Powered By Blogger

jam

_

assalammualaikum

semoga bermanfaat

Minggu, 08 Juni 2014

etika profesi hukum (pengacara atau kuasa hukum)



PEMBAHASAN
KODE ETIK ADVOKAT[1]

A.      Definisi Advokat
Pengertian advokat terdapat dalam UU No. 18 Tahun 2003[2] tentang Advokat (“UU Advokat”), Pasal 1 angka 1 , sebagai berikut:
Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang ini.[3]
 Sedangkan, istilah “pengacara”[4] dapat ditemui di dalam Pasal 1 Kode Etik Advokat Indonesia (“KEAI”) yang disahkan pada tanggal 23 Mei 2002, yaitu:
Advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara Praktek ataupun sebagai konsultan hukum.
Jadi dapat disimpulkan bahwa yang disebut sebagai advokat adalah semua orang yang memiliki profesi untuk memberikan jasa hukum baik di dalam maupun di luar Pengadilan sesuai dengan ketentuan advokat, maka istilah advokat, penasihat hukum, pengacara parktek, dan konsultan hukum dikategorikan kepada advokat.[5]
B.       Perbedaan Istilah Dalam Profesi Advokat
Sebelum berlakunya UUA, ketentuan yang mengatur mengenai advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan sehingga pengertian pengacara dan penasihat hukum berbeda.
Pengacara adalah seseorang yang memiliki profesi untuk memberikan jasa hukum di dalam pengadilan di lingkup wilayah yang sesuai dengan izin praktek beracara yang dimilikinya.[6] Sehubungan dengan hal tersebut, apabila pengacara tersebut akan beracara di luar lingkup wilayah izin prakteknya tersebut di atas, maka ia harus meminta izin terlebih dahulu ke pengadilan di mana ia akan beracara.[7]
Advokat adalah orang yang mewakili kliennya untuk melakukan tindakan hukum berdasarkan surat kuasa yang diberikan untuk pembelaan atau penuntutan pada acara persidangan di pengadilan atau beracara di pengadilan (proses litigasi). Atau seseorang yang memiliki profesi untuk memberikan jasa hukum kepada orang di dalam pengadilan atau seseorang yang mempunyai izin praktek beracara di pengadilan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.[8]
Konsultan hukum atau Penasehat hukum adalah orang yang bertindak memberikan nasehat- nasehat dan pendapat hukum terhadap suatu tindakan/ perbuatan hukum yang akan dan yang telah dilakukan oleh kliennya (non-litigation).[9] Atau juga bisa dikatakan seseorang yang tidak harus memiliki ijin praktek sebagai advocat atau pengacara, tetapi ia harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang penyelesaian sengketa di bidang hukum. Pengetahuan yang cukup tidak ada kriteria yang tegas tetapi paling tidak seorang konsultan hukum harus mempunyai latar belakang pendidkan hukum dan pengalaman-pengalaman menyelesaikan sengketa hukum terutama di luar pengadilan. Dalam penyelesaian sengketa seorang konsultan hukum hanya memberi nasehat.
C.      Fungsi dan Peranan Advokat
Secara garis besar, fungsi dan peranan advokat sebagai berikut :
a.    Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia.
b.    Memperjuangkan hak asasi manusia
c.    Melaksanakan kode etik advokat.
d.   Memegang teguh sumpah advokat dalam rangka menegakkan hukum,keadilan, dan kebenaran.
e.    Menjunjung tinggi serta mengutamakan idealisme(nilai keadilan,kebenaran, dan moralitas).
f.     Melindungi dan melihara kemandirian, kebebasan, derajat, dan martabat advokat.
g.    Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan advokat terhadap masyarakat dengan cara belajar terus-menerus untuk memperluas wawasan dan ilmu hukum.
h.    Menangani perkara-perkara sesuai dengan kode etik advokat, baik secara rasional maupun secara internasional.
i.      Mencegah penyalahgunaan keahlian dan pengetahuan yang merugikan masyarakat dengan cara mengawasi pelaksanaan setika profesi advokat melalui dewan kehormatan asosiasi advokat.
j.      Memelhara keperibadian advokat karena profesi advokat yang kehormatan.
k.    Menjaga hubungan baik dengan klien maupun dengan taman sejawat.
l.      Memelihara pelayanan hukum, nasihat hukum,konsultan hukum, pendapat hukum,informasi hukum,dan menyusun kontrak-kontrak.
m.  Membela kepentigan klien dan mewakili klien di muka pengadilan.
n.    Memberikan bantuan hukum dengan cuma-Cuma kepada masyarakat yang lemah dan tidak mampu. [10]

