Powered By Blogger

jam

_

assalammualaikum

semoga bermanfaat

Senin, 10 Agustus 2015

HUKUM PROGRESIF (Studi Kasus Prita Mulyasari Dalam putusan perkara No. 22 PK/Pid.sus/2011)



HUKUM PROGRESIF
(Studi Kasus Prita Mulyasari Dalam putusan perkara No. 22 PK/Pid.sus/2011)[1]
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hukum progresif merupakan koreksi terhadap kelemahan sistem hukum modern yang sarat dengan birokrasi serta ingin membebaskan diri dari dominasi suatu tipe hukum liberal. Hukum progresif menolak pendapat bahwa ketertiban (order) hanya bekerja melalui intitusi-institusi kenegaraan. Hukum progresif ditujukan untuk melindungi rakyat menuju kepada ideal hukum dan menolak status quo, serta tidak menjadikan hukum sebagai teknologi yang tidak bernurani, melainkan sebagai suatu institusi yang bermoral.[2]
 Hukum adalah suatu institusi yang bertujuan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat manusia bahagia. Secara lebih spesifik hukum progresif antara lain bisa disebut sebagai “hukum yang pro rakyat” dan “hukum yang pro keadilan”.[3]
Salah satu peristiwa yang cukup menyita perhatian masyarakat baik dari golongan ekonomi menengah kebawah hingga ekonomi menengah keatas yaitu kasus yang membelit seorang ibu yang bernama Prita Mulyasari, peristiwa yang terjadi pada 3 juni 2009 hingga akhir desember 2009 lalu mengenai keluhan prita sebagai pasien pada RS.Omni Internasional melalui surat elektronik (email) kepada sahabatnya pada bulan agustus 2008 ternyata mendapat tuntutan baik perdata maupun pidana dari pihak RS.Omni Internasional kepengadilan negeri Tangerang, Banten.
Rumah Sakit Omni Internasional menjadi terkenal di Indonesia utamanya terkait dengan kasus pencemaran nama baik yang dituduhkan oleh pihak rumah sakit kepada salah seorang mantan pasiennya, Prita Mulyasari, karena menulis keluhan atas pelayanan rumah sakit yang tidak memuaskan melalui milis,surat pembaca serta media publikasi internet. Peristiwa ini akan berdampak pada kepercayaan masyarakat sebagai pasien terhadap rumah sakit, kepercayaan yang sebelumnya positif terhadap rumah sakit dengan pemberitaan seperti ini pasti akan mempengaruhi nilai kepercayaan mereka bukan hanya terhadap RS.Omni Internasional tetapi juga terhadap pegawai termasuk dokternya.
Proses demi proses dilewati melalui jalur hukum hingga dalam kasus pidananya bermuara pada putusan mahkamah agung yang memutuskan bahwa terdakwa Prita Mulyasari Terbukti Secara dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentrasmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”; menghukum terdakwa Prita Mulyasari dengan penjara selama 6 (enam) bulan; menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalankan kecuali dalam masa percobaan selama 1 (satu) tahun terdakwa melakukan tindak pidana yang dapat dihukum.[4]
Selanjutnya kasus tersebut bermmuara pada PK, Majelis Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) membebaskan Prita Mulyasari dari seluruh dakwaan alias bebas murni. Karena itu, majelis memerintahkan ibu rumah tangga yang pernah diajukan ke pengadilan karena diduga melakukan pencemaran nama baik RS Omni Internasional ini dipulihkan nama baik, harkat, dan kedudukannya. "Menyatakan Prita Mulyasari tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan jaksa seperti dalam dakwaan kesatu, kedua, dan ketiga dan membebaskannya dari semua dakwaan. Memulihkan hak terpidana dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat martabat," demikian bunyi petikan amar putusan perkara No. 22 PK/Pid.sus/2011.[5]
Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini yang dijatuhkan pada Senin (17/9) oleh majelis PK yang diketuai Ketua Muda Pidana Khusus MA Djoko Sarwoko beranggotakan hakim anggota hakim agung Surya Jaya dan Suhadi. Dengan demikian, putusan PK itu telah membatalkan putusan kasasi MA dalam perkara pidana pencemaran nama baik yang diputus pada 30 Juni 2011.[6]
B.     Rumusan Masalah
1.      Seperti apa kronologi kasus Prita Mulyasari ?
2.      Seperti apa ruanglingkup UU yang menjeratnya?
3.      Bagaimana putusan ingkrah kasus tersebut?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kronologi Kasus
Keluh kesah Prita Mulyasari, seorang ibu rumah tangga dengan dua orang anak yang masih batita terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit OMNI Internasional berbuah menginap dijeruji lembab rumah tahanan negara tanggerang. Keluh kesah Prita tersebut berwujud email yang dikirim Prita Ke teman-temannya sebagai curhat dan wujud kekecewaanny atas pelayanan publik dirumah sakit OMNI Internasional Hospital. Email Prita Tersebut Berjudul
“Penipuan Omni Internasional Hospital Alam Sutra Tanggerang”
Bila anda berobat, berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit dan titel internasional, karena semakin mewah rumah sakit dan semakin pinter dokter, maka semakin sering uji pasien, penjualan obat dan suntikan, saya tidak mengatakan semua rumah sakit internasional seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini dirumah sakit OMNI Internasional.[7]  

