BAB I
PENDAHULUAN
A.
Memahami Perubahan
Masyarakat
Perubahan masyarakat adalah sebuah
fenomena alamiah seiring dengan perputaran waktu, disebabkan kehidupan manusia
yang secara teratur terus bergerak menuju kesempurnaan. Tidak ada masyarakat
yang berada dalam kondisi stabil dan tetap pada waktu yang berbeda, semua
bergerak, mengalir, menuju sebuah peradaban yang kian sempurna.
Tata nilai dan norma dengan
sendirinya hadir seiring dengan keberadaan manusia itu sendiri,ada yang
dirumuskan dengan kesepakatan, kekuasaan, dan juga agama. Hukum islam merupakan
hasil dari sebuah evolusi pemikiran manusiawi dari kemajemukan norma-norma
agama yang berlandaskan nash.
Al-Khulafah al-Rasyidun adalah
pentafsir hukum yang pertama dengan kafasitas kemanusiaan,yaitu setelah wahyu
sudah terhenti. Mereka dan pera sahabaat yang lain merupakan generasi yang
terbetuk dari pola kepemimpinan nubuwwah. Dalam rentang waktu 13 tahun dimekkah
jiwa mereka telah diisi dengan doktrin akidah yang kuat, dan 10 tahun di
madinah mereka menemukan ternyata rasul bukan informan yang minus akan intelektual.
Justeru beliau lah pemikir dan hakim pertamadalam hukum islam. Pola memikiran
beliau bisa kita petakan dengan Menerapkan norma wahyu dalam bidang agama dan musyawarah
dalam bidang dunia, dalam urusan dunia inilah rasul berijtihad namun wahyu
menjadi metodologi serta landasan beliau dalam berijtihad. Begitu pun Khalifah
Ar-Rasyidin wahyu dan semua ijtihad rasul dijadikan metodologi serta landasan
dalam berijtihad (masalah duniawi) dengan bermusyawarah sebab
perkembangan dan perubahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat akan
melahirkan kebutuhan dan kemaslahatan yang berkembang dan berubah pula dan hal
ini akan di selesaikan dalam musyawarah.
BAB II
PENGERTIAN – PENGERTIAN DASAR TENTANG HUKUM ISLAM, PERUBAHAN
SOSIAL,DAN ALKHULLAFAH AR-RASYIDIN
A.
Pengertian hukum islam
Kata hukum berasal dari bahasa arab
“al hukm”, artinya istinbatu amrin au nafyuhu ‘anhu menetapkan sesuatu
kepada sesuatu atau menafikan sesuatu dari sesuatu dan al-qada bi al-adalah memutuskan
dengan adil. Sedangkan Hukum syariat dipahami sebagai segala ketentuan dari
alquran dan sunnah. Alquran dan sunnah diakui sebagai sumber kewahyuan yang
valid dan pemahaman serta penafsiran terhadapnya disebut dengan hukum fiqih.
1.
Syariat
Secara bahasa artinya bayan,
audah, izhar. Secara istilah hukum yang ditetapkan Allah. Ketika ketetapan
Allah itu identik dengan firmannya maka dapat dipahami syariat itu adalah
wahyu, dan ketika syariat itu dikaitkan dengan peranan rasul yang membawa
syariat itu dipahami sebagai ketentuan dan sunnah.
Sebagai pembuat hukum, tuhan disebut
syari’ dan manusia disebut dengan mukallaf (yang menjalankan/ pemikul beban)
2.
Fiqih
secara bahasa berarti faham,
mengerti, mengetahui, cerdas. Secara istilah ketetapan hukum yang dikeluarkan
ulama dari pemahamannya terhadap nash. Semua ketetapan hukum ini didasarkan
kepada dalil terdiri dari firman Allah dan sunnah nabi SAW,ijma’qiyas dan apa
saja yang menjadi sarana untuk sampai kepada dalil.
3.
Ijtihad
Yaitu usaha-usaha untuk memahami
hukum dari dalilnya, maupun melahirkan hukum yang baru. Dalam hal ini subjeknya
adalah mujtahid dan mereka haruslah memiliki tiga hal yaitu pengusaan bahasa,
penguasaan dalil, dan pengetahuan tetang maqasid. Perkembangan dan perubahan
masyarakat adalah factor penting lahirnya ijtihad, karna hal itu akan
memerlukan hukum yang baru untuk mengaturnya.