D.      Sistem Tarif Advokat
Jasa advokat merupakan jasa yang memberikan perlindungan hukum dan perdampingan hukum kepada kelien yang dihadapkan pada sebuah masalah hukum. Pembayaran terhadap jasa advokat dilakukan oleh klien yang menggunakan jasa advokat tersebut dengan jumlah atau nominal yang telah disepakati. Hal ini disebut dalam UU no.18 tahun 2003 tentang advokat pasal 1 dan 7 yaitu :
1.    Pembayaran borongan. Advokat memperoleh bayaran yang sudah ditentukan besarnya hingga perkara tersebut tuntas ditangani.
2.    Pembayaran berdasarkan porsi. Advokat menerima bagian dari hasil yang dimenangkan oleh kalien dalam suatu sengketa hukum. Akan tetapi advokat hanya akan menerima bagian jika ia berhasil memenangkan perkara tersebut.
3.    Pembayaran per jam. Cara pembayaran ini dilakukan untuk jad dalam lingkup bisnis kecil.
4.    Pembayaran ditetapkan. Advokat yang akan menangani suatu tugas atau proyek biasanya menentukan sistem pembayaran tetap.
5.    Pembayaran berkala. Jika seorang advokat menggunakan sistem pembayaran berkala,klien membayar secara bulanan atau bisa juga dirancanga untuk pembayaran per triwulan,semesterr, atau tahunan sebelum berbagai jasa hukum diterima untuk disepakati bersama. Sistem ini sangant menguntungkan bagi klien, terutama jika klien tahu bahwa mereka akan sering membutuhkan advokat dalma suatu periode tertentu.[11]
E.       Prosedur Penngangkatan
1.       Prosedur menjadi Advokat (menurut UU Advokat):
a.       Persyaratan:
a)    warga negara Republik Indonesia;
b)   bertempat tinggal di Indonesia;
c)    tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
d)   berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
e)    berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum
f)    mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat
g)   lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;
h)   magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat;
i)     tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
j)     berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.
b.      Pengangkatan:
a)    Pengangkatan Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat
b)   Salinan surat keputusan pengangkatan Advokat disampaikan kepada Mahkamah Agung dan Menteri Hukum dan HAM
c)    Sebelum menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya
d)   Salinan berita acara sumpah oleh Panitera Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dikirimkan kepada Mahkamah Agung, Menteri, dan Organisasi Advokat.
F.       Kode Etik Advokat[12]
Dalam pembentukan kode etik ada tiga tujuan yang terkandung didalamnya yakni: (1) menjaga dan meningkatkan kualitas moral, (2) menjaga dan menigkaatkan kualitas keterampilan teknis;dan (3) melindungi kesejahteraan materil para pengemban profesi[13]
a.    Kepribadian Advokat/Penasehat Hukum[14]
Advokat/Penasehat Hukum adalah warga negara Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia demi tegaknya hukum, setia kepada falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
1.    Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan pekerjaannya wajib untuk selalu menjunjung tinggi hukum, kebenaran dan keadilan.
2.    Advokat/Penasehat Hukum harus bersedia memberi nasehat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukannya tanpa membeda-bedakan kepercayaan, agama, suku, jenis kelamin, keturunan, kedudukan sosial dan keyakinan politiknya.
3.    Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan perkerjaannya tidak semata-mata mencari imbalan materiil, tetapi diutamakan bertujuan untuk menegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab.
4.    Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan pekerjaannya bekerja dengan bebas dan mendiri tanpa pengaruh atau dipengaruhi oleh siapapun.
5.    Advokat/Penasehat Hukum wajib memperjuangkan serta melindungi hak-hak azasi manusia dan kelestarian lingkungan hidup dalam Negara Hukum Republik Indonesia.
6.    Advokat/Penasehat Hukum wajib memiliki sikap setia kawan dalam memegang teguh rasa solidaritas antara sesama sejawat.
7.    Advokat/Penasehat Hukum wajib memberikan bantuan pembelaan hukum kepada sejawat Advokat/Penasehat Hukum yang disangka atau didakwa dalam suatu perkara pidana oleh yang berwajib, secara sukarela baik secara pribadi maupun atas penunjukkan/permintaan organisasi profesi.