Email ini lah yang kemudian dijadikan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Pengadilan Negeri Tanggerang untuk menuntut Prita dengan delik pencemaran nama baik ( penghinaan ), sebagaimana dimaksud pasal 27 ayat (3) juncto pasal 45 ayat (1) Undang-Undang 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Traansaksi Elektronik, dan pasal 310 ayat (2) juncto pasal 311 ayat (1) KUHP.[8]
Berikut kronologis kasus Prita vs RS Omni Internasional:
v  7 Agustus 2008
·       Prita Sakit. Ia demam, suhu tubuh sampai 39°C. Prita lalu berobat ke RS Omni Internasional Alam Sutera- Tangerang – Banten. Ditangani dr Indah dan dr Hengky
·       Dokter Hengky Gozali memeriksa darahnya. Kata Hengky, trombositnya turun hingga 27 ribu, normalnya 200 ribu. Prita harus rawat inap. Hengky menyatakan Prita positif demam berdarah. Ia diinfus dan di suntik.
v  8 Agustus 2008
·       Prita dikunjungi dr Hengky menyatakan hasil tes darah salah. Mestinya trombositnya 181 ribu, bukan 27 ribu.  Sepanjang hari itu Prita diinfus dan disuntik tanpa pemberitahuan jenis dan tujuan penyuntikan. Kemudian terlihat reaksi pada badan Prita : tangan kiri membengkak, suhu badan naik hingga 39°C.
v  9 Agustus 2008
·       Kondisi Prita tak membaik. Demamnya tetap tinggi. Tangan kanan membengkak. Prita dikunjungi dr Hengky dan memberitahu kalau Prita terkena virus udara. Setelah maghrib, Prita disuntik 2 ampul dan terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen.
v  10 Agustus 2008
·       Prita minta infuse dan suntikan dihentikan. Lehernya mulai bengkak. KOndisi yang tak jelas membuat Prita  meminta kejelasan tentang kondisi dan keadaanya termasuk tentang revisi hasil lab. Respond r hengky lebih menyalakan hasil lab.
v  11 Agustus 2008
·       Suhu badan Prita masih mencapai 39°C. Prita berniat pindah dan pada saat yang sama Prita membutuhkan hasil rekam medis.
v  12 Agustus 2008
·       Hasil rekam medis yang diterimanya masih yang trombosit 181 ribu. Sedangkan yang 27 ribu tidak diberikan. Alasannya hasil itu tidak dicetak. Manajer Pelayanan Pasien RS Omni dr. Grace Hilza mendatangi Prita . Tapi hasil tes trombosit 27 ribu tetap tidak diberikan. Grace juga member diagnosa baru : Prita tidak terkena demam berdarah tapi gandongan. Prita jengkel dan memutuskan pindah ke RS Internasional Bintaro di Bintaro. Disini Prita dimasukkan ruang isolasi oleh karena virus yang menimpa dirinya dapat menyebar. Menurut dokter, Prita terserang virus yang biasa menyerang anak-anak.
v  15 Agustus 2008
·       Ajaib, begitu pindah, kondisi Prita berangsur  pulih. Ia bahkan sudah sehat  3 hari setelah keluar dari RS Omni.
·       Prita membagi pengalamannya yang ditulis melalui email pribadi kepada orang terdekatnya terkait keluhan pelayanan RS Omni International.  Tanpa bisa dicegah, email itu menyebar luas di dunia maya. RS Omni mendapat kecaman.
v  5 September 2008
·       Prita di adukan oleh dr Hengky yang bertugas di RS Omni Sutra ke Polda Metro Jaya. Ia disangka melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni Internastional. Prita digugat secara perdata oleh RS Omni melalui dr Hengky dan dr Grace. Secara bersamaan, Prita juga diadukan pidana oleh dr Hengky dan dr Grace.
v  8 September 2008
·       Pihak Omni International menanggapi email Prita di harian Kompas dan Media Indonesia
v  22 September 2008