B.
Paradigma perubahan masyarakat.
Unsur-unsur masyarakat yaitu :
1.
Mayarakat merupakan kumpulan individu dari jenis hewan yang hidup
secara berkelompok.
2.
Makhluk social dan Saling menopang
3.
Selalu mengalami
perkembangan dan perubahan dari segi budaya dan peradaban.
Kehidupan manusia disebut berubah
karena adanya perubahan disaat berubahnya waktu, sehingga akan melahirkan
keberagaman kebutuhan, karakter, kultur dan pola pikir yang amat sangat berbeda
dan akan selalu berubah seiring berjalannya waktu, hal inilah yang akan menimbulkan perbuatan mukallaf yang tidak
berdasarkan ketetapan hukum yang pasti.
Secara garis besar yang mempengaruhi
perubahan itu adalah lingkungan,poulasi yang makin bertambah, ideology
pemikiran, peristiwa, inovasi kultur (iptek), dan perbuatan mukallaf.
C.
Khilafah dalam islam
Manusia hidup secara berkelompok, untuk
itu manusia mestilah memiliki pemimpin dan aturan. Sebab manusia adalah makhluk
social yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain, maka manusia akan selalu
melakukan interaksi, dalam hal ini manusia memerlukan pemimpin dan aturan yang
mengatur interaksi tersebut.
Dalam urusan politik, islam sudah
meletakkan stuktur kenegaraan yaitu adanya pemimpin, adanya rakyat, adanya
wilayah, adanya norma atau kontitusi. Pemimpin sebagai wakil tuhan dibumi untuk
mengurusi manusia dan menjaga agar kemaslahatannya dapat terlaksanakan.
BAB III
PERUBAHAN MASYARAKAT PADA MASA KHALIFAH AR-RASYIDIN
A.
Perubahan Struktur
Dari waktu kewaktu struktur
kepemimpinan bangsa arab selalu mengalami perubahan mulai dari nabi Ibrahim
yang mendirikan kota tersebut (mekkah), yang kemudian berkembang dan anak
cucunya disebut qurays, kota ini direbut kabilah khuzana’ah secara paksa dari
qurays, hingga turuntemurun diwarisi kepada anak cucunya pada masa halil ibn
habsyiyyah. Hingga qusay seorang pemuda qurays menikah dengan putri halil dari
kalangan khuza’ah, selang waktu berganti qusay dari kalangan qurays merebut
kembali kota mekkah dari kalangan khuza’ah.
Arab praislam pada masa jahilliyah
yang dikenal dengan istilah hidup perkabilah, pada masa masuknya islam
(kepemimpinan nabi Muhammad SAW) struktur kepemimpinan dipegang lansung oleh
nabi Muhammad mulai dari pemimpin dalam urusan Negara serta agama. Selanjutnya Pasca
masuknya islam (pada masa khalifah
ar-rasyidin), masa pperpindahan dari khalifah ke Dinasty-sinasty banyak
mengalami polemic politik dan melahirkan banyak perpecahan yang terjadi
dikalanngan umat islam itu sendiri.
Dari masa kemasa perubahan struktur
kepemimpinan itu selalu terjadi hingga sekarang, hal ini dikarnakan oleh
berubahnya struktur masyarakat itu sendiri menghadapi perubahan zaman yang
melahirkan peradaban baru setiap waktunya.
B.
Perubahan perilaku dan tata nilai
Perubahan tata nilai selama
pemerintahan khalifah ar-rasyidin terlihat dari bergesernya cara pandang dan
pola berbuat masyarakat dalam beberapa aspek penting, yang dulunya perkabilah
sekarang berdasarkan islam. Perubahan yang mendasar diantaranya
1.
Kepercayaan
Hal ini berhubungan dengan iman yang
dahulunya menyembah patung yang mereka anggap akan menberikan berkah, dan
pemahaman ini telah berganti dengan ktauhidan kepada Allah.
2.
Norma kemuliaan
Orang arab pra islam suka akan
kemuliaan dan kebanggaan, untuk itu mereka rela melakukan apapun yang dekenal
dengan istilah adu kemuliaan mufakharah sehinnga islam datang dan
menafikan itu semua karna kemuliaan seseorang yang diatur islam dilihat dari
ketaqwaannya.
3.