8.    Advokat/Penasehat Hukum tidak dibenarkan melakukan perkerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan martabat Advokat/Penasehat Hukum dan harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat/Penasehat Hukum sebagai profesi terhormat (officium nobile).
9.    Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan tugas pekerjaannya harus bersikap sopan santun terhadap para pejabat hukum, terhadap sesama sejawat Advokat/ Penasehat Hukum dan terhadap masyarakat, namun ia wajib mempertahankan hak dan martabat Advokat/Penasehat Hukum di mimbar manapun.
10.     Advokat/Penasehat Hukum berkewajiban membela kepetingan kliennya tanpa rasa takut akan menghadapi segala kemungkinan resiko yang tidak diharapkan sebagai konsekwensi profesi baik resiko atas dirinya atau pun orang lain.
11.     Seorang Advokat/Penasehat Hukum yang kemudian diangkat untuk menduduki suatu jabatan Negara (Eksekutif, Legislatif, Judikatif), tidak dibenarkan untuk tetap dicantumkan/dipergunakan namanya oleh kantor dimana semulanya ia bekerja.
b.    Tentang Kewajiban Advokat Kepada Masyarakat[15]
Pembukaan Kode Etik Advokat Indonesia 2002 (Selanjutnya KEAI) menyatakan bahwa advokat adalah suatu profesi terhormat (officium mobile). Kata “mobile officium” mengandung arti adanya kewajiban yang mulia atau yang terpandang dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Serupa dengan ungkapan yang kita kenal “noblesse oblige”, yaitu kewajiban perilaku yang terhormat (honorable), murah-hati (generous), dan bertanggung jawab (responsible) yang dimiliki oleh mereka yang ingin dimuliakan. Hal ini berarti bahwa seorang anggota profesi advokat, tidak saja harus berperilaku jujur dan bermoral tinggi, tetapi harus juga mendapat kepercayaan publik, bahwa advokat tersebut akan selalu berperilaku demikian.
Dengan memenuhi persyaratan yang ditentukan Pasal 2 dan 3 UU Advokat, maka seorang sarjana hukum dapat diangkat sebagai seorang advokat dan akan menjadi anggota organisasi advokat (admission to the bar). Dengan diangkatnya seseorang menjadi advokat, maka ia telah diberi suatu kewajiban mulia melaksanakan pekerjaan terhormat (mobile officium), dengan hak eksklusif: (a) menyatakan dirinya pada publik bahwa ia seorang advokat, (b) dengan begitu berhak memberikan nasihat hukum dan mewakili kliennya, dan (c) menghadap di muka sidang pengadilan dalam proses perkara kliennya.
Akan tetapi, jangan dilupakan, bahwa hak dan kewenangan istimewa ini juga menimbulkan kewajiban advokat kepada masyarakat, yaitu: (a) menjaga agar mereka yang menjadi anggota profesi advokat selalu mempunyai kompetensi pengetahuan profesi untuk itu, dan mempunyai integritas melaksanakan profesi terhormat ini, serta (b) oleh karena itu bersedia menyingkirkan mereka yang terbukti tidak layak menjalankan profesi terhormat ini (to expose the abuses of which they know that certain of their brethren are quilty).
Kewajiban advokat kepada masyarakat tersebut di atas, dalam asas-asas etika (canons of ethics)[16] American Bar Association[17] (1954; selanjutnya ABA) termasuk dalam asas mengenai “Menjunjung Kehormatan Profesi” (upholding the honor of the profession), dimana dikatakan (terjemahan bebas) bahwa advokat itu harus selalu berusaha menjunjung kehormatan dan menjaga wibawa profesi dan berusaha untuk tidak saja menyempurnakan hukum namun juga penyelenggaraan sistem peradilannya (the administration of justice).
Bagian dari kewajiban advokat kepada masyarakat, adalah telah memberi bantuan jasa hukum kepada mereka yang secara ekonomi tidak mampu (miskin). Dalam KEAI Pasal 3 dinyatakan bahwa seorang advokat “tidak dapat menolak dengan alasan kedudukan sosial” orang yang memerlukan jasa hukum tersebut, dan juga di Pasal 4 kalimat: “mengurus perkara cuma-cuma” telah tersirat kewajiban ini. Dan asas ini dipertegas lagi dalam Pasal 7 KEAI alinea 8:“ kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (pro deo) bagi ornag yang tidak mampu”. Asas etika ini dalam ABA dikenal sebagai “Kewajiban Mewakili Orang Miskin” (duty to represent the indigent).
Meskipun di Indonesia telah ada lembaga-lembaga yang membantu kelompok ekonomi lemah ini, khususnya dengan nama Lembaga Bantuan Hukum (LBH atau yang serupa) dan Biro Bantuan Hukum (BBH atau yang serupa), namun kewajiban advokat atau kantor advokat memberi jasa hukum kepada klien miskin, tetap harus diutamakan oleh profesi terhormat ini. Mengurus perkara “cuma-cuma” tidak saja untuk perkara pidana (criminal legal aid) tetapi juga untuk perkara perdata (civil legal aid). Dengan adanya di Indonesia lingkungan peradilan tatausaha negara, lingkungan peradilan agama, dan lingkungan peradilan militer, maka tentunya bantuan hukum ini harus juga mencakup perkara-perkara dalam bidang peradilan tersebut. Problematik yang mungkin akan ditemukan dalam menegakkan asas etika ini adalam pengertian “miskin”. Sebagai saran ingin diajukan di sini agar dalam organisasi profesi advokat juga terdapat bagian yang mengatur tentang bantuan hukum yang bersifat Pro Bono dan Public Interest.[18]
c.     Tentang Kewajiban Advokat Kepada Pengadilan
 Seorang advokat (counsel) adalah seorang “pejabat pengadilan” (officer of the court) apabila dia melakukan tugasnya di pengadilan. Oleh karena itu seorang advokat harus mendukung kewenangan (authority) pengadilan dan menjaga kewibawaan (dignity) sidang. Untuk memungkinkan keadaan ini, maka advokat harus patuh pada aturan-aturan sopan santun (decorum) yang berlaku dalam melaksanakan tugasnya dan menunjukkan sikap penghargaan profesional (professional respect) kepada hakim, advokat lawan (atau jaksa/penuntut umum), dan para saksi
d.    Tentang Kewajiban Advokat Kepada Klien[19]
Advokat adalah suatu profesi terhormat (officium mobile) dan karena itu mendapat kepercayaan penuh dari klien yang diwakilinya. Hubungan kepercayaan ini terungkap dari kalimat “the lawyer as a fiduciary” dan adanya “the duty of fidelity[20]” para advokat terhadap kliennya. Akibat dari hubungan kepercayaan dan kewajiban untuk loyal pada kliennya ini, maka berlakulah asas tentang kewajiban advokat memegang rahasia jabatan.[21] Seorang advokat wajib berusaha memperoleh pengetahuan yang sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya tentang kasus kliennya, sebelum memberikan nasihat dan bantuan hukum. Dia wajib memberikan pendapatnya secara terus terang (candid) tentang untung ruginya (merus) perkara yang akan dilitigasi dan kemungkinan hasilnya. Dalam canon 8 ABA ini dinamakan “duty to give candid advice”. Sedang dalam KEAI diperingatkan agar advokat “tidak memberikan keterangan yang menyesatkan” dan “tidak menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang”.[22]
Pasal 4 alinea 8 KEAI mengatur tentang kewajiban advokat memegang rahasia jabatan dan “ wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antar advokat dan klien.
Pendapat publik sering keliru menafsirkan kewajiban advokat menerima klien, Pasal 3 alinea 1 KEAI memberi hak kepada advokat untuk menolak menerima perkara seorang klien, kecuali atas dasar agama, politik, atau status sosial. Ini dinamakan “the right to decline employment”.[23] Sedangkan dalam alinea 2, dikatakan bahwa tujuan advokat menerima perkara klien adalah terutama “tegaknya hukum, kebenaran, dan keadilan”. Sedangkan dalam Pasal 4 alinea 9 KEAI tidak dibenarkan seorang advokat melepaskan tugas yang diberikan oleh kliennya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien. Ketiga ketentuan di atas harus dibaca bersama. Dalam kasus dimana klien oleh publik telah “dianggap” bersalah, maka berlaku asas “the right of the lawyer to undertake the defense of the person accused of crime, regardless of his personal opinion as to the guilt of the accused”.[24]
Dalam hal kemudian advokat ingin mengundurkan diri, maka hal itu harus dilakukan dengan “good cause” (alasan yang wajar). Dikatakan a.l. oleh canon 44 ABA: “the lawyer should non throw up the unfinished task to the detriment of his client, except for reasons of honor or self-resfect”. Apa yang dimaksud dengan ini adalah misalnya: klien memaksa agar advokat melakukan sesuatu yang tidak adil (unjust) atau “immoral” dalam penanganan kasusnya. Apabila dia akan mengundurkan diri, maka advokat harus memberikan kepada klien cukup waktu untuk memilih advokat baru.
Sejauh mana seorang advokat boleh memperjuangkan kepentingan kliennya juga sering disalahtafsirkan oleh publik. Hal yang sangat merugikan dan merusak kehormatan advokat adalah pendapat yang sangat keliru: “it is the duty of the lawyer to do what ever may enable him to succeed in winning his clients cause”. Pendapat yang keliru ini bertentangan dengan sumpah atau janji advokat, yang a.l. mengatakan bahwa dia (advokat) akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan, serta tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan, atau pejabat lainnya agar memenangkan perkara kliennya.[25]
Asas terakhir di atas, adalah bagaimana kita harus menafsirkan dan menjalankan profesi advokat seperti yang diwajibkan oleh asas KEAI, Pasal 3 alinea 7: “Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat (officium mobile)”.
  1. Cara Bertindak Dalam Menangani Perkara[26]
                    i. Advokat/Penasehat Hukum bebas mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapatnya yang dikemukakan dalam sidang pengadilan, dalam rangka pembelaan suatu perkara yang menjadi tanggung jawabnya, baik dalam sidang terbuka maupun sidang tertutup, yang diajukan secara lisan atau tertulis, asalkan pernyataan atau pendapat tersebut dikemukakan secara proporsional dan tidak berlebihan dengan perkara yang ditanganinya.
                  ii. Advokat/Penasehat Hukum mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (prodeo) bagi orang yang tidak mampu, baik dalam perkara perdata maupun dalam perkara pidana bagi orang yang disangka/didakwa berbuat pidana baik pada tingkat penyidikan maupun di muka pengadilan, yang oleh pengadilan diperkenankan beracara secara cuma-cuma.
                iii. Surat-surat yang dikirim oleh Advokat/Penasehat Hukum kepada teman sejawatnya dalam suatu perkara, tidak dibenarkan ditunjukkan kepada Hakim, kecuali dengan izin pihak yang yang mengirim surat tersebut.
                iv. Surat-surat yang dibuat dengan dibubuhi catatan “SANS PREJUDICE “, sama sekali tidak dibenarkan ditunjukkan kepada Hakim.
                  v. Isi pembicaraan atau korespondensi kearah perdamaian antara Advokat/ Penasehat Hukum akan tetapi tidak berhasil, tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai alasan terhadap lawan dalam perkara di muka pengadilan.
                vi. Advokat/Penasehat Hukum tidak dibenarkan menghubungi skasi-saksi pihak lawan untuk didengar keterangan mereka dalam perkara yang bersangkutan. Dalam suatu perkara perdata yang sedang berjalan, Advokat/Penasehat Hukum hanya dapat menghubungi Hakim bersama-sama dengan Advokat/Penasehat Hukum pihak lawan.
              vii. Dalam hal meyampaikan surat hendaknya seketika itu juga dikirim kepada Advokat/Penasehat Hukum pihak lawan tembusan suratnya.
            viii. Dalam suatu perkara pidana yang sedang berjalam di pengadilan, Advokat/ Penasehat Hukum dapat menghubungi Hakim bersama-sama dengan Jaksa Penuntut Umum.
                ix. Advokat/Penasehat Hukum tidak diperkenankan menambah catatan-catatan pada berkas di dalam/di luar sidang meskipun hanya bersifat “informandum”, jika hal itu tidak diberitahukan terlebih dahulu kepada Advokat/Penasehat Hukum pihak lawan dengan memberikan waktu yang layak, sehingga teman sejawat tersebut dapat mempelajari dan menanggapi catatan yang bersangkutan.
                  x. Surat-surat dari Advokat/Penasehat Hukum lawan yang diterma untuk dilihat oleh Advokat/Penasehat Hukum, tanpa seizinnya tidak boleh diberikan surat aslinya/salinannya kepada kliennya atau kepada pihak ke tiga, walaupun mereka teman sejawat.
                xi. Jika diketahui seseorang mempunyai Advokat/Penasehat Hukum sebagai kuasa hukum lawan dalam suatu perkara tertentu, maka hubungan dengan orang tersebut mengenai perkara tertentu tersebut hanya dapat dilakukan melalui Advokat/ Penasehat Hukum yang bersangkutan atau dengan seizinnya.
              xii. Jika Advokat/Penasehat Hukum harus berbicara tentang soal lain dengan klien dari sejawat Advokat/Penasehat Hukum yang sedang dibantu dalam perkara tertentu, maka ia tidak dibenarkan meyinggung perkara tertentu tersebut.
            xiii. Advokat/Penasehat Hukum menyelesaikan keuangan perkara yang dikerjakannya diselesaikan melalui perantaraan Advokat/Penasehat Hukum pihak lawan, terutama mengenai pembayaran-pembayaran kepada pihak lawan, terkecuali setelah adanya pemberitahuan dan persetujuan dari Advokat/Penasehat Hukum pihak lawan tersebut.
            xiv. Advokat/Penasehat Hukum yang menerima pembayaran lansung dari pihak lawan, harus segera melaporkannya kepada Advokat/Penasehat Hukum pihak lawan tersebut.

PENULIS

Ø Nama            : Zulkarnain
Ø Nim               : 11024104130
Ø Negeri asal    : Selat Panjang
Ø Cita-cita        : Pengacara Kondang

Ø Nama            : Dian kurniawan
Ø Nim               : 11024104077
Ø Negeri Asal   : Rumbio Kampar
Ø  Cita-cita        : Hakim Konstitusi


[1] Judul makalah ini merupakan judul yang di bahas oleh Dian kurniawan dan zulkarnain. Merak adalah mahasiswa Jurusan Jinayah siyasah semester vi. makalah ini disajikan di depan kelas dengan dosen pengajar bapak H.erman,M.Ag
[2] Disahkan pada tanggal 5 april 2003
[3] Sebelum diberlakukannya UU Advokat, maka yang dimaksud dengan advokat adalah seseorang yang memiliki profesi untuk memberikan jasa hukum kepada orang di dalam pengadilan atau seseorang yang mempunyai izin praktek beracara di pengadilan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia dan diangkat oleh Presiden Republik Indonesia melalui Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
[4] Istilah pengacara sebelum diberlakukan UU Advokat didefenisikan sebagai seseorang yang memiliki profesi untuk memberikan jasa hukum di dalam pengadilan di lingkup wilayah yang sesuai dengan izin praktek beracara yang dimilikinya
[5] Sebelum diberlakukannya UU Advokat istilah tersebut tidak dikategorikan kepada profesi Advokat.
[6] Dalam buku Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm 222 disitu dijelaskan bahwa pengacara adalah mereka yang sebagai mata pencaharian menyediakan diri sebagai pembela atau kuasa dari pihak-pihak yang berperkara, akan tetapi tidak termasuk kedalam golongan advokat. Dan tidak harus ada pengangkatan dari menteri kehakiman dan tidak diambil sumpahnya seperti advokat.
[8] Pembedaan advokat dan pengacara ini dapat kita temui dalam Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesia (Stb. 1847 Nomor 23 jo. Stb. 1848 Nomor 57), Pasal 185 sampai Pasal 192dengan segala perubahan dan penambahannya (“RO”).
[9] Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm 221 menjelaskan istilah penasehat hukum akan timbul kesan bahwa ia hanyalah seorang yang bertugas memberikan nasehat-nasehat berkenaan dengan masalah hukum tidak lebih dari itu sehingga kelihatannya kurang mencerminkan tugas “pembantuan”.
[10] Muhammad Nuh,SH,Mh.Adv, Etika Profesi Hukum, (Bandung: Pustaka setia, 2011,hal.273-274
[11] Ibid.276-278
[12] Binziad kadafi dkk, advokat indonesia mencari legitimasi,(jakarta:pusat studi hukum dan kebijakan indonesia, 2001),hlm, 251 menjelaskan Subekti menilai bahwa fungsi dan tujuan kode etik adalah untuk menjunjung martabat profesi dan menjaga atau memelihara kesejahteraan para anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang akan merugikan kesejahteraan para anggota
[13] ibid
[14] Lihat Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum,Jakarta:Sinar Grafika,2012),hlm,96 disini hanya dimuat dalam enam piont, lihat juga komite kerja advokat indonesia kode etik advokat indonesia bab II keprinadian advokat Pasal 2 dan 3
[15] Sebenarnya dalam kode etik advokat indonesia 2002 (KEAI) tidak terdapat pasal tentang kewajiban advokat kepada masyarakat namun dalam pembukaan mengandung beberapa aspek yang memberikan penjelasan tentang hubungan advokat dengan masyarakat.
[16] Bisa diartikan dengan kode etik pengacara yang berlaku di amerika seperti halnya komite kerja advokat indonesia (KEAI)
[17] ABA (American Bar Association) sendiri didefrinisikan: sebagai orang yang memenuhi syarat dengan pendidikan dan pelatihan atau pengalaman kerja di kantor pengacara, kantor hukum, korporasi, badan pemerintah, atau badan lainnya yang melakukan pekerjaan legal substansif yang didelegasikan kepadanya namun dibawah tanggung jawab langsung pengacara. Definsi ini menyatakan bahwa tanggungjawab hukum untuk pekerjaan paralegal bersandar langsung di bawah pengacara dan juga bisa di katakan Paralegal yaitu gambaran pekerjaan yang membantu pengacara dalam pekerjaannya dan istilah ini dipakai di beberapa negara. Paralegal itu sendiri bukanlah pengacara bukan juga petugas pengadilan, oleh pemerintah sendiri paralegal tidak diizinkan untuk berpraktik hukum.
Aslinya paralegal adalah pembantu pengacara yang berpraktik dan melayani klien dalam masalah hukum. Di beberapa negara seperti Amerika Serikat para ahli hukum mengakui para legal adalah profesi yang berada langsung di bawah supervisi pengacara. Namun di Inggris Raya didefinisikan profesi bukan pengacara tetapi mengerjakan pekerjaan legal terlepas siapa yang mengerjakannya. Meski demikian tidak ada definisi yang konsisten mengenai paralegal seperti: peranan dan pekerjaan, status, syarat dan kondisi kerja, training, peraturan peraturan atau apa pun sehingga setiap yuridiksi harus memandang secara individual http//wikipedia.com
[19] Lihat Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum,Jakarta:Sinar Grafika,2012),hlm,97 disitu tercantum 14 point namun dalam komite kerja advokat indonesia kode etik advokat indonesia hanya memaparkan 11 point.
[20] Fidelitas di artikn dengan kesetian / kejituan farida hamid, kamus ilmiah populer lengkap, (Surabaya:Apolo,2006), hlm, 152
[21] lihat komite kerja advokat indonesia kode etik advokat indonesia bab III hubungan dengan klien Pasal 4 alinea 1
[22] Ibid alinea 2 dan 3
[23] Juga terdapat dalam canon 31 ABA (kode etik yang berlaku di amerika)
[24] canon 5 ABA
[25] dalam Pasal 4 ayat (2) UU Advokat
[26] komite kerja advokat indonesia kode etik advokat indonesia bab VI cara bertindak menangani perkara pasal 7, disini terdapat 9 point namun dalam Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum,(Jakarta:Sinar Grafika,2012),hlm,98 disitu tercantum 11 point