·       Prita mulai disidik oleh penyidik di Satuan Remaja Anak dan Wanita (Renakta) Polda Metro Jaya. Kepala Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimun) Polda Metro Jaya AKBP Agustinus Pangaribuan. Polisi menjerat Prita dengan pasal 310, 311 KUHP serta pasal 45 jo 27 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selama disidik, Prita tidak ditahan polisi.
v  30 April 2009
·       Berkas perkara pidana diserahkan ke Kejaksaan Negeri Tangerang. Sebelum dinyatakan lengkap (P21) berkas pemeriksaan sempat dua kali bolak balik dari Polisi dan kejaksaan.
v  13 Mei 2009
·       Polisi menangkap Prita dan menjebloskan ke penjara. Ia dikhawatirkan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. Padahal, Prita memiliki dua anak yang salah satunya masih menyusui.
v  Mei-Juni 2009
·       Gelombang simpati dari masyarakat mengalir untuk Prita. Bahkan tiga capres saat itu bergantian memberi bantuan untuk Prita.
v  3 Juni 2009
·       Kejaksaan kalang kabut. Tekanan dari masyarakat dan dari capres membuat status Prita berubah menjadi tahanan kota.
v  4 Juni 2009
·       Prita menjalani sidang pertama. Hakim mengeluarkan putusan sela membatalkan dakwaan untuk Prita.
v  26 Juni 2009
·       Jaksa banding atas putusan sela itu dan menang. Prita kembali harus menjalani dua sidang untuk kasus yang sama, perdata dan pidana.
v  11 Juli 2009
·       Hakim PN Tangerang memenangkan gugatan perdata RS Omni dan mewajibkan Prita membayar Rp. 312 juta. Prita banding
v  19 Oktober 2009
·       Ditingkat banding, pengadilan tinggi juga memutuskan Prita bersalah. Untuk kasus perdata, Prita harus membayar Rp. 204 juta dan meminta maaf melalui media cetak selama tujuh hari berturut-turut.
v  Oktober-Desember 2009
·       Kemarahan masyarakat atas keberpihakan hokum pada orang kaya ini tak terbendung lagi. Uniknya, mereka bertindak di luar dugaan. Bukan melalui aksi unjuk rasa, tapi melalui pengumpulan koin untuk Prita. Gerakan sosial ini tak mengenal batas umur itu mengalir deras dan terjadi di seluruh Indonesia.
v  12 Desember 2009
·       Tak tahan dengan aksi pengumpulan koin yang fenomenal itu, manajemen RS Omni  menyatakan mencabut gugatan perdata dan menghapus kewajiban membayar Rp.204 juta. Pihak Prita menolak dan menyatakan bila ingin damai, mestinya gugatan pidananya juga ditarik. RS Omni menyatakan tidak bisa berbuat apa apa untuk kasus pidana
v  14 Desember 2009
·       Aksi koin untuk Prita berakhir
v  17 Desember 2009
·       v  Koin-koin untuk Prita diserahkan kepada Prita.
v  18 Desember 2009
·       Pencabutan perkara perdata yang diajukan kuasa hukum RS Omni Internasional, Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten, ditolak oleh Pengadilan Negeri (PN) Tangerang karena pengacara Prita Mulyasari, Slamet Yuono telah mengajukan memori kasasi..
v  23 Desember 2009
·       Prita menghadiri penyerahan koin Rp.650 juta ke Bank Indonesia.[9]
v  29 Desember 2009
·      divonis bebas dalam kasus pidana Prita di PN Tangerang
v  11 januari 2010
·      pengajuan kasasi oleh JPU .
v  30 juni 2011
·      Dinyatakan bersalah dan dipidana penjara 6 bulan tetapi pidana tersebut tidak usah dijalankan.[10]
v  17 Sebtember 2012
·      PK. Dengan bebas murni, MA menyatakan dakwaan tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan keluhan tersebut merupakan kritik demi kepentingan umum sesuai UU No. 8 Tahun 1999.[11]

B.     UU yang di Dakwakan
Dalam kasus ini Jaksa Penuntut Umum mendakwakan Pasal 27 ayat (3) jo pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik terhadap Prita Mulyasari.       Ketentuan pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik menyatakan :
                 Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.[12]
                 Sedangkan pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik menyatakan :
                 Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).[13]        

                 Dalam ketentuan Pasal 27 ayat (3) jo pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, tidak terdapat defenisi secara jelas apa yanng dimaksud dengan penghinaan atau pencemaran nama baik. Karena untuk menentukan secara jelas apa yang dimaksud dengan penghinaan atau pencemaran nama baik harus merujuk pada ketentuan pasal 310 ayat (1) KUHP mengenai pencemaran lisan (smaad), pasal 310 ayat (2) mengenai pencemaran tertulis (smaad scrifft) dan pasal 310 ayat ( 3) sebagai penghapusan pidana (untuk kepentingan umum dan pembelaan terpaksa).[14]
                 Ketentuan pasal 310 ayat (1) jo ayat (2) KUHP menyatakan ;
                 Barang siapa dengan sengaja menyerang kehirmatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan suatu hal, dengan maksud terang supaya tuduhan itu diketahui umum, diancam karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
                
                 Jika hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan dan dipertunjukkan pada umu atau ditempelkan, maka yang berbuat dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.


Pasal 311 ayat (1) KUHP menyatakan :

Barang suapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tuliasan, dalam hal ia di izinkan untuk membuktikan tuduhan itu, jika ia tidak dapat membuktikan dan jika tuduhan dilakukannya sedang diketahui tidak benar, dihukum karena salah menfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

                 Pasal 310 KUHP ini, oleh pembentuk Undang-Undang dimasukkan dalam titel XVI buku II KUHP yang secara umum membahas mengenai “penghinaan” (beleediging). Penghinaan ‘smaad’ dalam Pasal 310 KUHP. Menghina yaitu menyerang kehormatan dan nama baik seseorang dan yang diserang disini adalah rasa malu. Lebih lanjut, kehormatan dalam hal ini adalah hanya mengenai kehormatan tentang “nama baik”.[15]
Pasal 310 KUHP cenderung mengatur tentang penghinaan formil, dalam artian, lebih melihat cara pangungkapan dan relatif tidak peduli dengan asfek kebenaran isi penghinaan. Sehingga pembuktian kebenaran penghinaan hanya terletak ditangan hakim sebagaimana diatur dalam pasal 312 KUHP. Sehingga ketentuan semacam ini sangatlah bersifat subyektif dan ditentukan oleh kemampuan terdakwa untuk meyakinkan hakim bahwa penghinaan dilakukan demi kepentingan umum atau terpaksa membela diri, sebagaimana ditentukan pasal 310 ayat (3) maka jika Prita dapat membuktikan didepan persidangan bahwa tindakan yang dilakukan untuk kepentingan umum dan membela diri, maka Prita akan terbebas dari segala dakwaan dan tuntutan hukum.[16]
Pasal Pasal 310 KUHP ayat (1) memiliki unsur-unsur sebagai berikut ;
a.       Unsur Obyektif ;
1.      Barang siapa ;
Kata tersebut menunjukkan orang yang apabila orang tersebut terbukti memenuhi semua unsur yang dimaksudkan dalam pasal 310 KUHP maka ia dapat disebut sebagai pelaku.
2.      Menyerang kehormatan atau nama baik seseorang ;
Yaitu setiap ucapan maupun tindakan yang menyinggung harga diri atas kehormatan, dan nama  baik seseorang.[17]
3.      Dengan menuduh suatu hal;
Cara perbuatan penistaan ini dialakukan dengan menuduh orang lain melekukian suatu perbuatan tertentu . suatu perbuatan tertentu harus merupakan suatu perbuatan yang sedemikian diperinci secara tepat atau yang sedemikian ditujukan secara tepat dan tegas, hingga tidak hanya secara tegas dinyatakan jenis perbuatannya, tetapi harus dinyatakan juga macam perbuatan tertentu dari kelompok jenis yang dimaksud.[18]
b.      Unsur Subjektif
1.      Dengan maksud yang nyata (kenlijk doel)
Supaya tuduhan itu diketahui umum (ruchtbaarheid te geven) ;
2.      Dengan sengaja (opezttelijk);
Bahwa menurut doktrin, yang ditujukan terhadap perbuatan. Artinya, pelaku mengetahui perbuatan ini, pelaku menyadari mengucapkan kata-katanya yang mengandung pelanggaran terhadap kehormatan atau nama baik orang lain.
Menurut penulis tindakan Prita Mulyasari yang mengirim email berisikan keluhannya terhadap RS OMNI Internasional hingga menyebar ke jejaring sosial dan situs-situs berita online merupakan kelalaiannya, maka dengan kelalaiannya tersebut terjadinya pencemaran nama baik bagi RS OMNI Internasional secara global dan para kariawan didalamnya termasuk dokter. Hal ini sama dengan kasus ariel paterpan yang dengan kelalaiannya mengakibatkan tersebarnya video pornografi.
Dalam hal ini dengan tersebarnya tulisan elektronik Prita Mulyasari tersebut, terpenuhilah unrsur delik pencemaran nama baik dengan asas kelalaian, hingga unsur materil dan formil UU yang didakwakan kepadanya terpenuhi, hal ini terbukti pada putusan kasasinya Prita Mulyasari terbukti bersalah.                
C.     Hukum Progresif Terhadap Kasus Prita Mulyasari
a.       Respon Masyarakat Terhadap Kasus Prita Mulyasari
Kepolisian mengenakan Pasal 310 dan Pasal 311 dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencemaran nama baik kepada Prita namun saat kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, dakwaannya ditambahkan dengan Pasal 27 Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman enam tahun penjara. Dengan dasar itulah, Prita yang memiliki dua anak berusia di bawah lima tahun kemudian ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Tangerang.
Namun justru dari situlah sebuah perlawanan dimulai. Respon masyarakat tidak hanya di dunia nyata tetapi juga Para pengguna internet menggalang solidaritas di dunia maya. Dukungan terhadap Prita Mulyasari di sebuah cause di Facebook meningkat tajam. Hingga kini tidak kurang 389.000 Facebookers menjadi pendukung Prita Mulyasari. Dukungan tidak berhenti di situ. Saat Prita Mulyasari diancam denda dalam kasus melawan RS OMNI Internasional itu, para blogger kembali membangun solidaritas masyarakat untuk mengumpulkan koin keadilan untuk Prita. Gerakan mendukung Prita Mulyasari pun diperbesar dengan pemberitaan berbagai media mainsteram.[19]
Penggalangan dana sejuta koin ini, akan terus mereka lakukan sampai ada keputusan kasasi buat Prita. Hasil penggalangan setiap hari, langsung mereka serahkan kepada orang tua Andri Nugroho, suami prita, di rumah sang mertua di Jalan Pulau Bacan, Kedamaian, Bandar Lampung.[20]
Aksi penggalangan koin untuk Prita, tak hanya berlangsung di Lampung, tapi juga di beberapa daerah lain. Di Solo, Jawa Tengah, puluhan aktivis dan mahasiswa menggelar aksi penggalangan koin Prita di jalan-jalan, di bank-bank swasta. Mereka mengaku peduli dengan nasib Prita, walau secara pribadi tak mengenal, bahkan tak pernah bertemu dengan wanita itu.[21]
Beberapa kalangan menilai Prita tidak layak ditahan serta hanya menjadi korban penyalahgunaan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, tak kurang pula Megawati Soekarnoputri ikut menilai Prita merupakan korban neoliberalisme. Besarnya dukungan serta simpatisan atas kasus ini membuat Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, meminta penjelasan dari Kapolri dan Jaksa Agung, serta meminta seluruh jajaran penegak hukum untuk memperhatikan rasa keadilan dalam masyarakat dalam menjalankan tugas.[22]
Seperti ditulis oleh kompas.com, Bank Indonesia dan Bank Mandiri kini mengumumkan hasil jumlah koin sebesar Rp 615.562.043 pada Rabu (30/12/2009), di Bank Indonesia, Jakarta. Hasil ini merupakan gabungan dari koin yang bernilai Rp 589.073.143 dan uang kertas sejumlah Rp 26.488.900, yang dimuat dalam 21 kontainer. Gerakan sosial digital dalam kasus Prita ini kemudian dinilai sebagai gerakan sosial digital yang mampu menggerakan partisipasi publik untuk mendukung Prita Mulyasari melawan Rumah Sakit OMNI.[23]
b.      Putusan Hakim yang Bersifat Progresif
Dalam putusan perkara No. 22 PK/Pid.sus/2011 tentang tuntutan pencemaran nama baik RS Omni Internasional yang dilakukan oleh Prita melalui e-mail dengan mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut, Majelis hakim Peninjauan Kembali (PK) telah memutuskan perkara pidana tersebut tidak terbukti dengan salah satu amar  putusannya sebagai berikut: "Menyatakan Prita Mulyasari tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan jaksa seperti dalam dakwaan kesatu, kedua, dan ketiga dan membebaskannya dari semua dakwaan. Memulihkan hak terpidana dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat martabat." Majelis hakim PK dalam keputusannya menerima novum (bukti baru) berupa putusan kasasi dalam gugatan perdata pencemaran nama terhadap perkara yang sama yang diajukan oleh Prita.
 Hakim harus memilih diantara hak-hak dasar manusia yang akan digunakan dalam keputusannya dan akan menjadi perlindungan kepentingan yang mendasar dari kepentingan para pihak. Hak reputasi dan hak berekspresi termasuk kedalam hak azasi manusia yang dilindungi oleh UUD 1945. Hakim melihat kedua hak azasi tersebut memiliki kualitas yang berbeda yang dapat meniadakan yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan kualitas tersebut hanya dapat dilihat dari penggunaan ekspresi kata-kata seseorang yang dapat melukai reputasi orang lain atau sebaliknya. Dalam kasus tersebut, adanya pihak Prita yang dituntut oleh pihak RS Omni Internasional yang merasa hak reputasinya terlukai oleh Prita yang mengeksekusi haknya.[24]
 Hakim dapat melihat komunikasi Prita melalui alat elektronik yang dituduhkan dapat merusak reputasi RS Omni Internasional. Sebaliknya keluh kesah Prita terhadap apa yang seharusnya menjadi haknya atas jasa yang diberikan oleh RS Omni Internasional di e-mail komputer adalah hak yang juga dilindungi oleh konstitusi. Hakim terpaksa memilih salah satunya dan menjadikan keputusannya sebagai dasar untuk memutus perkara pidana tersebut dan memenangkan kepentingan salah satu pihak. Hakim menentukan bahwa hak berekspresi adalah hak individual yang lebih kuat daya paksanya kebanding hak reputasi. Terlepas dari hak azasi yang satu lebih kuat dari yang lainnya, kedua hak azasi tersebut baik pihak yang reputasinya diserang maupun pihak yang mengungkapkan ekspresi terhadap kewajiban pihak yang memiliki reputasi tersebut, telah dilindungi oleh konstitusi. Namun hak azasi yang satu lebih tinggi dari yang lain tidak masuk dalam domain kewenangan konstitusi, akan tetapi masuk dalam kewenangan hakim dalam memilih prinsip hukum yang akan diterapkan dalam putusannya.[25]
Dalam kasus ini, yang menyita perhatian rakyat Indonesia, hakim memutuskan dengan mengesampingkan pasal 27 ayat (3) juncto pasal 45 ayat (1) Undang-Undang 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Traansaksi Elektronik, dan pasal 310 ayat (2) juncto pasal 311 ayat (1) KUHP tentang pencemaran nama baik



BAB III
KESIMPULAN

Hukum bukan merupakan suatu institusi yang absolut dan final melaikan sangat tergantung pada bagaimana manusia melihat dan menggunakannya. manusialah yang merupakan penentu. Hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya. Berkaitan dengan hal tersebut, maka hukum tidak ada untuk dirinya sendiri, melaikan untuk yang lebih luas dan lebih besar. Maka setiap kali ada masalah dalam dan dengan hukum, hukumlah yang ditinjau dan diperbaiki serta bukan manusia yang dipaksa-paksa untuk dimasukkan ke dalam skema hukum.[26]
Hukum adalah institusi yang secara terus menerus membangun dan mengubah dirirnya menuju kepada tingkat kesempurnaan yang lebih baik. Kualitas kesempurnaannya dapat diverifikasikan kedalam faktor-faktor keadilan, kesejahteraan, kepedulian kepada rakyat dan lain-lain. Inilah hakekat “ hukum yang selalu dalam proses menjadi” (law as a process, law indemaking). Hukum tidak ada untuk hukum itu sendiri tetapi untuk manusia.[27]  
Hukum ada disebabkan karena adanya masyarakat yang hidup di suatu tempat tertentu dan pada waktu tertentu serta melangsungkan kehidupan dengan saling berinteraksi secara kontiniu.
Hukum pada dasarnya merupakan jaminan negara atas hak-hak rakyatnya atau dengan kata lain hukum itu sebagai pengejewantahan keinginan rakyat untuk hidup sejahtera, teratur dan seimbang. Peraturan-peraturan dalam bentuk lembaran resmi negara merupakan kristalisasi keinginan rakyat yang dirumuskan melalui wakilnya yang mereka pilih secara demokrasi untuk menentukan standarisasi nilai dalam kehidupan bernegara. Penafsiran menjadi jembatan penting dalam penerapan ketentuan hukum yang tepat sehingga terbentuklah penegakan hukum yang baik. Perkembangan manusia dan interaksinya dalam memenuhi kebutuhan pada akhirnya menciptakan berbagai macam kejahatan dan pelanggaran yang ternyata tidak semuanya diatur dalam ketentuan yang berlaku.[28]
Hukum progresif yang dirumuskan oleh Satjipto Raharjo memberikan jalan keluar dari kekakuan hukum yang masih terkekang oleh paham positivistik, yaitu hukum itu mesti tertulis dan mesti dipedomani oleh setiap warga negara taermasuk para penegak hukum tanpa ada interpretasi didalamnya.
Dalam putusan PK kasus Prita Mulyasari dinyatakan bahwa Prita tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana yang di dakwakkan Jaksa kepadanya. Hakim menilai bahwa tindakan yang dilakukan Prita Mulyasari tersebut berupa kebebasan mengeluarkan pendapat dan hak berekpresi (HAM) dari apa yangg dialaminya ketika dirawat di rumah sakit OMNI Internasional. Walaupun Prita memang terbukti secara materil namun hakim dalam putusan PK ini lebih memprioritaskan HAM ketimbang reputasi RS OMNI Internasional.




Daftar Pustaka

Satjipto Raharjo, 2009, hukum Progresif : Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Yokyakarta : Genta Publishing, cet ke-1
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan Nomor 822 K / Pid .Sus / 2010, (www.putusan.mahkamahagung.go.id
Hukum online, Akhirnya, MA Bebaskan Prita Mulyasari, diakses pada 2 April 1992 08:48 AM dari : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5057d8e58f799/akhirnya--ma-bebaskan-prita-mulyasari
Dr. Sudiman Sidabukke, SH.,CN.,M.Hum, Penyimpangan hukum Kasus Prita Mulyasari, Jurnal
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik diakses pada 10:38 AM Selasa, 07 April 2015, dari, http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU1108.pdf,
Kompasiana,  media sosial sebagai sarana perubahan geliat aktivisme generasi muda dalam media baru mengubah indonesia melalui petisi online, diakses pada 21:41, 8 April 2015, http://media.kompasiana.com/new-media/2014/10/24/media-sosial-sebagai-sarana-perubahan-geliat-aktivisme-generasi-muda-dalam-media-baru-mengubah-indonesia-melalui-petisi-online-changeorg-687221.html
Indosiar, Respon masyarakat, diakses pada  21:41 8 April 2015 dari http://www.indosiar.com/fokus/koin-keadilan-dukungan-bagi-prita-mulyasari_83328.html,
Wikipedia,  Rumah Sakit Omni Internasional, diakses pada kamis 09:50 AM, 9 April 2015, dari http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Sakit_Omni_Internasional
Hwian Cristianto, Penafsiran Hukum Prograsif dalam Perkara Pidana, Mimbar Hukum, vol 23, No 3, Oktober, 2011, h. 479



[1] Makalah ini disajikan untuk matakuliah teori hukum di kelas B pascasarjana (magister hukum) di universitas islam riau tahun 2015 oleh Dian Kurniawan. S,Sy
[2]  Satjipto Raharjo, hukum Progresif : Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, ( Yokyakarta : Genta Publishing, 2009 ), cet ke-1, h.2
[3] Ibid
[4] Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan Nomor 822 K / Pid .Sus / 2010, (www.putusan.mahkamahagung.go.id), h.57 diputuskan dalam rapat permusyawaratan mahkamah agung pada hari kamis tanggal 30 juni 2011oleh R.Imam Harjadi, SH,MH. Hakim agung yang ditetapkan oleh ketua mahkamah agung sebagai ketua majelis, H.M. Zaharuddin Utama, SH.MM. dan Dr.Salman Luthan, SH.MH hakim-hakim agung sebagai anggota.
[5] Hukum online, Akhirnya, MA Bebaskan Prita Mulyasari, diakses pada 2 April 1992 08:48 AM dari : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5057d8e58f799/akhirnya--ma-bebaskan-prita-mulyasari
[6] ibid
[7] Dr. Sudiman Sidabukke, SH., CN., M.Hum, mengutipnya dari Tempo, Edisi 14 Juni 2009, Dr. Sudiman Sidabukke, SH.,CN.,M.Hum, Penyimpangan hukum Kasus Prita Mulyasari, Jurnal, h.1
[8] ibid

[9] Hardja,  Kronologis Kasus Prita – RS Omni, diakses pada Senin 15 : 46  6 April 2015, dari : https://hardja.wordpress.com/2009/12/29/kronologis-kasus-prita-rs-omni/

[10] Direktori putusan mahkamah agung republik indonesia, put. Nomor 822 K/Pid.Sus/2010, putusan.mahkamahagung.go.id, Format PDF h.57
[11]  Op Cit, Hukum online
[12] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik diakses pada 10:38 AM Selasa, 07 April 2015, dari, http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU1108.pdf, h. 8
[13] Ibid, h. 11
[14]  Dr. Sudiman Sidabukke, SH., CN., M.Hum, mengutipnya dari Tempo, Edisi 14 Juni 2009, Dr. Sudiman Sidabukke, SH.,CN.,M.Hum, Penyimpangan hukum Kasus Prita Mulyasari, Jurnal, h. 6
[15] Ibid, h. 10
[16] Ibid, h. 8
[17] Bahwa terminologi seseorang menurut kamus hukum indonesia adalah orang dalam arti person yaitu manusia pribadi sebagai makhluk hidup yang bisa menjalankan aktivitas dari hidup setiap saat Dr. Sudiman Sidabukke, SH., CN., M.Hum, mengutipnya dari Yan Pramadya Puspa, 2000, h. 669, ibid, h. 11
[18] Ibid, h. 12
[19] Kompasiana,  media sosial sebagai sarana perubahan geliat aktivisme generasi muda dalam media baru mengubah indonesia melalui petisi online, diakses pada 21:41, 8 April 2015, http://media.kompasiana.com/new-media/2014/10/24/media-sosial-sebagai-sarana-perubahan-geliat-aktivisme-generasi-muda-dalam-media-baru-mengubah-indonesia-melalui-petisi-online-changeorg-687221.html

[21] Indosiar, Respon masyarakat, diakses pada  21:41 8 April 2015 dari http://www.indosiar.com/fokus/koin-keadilan-dukungan-bagi-prita-mulyasari_83328.html,
[22] Wikipedia,  Rumah Sakit Omni Internasional, diakses pada kamis 09:50 AM, 9 April 2015, dari http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Sakit_Omni_Internasional
[23] Op cit, Kompasiana


[25] Ibid
[26] Op cit, Satjipto Raharjo, h. 5
[27] Ibid, h. 6
[28] Hwian Cristianto, Penafsiran Hukum Prograsif dalam Perkara Pidana, Mimbar Hukum, vol 23, No 3, Oktober, 2011, h. 479

Tidak ada komentar:

Posting Komentar