Penghargaan terhadap wanita
Islam telah memberikan perobahan
yang besar dalam persoalan wanita. Islam menjadikan wanita sebagai tianng
Negara yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap tegaknya Negara. Arab yang
selama ini tidak memberikan hak-hak wanita yang seimbang dengan kemanusiaannya
telah berubah menjadi orang yang menghargai wanitadalam arti yang sesungguhnya.
Dan telah merombak caraa pandang arab terhadap wanita pra islam.
4.
Ekonomi
Dalam perekonomian, islam
mengaturnya berdiri atas dasar memperkecil unsure gharar dan dharar.
5.
Sangsi khamar
Perubahan tata nilai pada masa
khalifah ar-rasyidin sudanh mengalami perubahan dari masa rasulallah salah
satunya yaitu tentang penetapan sangsi minum khamar yang pada masa rasulullah
hanya di jilid sebanyak 40 kali tetapi pada masa umar dinaikan memjadi 80 kali
jilid hal ini dikarnakan para pejabat Nya yang mulai longgar dalam persoalan
khamar.
6.
Warisan
Bangsa arab menetapkan kewarisan
berdasarkan nasab (keturunan), perkawinan, perjanjian dan sumpah, tabanai (anak
angkat) seiring berjalanya waktu islam mengaatur kewarisan hanya berdasarkan
kepada nasab yaitu pertalian darah jalur atas, jalur bawah, jalur samping,
serta berdasarkan pernikahan.
BAB IV
PRINSIP DAN METODE IJTIHAD
A.
Prinsip Ijtihad
Peran khalifah ar-rasyidin dalam
masyarakat muslim periode sahabat adalah peranan yang mengintegrasikan tiga
status, yaitu sahabat nabi, mujtahid, dan kepala Negara.merka adalah orang yang
terbaik dari generasi terbai yang dibekali dukungan dari alquran dan sunnah
untuk didudukkan sebagai orang yang memeiliki kafasitas panutan. Sebagai
intelektual mereka adalah orang cerdas, objektif, tidak terikat oleh norma
apapun dalam mencari kebenaran, sebab kebenaranitulah norma yang sesungguhnya. Sebagai pemegang pemerintahan mereka selalu
mennyesuiakan kebijakan dengan keadaan yang dihadapi dengan dukungan kekuasaan
dan kewenangan.
Dari gabungan tiga status ini
(sahabat, mujtahid, pemimpin) khalifah ar-rasyidin menjalankan fungsi sebagi
kepala pemerintahan yang berhak menetapkan hukum, berbagai kebijakan diambil
dengan pola-pola yang teratur, tidak otoriter, dan bersedia dikritik. Pola-pola
penetapan hukum ini berpijak dari kebersamaan, rasionalk, terarah, dengan
pengujian yang cerdas dan terbuka.
1.
Prinsip kebersamaan
Perinsip kebersamaan dalam
menetapkan hukum direkam dari pola musywarah yang dilakukan khalifah
ar-rasyidin dalam menyelesaikan masalah. Musyawarah adlah pola bertindak yang
sangat penting dalam mnenyelesaikan urusan, sebab musyawarah mengajarkan
keluhuran diantaranyna :
a.
Kesetaraan status
b.
Pemanduan berbagai macam pemikiran yang diarahkan mencari jalan
yang terbaik
c.
Tiap peserta musyawarah memiliki hak suara seimbang dan adil.
d.
Tidak ada dominasi karena jumlah anggotanya, atau dominasi
minoritas karena keistimewaan status yang dimilikinya.
e.
Keputusan musyawarah membebani tiap pesertanya untuk dijalankan
dengan serius dan bertanggung jawab.
f.
Musyawarah memberikan kehormjatan kepada teman sehingga mengikat
hati mereka.
g.
Musyawarah memberikan keluasan bagi manusia untuk menggunakan
akalnya.
2.
Prinsip tujuan hukum yang terarah
Tujuan hukum menjadi prinsiop yang
penting dalam ijtihad khalifah ar-rasyidin, yaitu kemaslahatan. Kemaslahatan
yang tertinggi ialah tegaknya kebenaran agama secara sempurna dan terciptanya
kedamaian srta ketentraman dalam masyarakat. Sebagai contohnya dalah inovasi
pembukuan alquran.
3.
Prinsip rasionalitas
Pada umumnya Khalifah Ar-Rasydin
melakukan penetapan hukum didasarkan pada tujuan hukum yang terkandung dalam
nas-nas yang tersurat, lalu menjadikannya premis deduktuf untuk menjaring kasus
baru dengan istilah asyabah wal amsal. Sebagai intelektual, Khalifah
Ar-Rasydin berdiri pada obyektifitas ilmu. Untuk ilmu agama harus dikeluarkan
dari sumbernya yang asli yaitu alquran dan sunnah.bagi Khalifah Ar-Rasydinnas
merupaka pedoman akal mencari petunjuk.
4.
Prinsip mendengar suara hati
Kaum muslimin dizaman Khalifah
Ar-Rasydinmelakukan ijtihad secara bebas dan bertanggung jawab. Setiap
persoalan yang membutuhkjan keputusan hukum pemerintah akan dibahas secara
transparan dan berani. Keputusan dan fatwa terjadi lewat pengyaringan
intelektual kolektif dan bebas denga sebuah pemikiran bagaimana menyikapi
perubahan social yang terjadi saat itu denga cara yang terbaik.
Suara hati bagi Khalifah
Ar-Rasydinadalah petunjuk yang nyata. Suara hati adalah satu barometer yang
dijadikan alat ukur oleh Khalifah Ar-Rasydindan dari keyakinan iinlah mereka
selalu membawa tiap kasus yang dihadapi dalam meja musyawarah agar terjadi
pengujian dari orang yang seimbang .
5.
Prinsip keterbukaan
Khalifah Ar-Rasydin dalam beberapa kebijakanya terbuka uuntuk
berlakunya aturan lain yang efektif untuk dijadikian hukjum. Bagi Khalifah
Ar-Rasydin setiap ungkapan ma’ruf pengaturanya dan pembatasannya kembali kepada
pertinbangan akal yang relative.
B.
Metode Ijtihad
Meskipu prisip hukum Khalifah
Ar-Rasydincukup berfariasi tetapi dalam pencarian ketetapan hkum mereka
memiliki metode yang teratur. Secara garis besar ijtihad Khalifah Ar-Rasydin
ada dua bentuk; menafsirkan nas, membuat keputusan terhadap kasus. Khalifah
Ar-Rasydinkelihatannya tidak membutuhkan ijtihad dalam memahami nas alquran.
Dalam bentuk kedua yaitu bagaimana menetapkan hukum terhadap kasus, hal ini
denga menelaah ketentuan alquran lebih dahulu, lalu sunnah.
Dari langkah-langkah penelusuran
hukum yang dilakukan oleh sahabat di era Khalifah Ar-Rasydin ini secara hirarki
adalah menjadikan alquran sebagai sumber awal, lalu kepada sunnah, dan jika
tidak di temukan juga barulah mereka melakukan ijtihad.
C.
Karakter hukum khalifah
dari prinsip dan metode ijtihad
Khalifah Ar-Rasydin di atas hukum yang dihasilkan menjelmahkan hukum yang
memiliki karakter yang khas. Hukum dimata mereka abstark dan tersembunyi
dibalik-balik alquran dan assunnah. Dalm terori hukum madzhab sejarah peranan
seorang yuridis dalam pembentukan hukum adalah untuk mengadakan verivikasi dan
memformulasikan hukum kebiasaan yang telah hidup di kesadaran masyarakat.
Untuk mencari yang terbaik, Khalifah
Ar-Rasydin mengujinya dengan orang-orang yang seperti mereka juga, yaitu ahli
syura.
1.
Kebenaran dan poersamaan
Khalifah Ar-Rasydin tidak pernah
bertindak pilih kasih kepada siapapun dalam persoalan hukum. Jika pelanggaran
hukum terjadi maka maka sanksi hukum akan diterapkan tan pamelihat status
pelakunya.
2.
Kemuliaan dan keluhuran manusia
Dalam pandangan Khalifah Ar-Rasydin
hukum mempinyai manfaat dan fungsi untuk membunuh virus-virus kemungkaran yang
merusak kemuliaan manusia. Amanat hukum bukan untuk menerapkan hukum, tetapi
menghilangkan unsure perusak yang tidak mungkin untuk diperbaikiatau menularkan
kebrobokan pelakunya kepada orang lain.
Bagi Khalifah Ar-Rasydin hukum juga
bersifat temporer, apabila terasakan tidak cocok lagi maka harus dilakukan lagi
perubahan.
BAB V
IJTIHAD DALAM
BIDANG-BIDANG AGAMA
A.
Ijtihad Terhadap Alquran
Ijtihad terhadap alquran disini
maksudnya adalah kebijakan yang berkaitan dengan alqura. Dalam persoalan
pengumpulan dan penulisan alquran dalam satu naska adalah sesuatu yang
samasekali baru dimasa Khalifah Ar-Rasydin.
Perjalanan sejarah membawa Khalifah
Ar-Rasydin harus memikirkan untuk melakukan satu kebijakan berkaitan dengan
alquran agar keberadaannya utuh dan terhindarr dari percampuradukan dengan ajaran islam yang lain. Ada tiga kebijakan
yang dilakukan oleh Khalifah Ar-Rasydin dalam persoalan ini yaitu penulisan
alquran dalam satu mushaf, penyeragaman kiraat, dan pemberian rambu-rambu tanda
baca, dan semua ini didasari oleh perkembangan masyarakat yang terjadi.
1.
Pengatuan tullisan
Dalam penyatuan tulisan alquran
merupakan hasil dari pemikiran Umar dan di musyawarahkan dengan Abubakar
beserta zaid ibn tsabit tentang factor yang memungkinkan kehilangan alquran,
yaitu kehilanan penghafal alquran yang gugur dalam perang danjuga yang sudah
meninggal dunia, dan hafalan saja tidak cukup kuat serta ada juga yang
memalsukan alquran. Maka untuk menjaga alquran dari hilangnya dan juga
kemurniannya Khalifah Ar-Rasydin menuliskan data yang ada dalam satu mushaf.
2.
Penyatuan qiraat
Proses pengaraban menimbulkan
persoalan baru yaitu timbulnya perbedaan dalam membaca alquran, ustman akhirnya
member instruksi agar alquran dibaca dengan satu cara yang standar, dan
kikembangkan kewilayah-wilayah islam sebanyak empat salinandan satu tinggal di
kota madina.
3.
Penyatuan tanda baca
Yang tak kalah pentingnya juga
adalah peletakakn titik dan pengaraban alquran yang dikenal denga I’rab. Naska usmani yang dijelaskan diatass
tidak memilikii tanda baca sehingga berpotensi terjadinya bacaan yang
berfariasi. Para sahabat lalu memikirkaj persoalan ini, dan membahasnya,
akhirnya mereka berkesimpulan cara penulisan alquran harus diperbaharui.
B.
Ijtihad dalam bidang Ibadah
Ibadah secara umum bermakna
kepatuhan kepda Allah. Segala aktifitas manusia yang selaras dengan aturan yang
telah ditentukan agama bermakana ibadah. Ibadah bukan sekedar ritual dalam
rangka jalinan antara hubungan antara individu dengan tuhannya, tetapi lebih
dari itu ibadah juga menjadi saran mempererat hubungan sesame anggita
masyarakat.
1.
Shlat taraweh berjamaah
Pada awalnya nabi melaksanakan
shalat tarawih dengan berjamaah namun ada kekhawatiran nabi kepada umatnya
dikira senbagai shalat wajib. Lalu nabi pun tidak menyelenggarakannya lagi
dengtan berjamaah. Akan tetapi kecintaan masyarakat terhadap masjid cukub besar
apalagi dibulan ramadhan namun shalt tarawih dilakukan tanpa berjamaah.
Umar melihat hal ini, ia merasa
kurang indah. Kekompakan umat islam dalam beribadah tidak lagi mencerminkan
kesatuan, dengan alas an itulah maka Umar menyelenggarakan shalat tarawih denga
berjamaah.
2.
Menembah azan jum’at menjadi dua kali
Sejak
islam masuk ke madina maka madina mengalami kemajuan nyang pesat sehingga dalam
melaksanakan shalat jumat banya dari
kaumuslimin yang terlambat karena kesibukan yang mereka lakukan, usman kemudian
membuat azan jumat menjadi dua kali, azan pertama menandakan untuk memanggil
kaumuslimin bahwa waktu shalat telah masuk, azan kedua menendakan bahwa khatib
naik mimbar.
3.
Mendahulukan khutbah dari shlat id
Usman
melihat bahwa sebahagian jamaah shalat id tidak mendengarkan khutbah sampai
selesai, malah sibuk untuk bersilaturrahmi dan makan kue.
Jika dicermati kreasi ijtihad diatas
terjadi hanya pada persoalan sunnah saja.
C.
Ijtihad tentang zakat
1.
Menetapkan hukum wajib zakat
Pada masa rasul zakat menjadi daya tarik tersendiri orang masuk
islam. Ketika berita kematian Rasul, sebahagian penduduk yaman berpendapat
zakat tidak perlu lagi dikeluarkan dengan alasan bahwa zakat merupakan iuran
atau upeti terhadap nabi. Mak Abu Bakar berdasarkan ijtihad dan musyawarah
beranggapan bahwa lebih baik memerangi mereka sebelum terjadi pengingkaran yang
lebih luas agar menjadi peringatan dan ancaman kepada mereka.
2.
Menghapus hak muallaf dari zakat
Salah satu siyasah agama dalam menyikapi orang musyrik adalah
memberikan mereka satu saham dari harta zakat, mereka itula yang disebut dengan
muaallaf. Peristiwa ini hanya terjadi di awal islam yang dirujukkan kepada
orang yang telah masuk islam tetapi belu
kuat keyakinannya.namun setelah islam berkembang maka tidak perlulagi ada
bujukan tersebut.
3.
Menambah uni t barang yang dizakatkan
Umar menganbil zakat kuda dan budak
yang sebelumnya tidak termasuk kedalam harta yang dizakatkan,
BAB VI
IJTIHAD DALAM BIDANG KELUARGA
A.
Ijtihad dalam persoalan perkawinan
1.
Mencabut kebolehan menikahi wanita kitabiyah
Dalam sebuah riwayat umar bin khatab
melarang hudzaifahmenikahi wanita kitabiyah dengan alas an umar takut
kaumuslimin yang lain meniru apa yang dilakukan huzdaifah dan mereka lebih
memilih wanita ahli zimmah karena kecantikannya dan itu cukup menjadi bencana
bagi wanita muslaimah.dari hal tersebut dapat kita perhatikan bahwa umar tidak
menolak kebolehannya namun mencegas mafsadat yang akan ditimbulkan oleh hal
tersebut.
2.
Ijtihad tentang talak tiga
Untuk talak tiga yang di ucapkan
tiga kali ucapan tanpa Jeddah waktu dan talak tiga yng diucapkan sekaligus,
maka nabi memberikan putusan hanya jatuh satu talak dan suami masi bisa rujuk,
namun umar merobahnya dengan alas an untuk mendudukkan kemuliaan wanita pada
posisinya, agar dihormati, dan agar membuat jera orang yang suka bermain-main
dengan ucapan talak.
3.
Hak mengasuh anak
Menurut historis umar pernah menikah
dengan wanita anshar dan di masa Abu Bakar menjadi Khalifah maka umarpun
mengambil anaknya dari hasil pernikahannya dengan wanita tersebut dan hal ini
sampai kepada Abu Bakar sehingga abubakar menetapkan bahwah hak asuh dari anak
tersebut jatuh kepada ibunya dengan alasan, bagi ibu dekat dengan anaknya yang
amsih kecil merupakan kebutuhan piskologidan ia tidak akan damai berada jauh
dari ibunya.
B.
Ijtihad dalam bidang hukum waris
Jika dilihat sketsa dari
perkembangan hukum waris arab ini bentuknya adalah tahap pertama hukum
jahiliyah, kedua hukum alquran, ketiga hukum rasul dan tahap keempat adalah
hukum islam yang merupakan penbauran berbagai norma yang hidup di masyarakat
muslaim. Dengan demikian hukum waris adalah satu dari hukum yang berubah
karenaperubahan yang terjadi dalam masyarakat. Dahulu hukum waris yang dianut
oleh bangsa arab bersumber dari nasab, pernikahan, perikatan dan sumpah, namun
dalam islam hanya dua yaitu pernikahan dan nasab.
BAB VII
IJTIHAD DALAM BIDANG POLITIK DAN PERADILAN
A.
Ijtihad tentang Negara
Ijtihad dalam bidang kenegaraan pada
pkoknya terrangkum dalam tiga kereangka, menentukan corak pemerintah, membentuk
struktur pemerintah, dan membuat kebijakan program kerja. Semua ini lahir dan
berkembang berkaitan dengan keadaan yang dihadapi.
1.
Pembentukan Negara dengan satu kepala pemerintahan
Ijtihad Khalifah Ar-rasyidin dalam
pembentukan Negara bercorak kepaa satu orang kepala Negara, dibantu beberapa
orang mentri, dengan kewenangan menjalankan pemerintah dibawah control rakyat.
2.
Pembentukan aparat kenegaraan
Trobosan pertama yang dilakukan
Khalifah Ar-rasyidin adalah menciptakan satu iklim dimana pemerintahan member
pelayanan kepada public dan public sendiri mengawasi jalannya roda pemerintahan
yang dijalankan oleh aparatur Negara. Struktur Negara harus dibangun, aparat
yang diperlukan harus diangka, persoalan hukum harus diperhatikan, dan keuangan
harus diprikirkan untuk mendanai operasional pemerintahan.
Untuk membantu Khalifah
Ar-rasyidindalam bidang hukum, pada masa Abu Bakar dibentuklah dewan hukum yang
bertugas melakukan penafsiran alquran dan assunnahdan melakukan istinbat.
3.
Persoalan ghanimah
Khufah
syam dan irak ditaktukkan pada tahun 17 hijriyah oleh saat bin abi waqqas dan
dari tiga daerah taklukan inilah mendatangkan ghanimah yang luar biaa banyaknya
namun umar membagi harta tersebut kedalam dua bagian yaitu harta yang bergerak
dan harta yang tidak bergerak harta bergerak dijadikan sebagai harta ghanimah
sedangkan harta yang tidak bergerak dijadikan harta fai’ hal ini berdasarkan
pertinbangan
1.
Daerah takllukan sifatnya pembebasan, bukan penjajahan
2.
Ketiga daerah tersebbut tidak memberontak melaikan member jalan
masuk bagi kaumuslimin untuk mengusir penjajahan yang dilakuakn oleh bangsa
eropa
3.
Jika tanahnya disita maka penduduk tersebut akan mengalami
kemiskinan\,dan nantinya akan menjadi beban bagi pemerintahan islam
4.
Penaklukan bukan untuk memperluas Negara tapi mempertahankan
wilayah
4.
Menetapkan penanggalan
Kehidupan social masyarakat tidak
akan terlepas dari waktu begitu juga dalam hal ibadah. Perhitungan satu minggu
hingga taraf tertentu adalah konvesional, meski mula-mula berbeda diberbagai
kultur,8 hari di mesir kuno, 7 hari dalam tradisi yahudi dan kriste, 10 hari
dicina, 5-6 hari di afrika, bagi orang arab 7 hari.
Manusia mengenal penanggalan sejak
adam dikeluarkan dari surga, maka dihitunglah lama mereka berada di duani.
Kemudian berganti kepada Nuh berdakwah, lalu berdasarkan terjadinya angin
topan, berdasarkan dibakarnya nabi Ibrahim,. Bani israil berdasarkan tahunj
Zulkarnain sedngkan umat nasrani berdasarkan lahirnya isa almasi.
Pada masa umar ditetapkanlah
penanggalan dan penyetempelnya dengan tanah pada bulan rabiul awal 16 H/ 639 M.
5.
memberi bantuan untuk rakyat
ketika kas Negara berlimpah
pemerintahpun memperhatikan kesejahteraan rakyatnyna dengan member tunjangan bulanan disesuaiakan menurut
jasanya.
Kualifikasi
pertama adalah yang ikut dalam perang badar yang mendapatka 5000 dirham, untuk
para istri nabi mendapatkan 12000, abbas paman rasul 12000, hasan husein 5000,
penduduk mekkah 800
B.
ijtihad dalam bidang peradilan
orang arab telah mengenal adanya
peradilan yang mereka kenal dengan sebutan Al-qadha, secara harfiah berarti
memutuskan, menetapkan, memastikan mewasiatkan, memerintahkan melaksanakan,
menyempurnakan dan mengeluarkan. Sebelum islam datang oarnag arab mengenal
peradilan namun tidak mencerminkan keadilan yang seutuhnya, sebab peda saat itu
peradilan diwarnai dengan
1. membedakan
atara orang yang terpandangdengan rakyat jelata.
2. Pijakan hukum
bukanlah kebenaran tetapi fanatisme kabilah
3. Peradilan dapat
mengeksploitasi orang lain seperti hurang yang tidak bisa bayar hutang
dijadikan budak.
Setelah islam datang maka rasulullah secara otomatis menjadi kepala
pemerintahan dan hakim sekaligusdengan kompetensinya yang tidak terbatasdan
mematuhinya sebahagian dari iman. Hal ini menunjukkan peran rasulallah berdiri
pada dua dimensi, pertama sebagai pembawa syariat yang tidak mungkin tersalah
dan yang kedua sebagai hakim pemutus perkara berdasarkan pendapat dan
kecferdasanya.
1.
Membentuk lembaga peradilan
Menurut Khalifah Ar-rasyidin
lelmbaga peradilan adalah lembaga resmi Negara yang mempunyai legalitas
tersendiri lepas dari campur tangan
kepala Negara. Mereka berkeyakinan bahwa peradialn merupakan amanat
Allah yang haruh ditunaikan dengan sebuah siasat yang bersifat duniawi.
Peradilan merupakan sarana untuk menyelesaikan senketa dan mencapai kebenaran
duniawi dengan bepedoman kepada hukum.`
2.
Mengangkat hakim
Pada masa Abu Bakar, beliau sekalugus manjadi hakim karena
kedudukannya sebagai kepala Negara. Selanjutnya beliau mengankat Umar dalam
posisi tersebut, umar mengankat abu muasa al asy’ari di basrah, qadi syuriah
ibn al harits alkindi, di kuffah selain ammar, usman ibn hanif dan ibnu mas’ud,
usman ibn qais ibn AM al-as di mesir. Khalifah Ar-rasyidin membuat trobosan
yang penting dalam pembentukan peradilan islam. Siapa saja boleh menjadi hakim
berdasarka ia cerdas, bijak, berwibawah, jujur, benar, independen, berpikiran
jernih, tidak memihak, objektif, berpengalaman, mampu melihat kedepan, dan
berwibawah karena statusnya terpandang di masyarakat.
3.
Membuat hukum acara
Hukum acara mereka adalah pembuktian
harus diaajukam pendakwa dan sumpah dilakukan oleh terdakwa, hakim melakukan
pemerikksaandengan adil, terlepas dari emosi, dan intimidasi dari manapun,
setiap tuntutan hak harus diiringi dengan pembuktian,jika pembuktianya tidak
kuat maka boleh menghukumnya.
C.
Ijtihad di bidang jinayah
1.
Hukuman minum
khamar yang dulunya pada masa rasul
hanya 40 kali jilid di zaman umar ditambah menjadi 80 kali jilidsebab jumlah
dulu tidak lagi efektif untuk memberikan efek jera. Ia merumuskan masalah ini
dalam musyawarah deangan sahabat lain, ali mengusulkan bahwa hukuman itu
ditambah menjadi 80 kali jilid dengan alasan bagi yang mabuk, maka ia akan
menfitnah, dan hukuman bagi orang yang memfitnah 80 jilid.
2.
Melepaskan hukuman pencuri
Dalam kasus pencurian umar tidak
memberikan hukuman dengan potonng tangan di saat dilanda masa paceklik sebab
maslahat yang ingin di capai dari hukuman potong tangan tersebut padasaat itu
tidak tepat, karena di saat orang sangat lapar maka hal-hal yang harampun
menjadi halal bagi mereka.
BAB VII
PETA IJTIHA KHALIFAH AR-RASYIDIN
Khalifah Ar-rasyidin yang memiliki
tiga status yaitu sahabat, kepala Negara, dan juga mujtahidmemiliki perhatian
yang cukup besar kepada maslahat dan ini terlihat jelas pada pola istihsan dan
ijtihadnya. Maslahat diambil lewat pemikiran yang bersih dan jenius. Maslahat
diramu dari norma-norma universal yang dibentangkan agama, yang tidak
bertentangan dengan akal.
Ibnu aqil mengatakan pemimpin yang
datang kemudian haruslah melakukan ijtihad yang berbeda dengan yang sebelumnya
sebab kemaslahatan itu akan berubah dengan perubahan zaman. Khalifah
Ar-rasyidin adalh anak dari zamannya, yang berkreasi, berpikir, dengan pola
yang lentur, konsisten penuh percaya diri namun berdasarkan dalil-dalil yang
terdapat dalam nas secara universal. Karena ijtihad itu ada disebabkan oleh
paktor perubahan masyarakat yang ditinjau dari lkingkungan, populasi,
peristiwa, inovasi kultur dan aktifitas manusia itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar