adalah satu jalan hidup yang sempurna, meliputi semua dimensi kehidupan. Islam memberikan bimbingan untuk setiap langkah kehidupan perorangan maupun masyarakat, material dan moral, ekonomi dan politik, hukum dan kebudayaan, nasional dan internasional.
            Agama islam juga mencakup perkara kenegaraan dan organisai-organisasi kenegaraan yang dia atur dalam fiqih politik syar’i (fiqih siyasah) yang di dalamnya mencakup hubungan antar individu dan negara atau hubungan antara pemerintah dan yang diperintah, atau hubungan pemimpin dan yang dipimpin, atau hubungan antara penguasa dengan rakyat, yang pada zaman sekarang diatur dalam fiqih perundang-undangan, atau didalam fiqih keuangan, fiqih admistrasi, dan fiqih internasional. Inilah yang dimaksud dengan fiqih politik atau fiqih siyasah.[10]
Tata nilai dan norma dengan sendirinya hadir seiring dengan keberadaan manusia itu sendiri, ada yang dirumuskan dengan kesepakatan, kekuasaan, dan juga agama. Hukum islam merupakan hasil dari sebuah evolusi pemikiran manusiawi dari kemajemukan norma-norma agama yang berlandaskan nash.
            Al-Khulafah al-Rasyidun adalah pentafsir hukum yang pertama dengan kafasitas kemanusiaan, yaitu setelah wahyu sudah terhenti. Mereka dan para sahabaat yang lain merupakan generasi yang terbetuk dari pola kepemimpinan nubuwwah. Dalam rentang waktu 13 tahun dimekkah jiwa mereka telah diisi dengan doktrin akidah yang kuat, dan 10 tahun di madinah mereka menemukan ternyata rasul bukan informan yang minus akan intelektual. Justru Beliaulah pemikir dan hakim pertama dalam hukum islam. Pola pemikiran beliau bisa kita petakan dengan Menerapkan norma wahyu dalam bidang agama dan musyawarah dalam bidang dunia, dalam urusan dunia inilah rasul berijtihad namun wahyu menjadi metodologi serta landasan beliau dalam berijtihad.[11] Begitu pun Khalifah Ar-Rasyidin wahyu dan semua ijtihad rasul dijadikan metodologi serta landasan dalam berijtihad (masalah duniawi) dengan bermusyawarah sebab perkembangan dan perubahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat akan melahirkan kebutuhan dan kemaslahatan yang berkembang dan berubah pula dan hal ini akan di selesaikan dalam musyawarah.
Hal ini dapat kita menelaah penyebab dari perubahan masyarakat tersebut dari Unsur-unsur masyarakat itu sendiri yaitu :
1.      Mayarakat merupakan kumpulan individu dari jenis hewan yang hidup secara berkelompok.
2.      Makhluk social dan Saling menopang
3.       Selalu mengalami perkembangan dan perubahan dari segi budaya dan peradaban.
            Kehidupan manusia disebut berubah karena adanya perubahan disaat berubahnya waktu, sehingga akan melahirkan keberagaman kebutuhan, karakter, kultur dan pola pikir yang amat sangat berbeda dan akan selalu berubah seiring berjalannya waktu, hal inilah yang akan  menimbulkan perbuatan mukallaf yang tidak berdasarkan ketetapan hukum yang pasti.[12]
            Secara garis besar yang mempengaruhi perubahan itu adalah lingkungan,poulasi yang makin bertambah, ideology pemikiran, peristiwa, inovasi kultur (iptek), dan perbuatan mukallaf.
   Imam (pemimpin) memiliki tanggunng jawab yang besar terhadap apa yang dipimpinnya (dalam lingkup negara), mulai dari pembuatan Undang-Undang, memberikan kebijakan-kebijakan, pengelolahan keuanngan negara, yang berujung kepada kesejahteraan rakyat. Dalam pemahaman islam, imam adalah khalifah yang memimpin umat sebagai pengganti Rasul dalam menegakkan agama dan mengatur urusan dunia.
Seorang khalifah memimpin suatu umat dengan dirinya sendiri, dan dengan orang yang menjadi wakilnya (wazir dan para gubernurnya).dalam menangani menagemen negara dan mengatur urusan manusia, yang dipilih secara langsung oleh umat sebagai wakil dari mereka, begitu juga dengan orang-orang yang ditunjuk oleh imam untuk membantunya seperti wazir (Menteri) Gubernur dan Bupati. Orang-orang tersebut mempunyaai hak untuk di taati oleh umat selama menjalankan kebaikan, sebagaimana ketaatan terhadap khalifah atau pemimpin seperti yang dijelaskan dalam hadis “ Barang siapa yang menaati pemimpinku, dia telah menaatiku, dan barang siapa yang mendurhakai pemimpinku maka dia telah mendurhakaiku”[13](HR. Bukhari Muslim dan disampaikan oleh Hurairah)
Tiap-tiap pemimpin negara-negara bagaian islam pada zaman sekarang dianggap sebagai seoarang peminpin yang memeiliki wewenang penuh dalam menjalankan pemerintahan terhadap negara yang dipimpinnya.
Para ahli fiqih terdahulu telah berbeda pendapat tentang lapangan pemimpin dalam pengimplementasian pendapat-pendapatnya, dan hubungannya denga nas. Dalam perbedaan tersebut ada yang berpendangan sempit dan ada pula yang berpandangan luas. Diantara golongan sesat berpandangan bahwa seoang imam berhak untuk menghapuskan hukum-hukum syariat yang tetap, dan ini dikeluarkan oleh golongan ismailiyah.[14]
Diantara umat islam yang hidup zaman sekarang ada yang berpendangan berlebih-lebihan, sampai membolehkan pengabaian nas syariat, meskipun nas tersebut termasuk nas qat’i tsubut dan qath’i dilalah apabila nas tersebut menurut pandangan mereka bertentangan dengan kepentingan duniawi. Dalam kontek ini mereka membuka pintu seluas-luasnya untuk menghilangkan syariat dari kehidupan masyarakat muslim dengan mengnatasnamakan kemaslahatan yang imajinatif ataupun kemaslahatan subjektif.
Disamping itu ada pula yang bertolak belakang dengan pendapat yang diatas. Kelompok ini cenderung untuk tidak membolehkan seorang pemimpin atau pennguasa yang lain untuk mengeluarkan sebuah aturan atau perundang-undangan terhadap sesuatu yang tidak dijelaskan oleh nash, kelompok ini hanya mewajibkan untuk mengikuti sesuatu yang dijelaskan oleh syariat karena membuat peraturan dalam hal tersebut merupakan bid’ah dalam agama, yang pada dasarnya tidak terdapat dalam agama, dan bagi siapa yang melakukan hal tersebut maka sungguhlah mereka telah menjadi murtad atau dimurtadkan. Kelompok ini tidak memisahkan antara hal-hal yang termasuk dalam kategori ibadah dan tradisi.[15] Namun yang harus kita perhatikan adalah perubahan dan perkembangan zaman yang akan membentuk tatanan masyarakat baru dan memerlukan tatanan hukum baru juga yang mengaturnya untuk itu mestilah seoarang pemimpin bersikap moderat yang mampu memberikan jalan keluar dalam hal ini
            Berdasarkan latarbelakang tersebut penulis berharap menemukan titik temu antara implementasi kebijakan pemimpin berdasarkan maslahah (yang terdapat kontradiksi dengan nash) melalui tulisan ilmiah yang berjudul “KONTRADIKSI ANTARA NASH DENGAN KEBIJAKAN PEMIMPIN BERDASARKAN MASHLAHAH MENURUT PERSFEKTIF FIQIH SIYASAH ”
B.     Batasan Masalah
 Dalam tulisan ilmiah ini penulis akan membahas tentang :
1.      Tugas dan kewenangan pemimpin dalam mewujudkan kemaslahatan dalam menghadapi tantangan perubahan sosial yang cukup signifikan.
2.      Nash yang menjadi tuntunan kehidupan dalam menjawab problematika perubahan sosial.   
C.     Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam tulisan ilmiah ini sebagai berikut :
1.      Apa tugas dan wewenang seorang pemimpin dalam fiqih siyasah
2.      Seperti apa implementasi nas dalam kontradiksinya dengan kebijakan pemimpin yang berdasarkan kemaslahatan.
D.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian     
1.      Tujuan Penelitian
a.       Penulis berharap bisa mencari titik temu antara kebijakan pemimpin yang berdasarkan kemaslahatan (tidak terdapat dalam nash) dengan nash yang menjadi tuntunan syariat dalam kehidupan manusia.
b.      Untuk mencari solusi dan menjelaskan bagai mana sebenarnya standarisasi pemberlakuan kebijakan pemimpin yang berdasarkan maslahah tanpa ada tuntunan nash yang mengaturnya.
2.      Kegunaan Penelitian
a.       Dengan selesainya penelitian ini, diharapkan akan dapat memberikan solusi kepada masyarakat umum dan khususnya yang terikat lansung dengan nuansa politik baik itu pemerintah, wakil rakyat, dan juga yudikatif untuk menjadi salah satu trobosan dalam membangun Negara dengan membuat kebijakan-kebijakan yang bersifat maslahah dan tidak bertentangan dengan syari’at islam
b.      Untuk menngembangkan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan penulis, khususnya yang berkaitan dengan masalah fiqih siyasah;
c.       Hasil penelitian in akan disumbangkan kepada masyarakat dan para elit politik yang membutuh kannya;
d.      Untuk sebagai syarat bagi penulis dalam menyelesakan Studi di Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum.
E.     Metode Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1.      Jenis Penelitian
Penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, di mana penyajian data tidak dilakukan dengan mengungkapkannya secara numeric sebagaimana penyajian data secara kuantitatif. Di samping itu, dari sisi metodologis, tata cara mengungkapkan pemikiran seseorang atau pandangan kelompok arang adalah dengan menggunakan penelitian secara kualitatif.[16]
2.      Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian non-empirik[17] yang menggunakan metode library research (penelitian kepustakaan). Oleh karena itu sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari bahan-bahan tertulis baik berupa literatur bahasa Arab maupun Indonesia yang mempunyai relevansi dengan permasalahan penelitian ini.
3. Sumber Data
Kajian ini bersifat kepustakaan karena itu data-data yang akan dihimpun merupakan data-data kepustakaan yang representatif dan relevan dengan obyek study ini.
Adapun sumber data perlu dibedakan antara sumber primer dan sekunder.
Sumber data primer, yaitu kitab-kitab politik fiqih siyasah seperti ahkamu sulthaniyah al-mawardi, islam landasan alternative adrimistrasi pembangunan Muhammad A. Al-Buraey,legalitas politik Dr. yusuf alqardhawi,  filsafat hukum islam Drs. Beni Ahmad Saebani, maqasid syariah Ahmad almursi Husain jauhari, Islam Dinamis Dr. Junaidi Lubis,  dan lain-lain.
Sumber data sekunder, yaitu buku-buku penunjang seperti Addurul Manstur Fi Tafsiri Makstur Jalaluddin Abdurrahman Bin Abi Bakri As-Suyuthi, Tafsir Bahrul Muhith, Latihan Ujian Hukum Tata Negara di Indonesia Cansil, Kekuasaan Presiden RI dalam Peeriode Berlakunya UUD 1945, dan lain-lain.
Data yang sudah terkumpul, dari sumber primer maupun sekunder kemudian diseleksi untuk menentukan apakah data tersebut relevan atau tidak dengan fokus penelitian yang ditulis. Sehungga hanya data yang dianggap relevan saja yang kemudian dijadikan sebagai sumber data dalam penulisan skripsi ini.
4.    Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data disini, digunakan dokumentasi dimana dalam pelaksanaannya, metode ini diterapkan terbatas pada benda-benda tertulis seperti buku, jurnal atau dokumentasi tertulis lainnya.
Selanjutnya, data yang diperoleh diedit ulang dilihat kelengkapannya dengan diselingi dengan klasifikasi data untuk memperoleh sistematika pembahasan dan terdeskripsikan dengan rapi.
5.    Analisis Data
Berpijak pada hasil data dari buku-buku yang mendukung, maka analisis data yang digunakan dalam proposal ini adalah analisis isi (content analysis). Analisis isi adalah setiap prosedur sistematis yang dirancang untuk mengkaji isi informasi terekam. Atau menurut Soedjono dan Abdurrahman, analisis isi adalah suatu teknik yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan yang dilakukan secara objektif dan sistematis.[18] Analisis isi ini dimaksudkan melakukan analisis terhadap makna yang terkandung dalam masalah yang hendak dibahas.
  1. Sistematika Penulisan
Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua memuat teori-teori pemimpin dalam islam beserta tugas, pokok, funsinya dan wewenang serta hal yang berkaitan dengannya.
Bab ketiga berisi kontradiksi antara nash dengan kebijakan pemimpin yang berdasarkan maslahah.
Bab selanjutnya berisi analisa data, yaitu analisis mengenai posisi pemimpin sebagai kepala negara atau daerah dalam mengambil keputusan dan mengimplementasikan kebijakan.
Bab terakhir berisi penutup yaitu, kesimpulan dan saran.


Daftar Pustaka
Muhammad A. Al-Buraey, 1986, islam landasan alternative adrimistrasi pembangunan, Jakarta : Rajawali, h. 48
Said hawwa, 2004, al-islam, Terjemahan oleh Abdul Hayyie Al Kattani  Jakarta : Gema Insani, cet I, h. 19 
kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)
Dr. yusuf alqardhawi, 2008, legalitas politik Ter, Amirullah Kandu Badung : Pustaka Setia;
Drs. Beni Ahmad Saebani, 2007, filsafat hukum islam, Bandung : Pustaka Setia;
Abdul Wahab Khalllaf, 1994, ilmu ushul fiqih, terjemahan oleh Ahmad Qarib, semarang : Dina Utama;
Ahmad almursi Husain jauhari, 2009, maqasid syariah, Terjemahan oleh khikmawati Jakarta : Amzah;
Dr. Junaidi Lubis, 2010, MA, Islam Dinamis, Jakarta : Dian Rakyat;
Noeng Muhadjir, 1996, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rakesarasin;
Soedjono, dan Abdurrahman, 1999, Bentuk Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, Jakarta: Rineka Cipta;
Alquran depag
Frida Hamidi, Kamus Ilmiah Populer Lengkap, Surabaya : apolo




[1] Kata islam banyak terdapat dalam  alquran diantaranya, ali Imran 19, 85, al Maidah 3 yang ketiga ayat tersebut menerangkan bahwa agama yang diridhai Allah hanya agama islam
                [2] Muhammad A. Al-Buraey mengatakan secara umum agama dimaksudkan sebGi sistim kepercayaan, ibadah, prilaku dan lain-lain yang didalamnya terkandung aturan dan filosofi, Muhammad A. Al-Buraey islam landasan alternative adrimistrasi pembangunan, Jakarta : Rajawali, 1986, h. 48
                [3] Said hawwa al-islam, Terjemahan oleh Abdul Hayyie Al Kattani  (Jakarta : Gema Insani, 2004), cet I, h. 19 
                [4] Ibid.
                [5]  Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) alam  n 1 segala yg ada di langit dan di bumi (spt bumi, bintang, kekuatan): -- sekeliling; 2 lingkungan kehidupan: -- akhirat; 3 segala sesuatu yg termasuk dl satu lingkungan (golongan dsb) dan dianggap sbg satu keutuhan: -- pikiran; -- tumbuh-tumbuhan; 4 segala daya (gaya, kekuatan, dsb) yg menyebabkan terjadinya dan seakan-akan mengatur segala sesuatu yg ada di dunia ini: hukum --; ilmu --; 5 yg bukan buatan manusia
                [6] Dr. yusuf alqardhawi legalitas politik Ter, Amirullah Kandu ( Badung : Pustaka Setia, 2008) h.29
                [7] Drs. Beni Ahmad Saebani, filsafat hukum islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2007), h. 243
                [8] Adbul wahab Khallaf mengatakan “tujuan umum syari’ dalam mensyariatkan hukum-hukumnya ialah mewujudkan kemaslahatan manjusia dengan menjamin hal-hal yang dharuri, hajiyat, tahsiniyat. Dan setiap hukum tidaklah dikehendaki padanya kecuali salah satu yang tiga hal tersebut yang menjadi penyebab terwujudnya kemaslahatan manusia”.Abdul Wahab Khalllaf, ilmu ushul fiqih, terjemahan oleh Ahmad Qarib, (semarang : Dina Utama 1994), h. 310
                [9] Ahmad almursi Husain jauhari, maqasid syariah, Terjemahan oleh khikmawati (Jakarta : Amzah, 2009), h. 16
[10]  Loc cit Dr. yusuf alqardhawi legalitas politik, h. 29
[11] Dr. Junaidi Lubis, MA, Islam Dinamis, (Jakarta : Dian Rakyat, 2010), h. 4
[12] Ibid, h. 37
[13] Dr. Yusuf Al-Qardhawi, legalitas politik, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), h. 85
[14] Ismailiyah adalah kelompok Syiah yang terbesar kedua setelah Itsna ‘Asyariyah, Terbentuknya kelompok Syiah Ismailiyah lebih dikarenakan perbedaan penetapan pelanjut Imam Ja’far Shadiq as. Pada tahun 148 H/765 M, di kota Kufah sebagian orang-orang Syiah memisahkan dirinya. Pemisahan ini terkait erat dengan perjuangan melawan dinasti Abbasiyah. Ide mereka dibalik perjuangan tersebut adalah keyakinan bahwa pemerintahan yang berdasarkan keadilan hanya dapat dibenarkan bila dilakukan di belakang kepemimpinan Ismail bin Ja’far (anak laki tertua Imam Ja’far Shadiq AS.), Pada tahun 297 H pemerintahan pertama yang berhasilkan didirikan bernama Fathimiyyun. Keberhasilan ini di bawah kepemimpinan Imam Ismailiyah. Pemerintahan Ismailiyah di bangun di Afrika Utara. Tahun-tahun itu dapat disebut sebagai masa keemasan Syiah Ismailiyah. Pada tahun 487 H/1094 M terjadi krisis terbesar dialami oleh Syiah Ismailiyah. Krisis ini terkait erat dengan kepemimpinan setelah Imam Ismailiyah. Krisis ini menyebabkan terbaginya Syiah Ismailiyah menjadi dua bagian. Musta’lawiyah dan Nizariyah. Perselisihan yang terjadi menyebabkan melemahnya Syiah Ismailiyah di hadapan Ahli Sunah.
[15] Op cit,  Dr. Yusuf Al-Qardhawi, h. 86
[16] Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rakesarasin, 1996), 94
[17] Tidak bersisat penghayatan atau dari pengalaman, Frida Hamidi, Kamus Ilmiah Populer Lengkap (Surabaya : Apolo,  - ), h. 128
[18]  Soedjono, dan Abdurrahman, Bentuk Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), 13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar